Absolute

169 49 4
                                    

Jadwal Bumi di kampus hari ini sangat padat. Dia pun tidak bisa mengantar dan menjemput Senja ke gedung Radio.

Sebagai informasi, Senja berhenti kuliah karena masalah kesehatannya. Itu semua keputusan sang Ayah dan juga Bunda. Senja tidak membantah karena memang dirinya sudah tidak sekuat dulu.

Sekarang Senja lebih banyak tidur, kegiatannya selain menjadi pengisi suara Radio adalah bersepeda dan diam-diam berlatih balet.

Tidak memakan waktu berjam-jam. Senja hanya memanfaatkan tenaganya yang masih ada untuk melakukan kegiatan yang positif. Pihak kru Radio sudah mengurangi jam kerjanya juga. Mereka tidak bisa melepas gadis itu karena dia sangat mahir dalam berbicara, begitu pula dia yang sangat suka pekerjaan itu.

"Ayah jangan lupa jemput Senja!" teriak Senja saat Ayahnya memutar balik sepeda motornya.

Sang Ayah yang kerap dipanggil Pak Rusdi itu mengulas senyum sambil mengacungkan jempolnya ke udara.

Setelah Ayahnya pergi, dia pun masuk dan mulai bekerja. Para karyawan Radio di sana sangat ramah, baik, dan santai. Meskipun umur Senja jauh lebih muda, tetapi mereka tidak membeda-bedakan. Alasan lain yang membuat dirinya menyukai tempat itu.

"Senja, ini gue bawakin banyak buah. Yok semangat!"

Dia Zia, manager yang sangat bersahabat. Sifatnya itu membuatnya disukai oleh seluruh karyawan dan mereka betah bekerja. Begitu juga dengan Senja.

"Thank you, Mbak!"

Dia menganggukkan kepala. Kemudian beranjak meninggalkan ruangan. Sebelum mulai, Senja menyempatkan diri untuk memakan beberapa potong buah itu. Suasana hatinya hari ini sangat baik karena dia dikelilingi orang-orang baik.

Namun, itu hanya bertahan beberapa waktu saja. Saat tiba waktu pulang, di luar gedung tampak Han tengah berdiri di samping mobilnya. Dia masih ingat sebelum pingsan waktu itu, Han lah yang menolong dirinya.

Pemilik wajah blasteran itu sudah lama tidak dia temui. Hari ini bisa jadi mereka akan berbincang lama, tapi jujur saja, Senja tidak memiliki selera.

"Hei, apa kabar?"

Basa-basi yang cukup membosankan, tetapi Senja tetap menjawab, "Baik."

"Tadi sebenarnya gue ketemu ayah lo, terus gue minta izin biar gue aja yang jemput lo karena kita udah lama gak ketemu."

"Ketemu 'kan kemarin? Ya pas gue sakit, sih."

"Gak lama," imbuh Han.

"Jadi, lo mau lama-lama?"

Dengan semangat Han menganggukkan kepalanya. Membuat Senja bingung sendiri. Jawaban apa yang harus dia berikan?

"Gimana kalau kita ke kafe—"

"Gue gak bisa makan makanan kafe," potong Senja cepat.

"Es—"

"Gak bisa."

"Yauda kalau gitu jalan-jal—"

"Gue gak bisa capek, Han. Ini aja gue udah lemes banget mau istirahat pas sampe rumah. Lo mau gue drop lagi?"

Seharusnya Han tidak menantang dirinya sendiri untuk kembali berjuang mendapatkan hati Senja. Karena perasaan gadis itu sudah mutlak untuk Bumi saja.

"Oke, gue antar lo pulang."

Senja tidak berbohong. Dia memang sudah lelah terbukti di dalam mobil dia tertidur. Niatnya untuk menghabiskan waktu dengan Senja kini sirna.

Sesampainya di depan rumah Senja, Han tidak langsung membangunkannya. Dia tatap lama wajah cantik di sampingnya itu lekat. Masih belum mengerti mengapa dirinya belum bisa melupakan Senja.

"Han." Yang punya nama terkejut karena ternyata Senja tidak sepenuhnya tidur.

Senja menoleh ke samping. "Lo boleh anggap gue jahat. Gue cuma mau jujur kalau gue gak punya perasaan apa-apa. Makasih banget elo selalu bantu gue dari zaman kita sekolah. Tapi hati gue sepenuhnya cuma untuk Bumi."

Bagai disambar petir, ditusuk pisau, dihantam batu karang laut, Han sangat sakit hati. Akan tetapi, itu kesalahannya juga. Untuk apa menaruh rasa pada seseorang yang sudah memiliki dambaan hati?

Waktu akan terbuang sia-sia hanya untuk dia yang tak pernah menaruh rasa apa-apa.

"Meskipun gue nunggu dan terus berjuang?"

Senja mengangguk. "Jangan sama gue, Han. Selain penyakitan, gue memang gak cinta sama lo."

"Senja—"

"Gue masuk, ya? Seriusan gue capek banget mau istirahat."

Han menghela napas panjang dan akhirnya pasrah. Dia membuka kunci pintu dan membiarkan Senja masuk ke dalam rumahnya.

Sangat berat bagi Han, tetapi bila dipaksakan juga tidak akan membuahkan hasil yang dia inginkan. Memang sudah seharusnya dia menyerah dan tidak berusaha lagi.

Because absolute feelings are inviolable.

Because absolute feelings are inviolable

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ini bayinya moa bukan sih🥺🤧

Cakep betull💆

Film Out | Choi Beomgyu✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang