"Codru," panggil seseorang. Bulan sudah membumbung tinggi di langit. Full moon. Firasatnya tidak enak, tapi Stefan tidak bisa berbuat hal ini. Ini adalah jalan terakhirnya setelah mulut besarnya mengacaukan kehidupannya. Kakinya berjalan memasuki hutan lebih jauh. Hamparan lumut membuat pijakannya tidak stabil hingga ia tergelincir beberapa kali. Penerangan yang dimilikinya hanyalah galur-galur cahaya bulan dan juga rushlight di tangan kanannya.
Kaki Stefan terasa lelah setelah memasuki bagian hutan terlarang yang berada di utara. Kawasan yang tidak pernah dilalui orang-orang karena cerita yang turun temurun diperdengarkan mengenai bagaimana ada makhluk buas yang siap merangkak keluar dari kegelapan dan membunuh siapa pun yang memasuki wilayahnya. Suasanya hutan ini sangat tenang. Terlalu tenang hingga membuat seluruh indra pendengarannya sangat sensitif terhadap suara. Sedikit saja terdengar suara ranting yang patah membuatnya menoleh dengan cepat. Matanya harus mawas dengan keadaan sekitar, karena bisa saja Stefan tidak ditangkap oleh makhluk-makhluk itu tetapi oleh hewan buas. Demi Tuhan ia lebih rela bertemu dengan makhluk itu ketimbang hewan buas. Setidaknya Codru dapat membantunya untuk menyelesaikan permasalahan yang diakibatkan oleh mulut besarnya.
Pria tua berhenti di satu titik. Pohon besar yang konon menjadi tempat Codru tinggal atau menjadi tempat untuk memanggil makhluk itu keluar. Stefan, nama pria itu, menelan ludahnya sebelum dengan lantang berteriak. "Codru!" Tidak ada jawaban. Hutan itu masih sama heningnya seperti saat pertama kali ia menjejakkan kakinya di sana. Berulang kali ia meneriakkan nama itu dengan rasa takut yang semakin menjadi-jadi saat angin berembus dengan kencang setelah ia meneriakkan nama yang seharusnya tabu bagi orang-orang yang tinggal di daerah itu. Tapi peduli setan, ia memilih bersekutu dengannya ketimbang harus mati dan terlihat bodoh.
Angin semakin kencang berembus ketika Stefan selesai meneriakkan nama itu lagi. Rushlight di tangannya sudah kehilangan api sehingga semua yang berada di sekitarnya hanya berupa bayangan gelap. Sinar bulang tidak dapat memasuki hutan bagian tempatnya berdiri karena pohon lebat yang menaungi kepalanya menahan cahaya untuk masuk. Entah angin kencang atau rasa takut yang menggerogotinya hingga secara tidak sadar giginya bergemeletuk. Matanya yang tidak dapat melihat apa pun membuat tangannya meraba-raba sekitar hingga menemukan batang pohon besar. Punggungnya disenderkan di sana agar berkurang satu sisi yang harus dijaga. Setidaknya kali ini hanya tiga; kiri, kanan dan depan.
Tiba-tiba saja angin itu berhenti dan suara gemeresik pohon hilang dari pendengarannya. Stefan tidak dapat menahan tubuhnya bergetar ketakutan, mengantisipasi apa yang akan terjadi padanya. Sampai pada titik ini ia hanya dapat berdoa semoga saja cerita dongeng itu benar. Hingga suara langkah yang menghancurkan setiap ranting yang dilaluinya memasuki gendang telinga Stefan. Ia menelan ludahnya lagi dengan kasar, merasakan dingin padahal tidak ada angin yang berembus lebih menakutkan dibanding saat angin kencang menyapanya tadi.
"Apa yang anak manusia lakukan di sini?" tanya seseorang lamat-lamat. Suaranya rendah dan berat, tetapi sehalus beledu di telinga Stefan.
Tidak butuh suara kencang untuk Stefan mendengar apa yang makhluk itu katakan. Seluruh tubuhnya terasa dikomando tanpa ia sadari untuk memperhatikan setiap kata yang diucapkannya. Langkah itu berhenti di satu titik, di bagian tergelap yang tidak terjangkau matanya.
"A-aku ingin meminta sesuatu," jawab Stefan pelan. Matanya menyipit agar dapat melihat dengan lebih jelas. Berharap dapat melihat bayang-bayang dan memastikan bahwa suara itu adalah suara makhluk yang memang ingin ditemuinya alih-alih seseorang dari wilayahnya yang sedang iseng. Bukannya selamat, ia justru menjadi bahan olok-olok nantinya. Sayangnya, Stefan tidak dapat melihat apa pun selain pakaian berwarna hitam yang ia yakini terbuat dari kulit dengan sedikit aksen emas di sekitar lengannya. Hanya dua warna itu yang Stefan lihat melekat di tubuh pria yang berbicara dengannya sekarang.
"Apa yang anak manusia inginkan dari diriku?" Codru kembali bertanya, masih bersembunyi dibalik bayang-bayang kegelapan. Terlalu malas keluar dari sana hanya untuk berhadapan dengan anak manusia.
"Aku memerlukan benang emas," jawab Stefan dengan tergagap. Ketenangan yang melingkupi hutan ini tidak membuatnya merasa tenang barang sedetik pun. Terlalu mencekam.
Tawa pelan Codru terdengar di telinga Stefan dan memancing kengeriannya lebih dalam. "Untuk apa kau memintanya padaku?"
"Tidak ada yang memiliki benang emas atau pemintal yang menghasilkan benang emas selain dirimu." Tidak ada jawaban dari Codru membuat Stefan meragu, "Benar, 'kan?" lanjutnya.
Lagi-lagi Codru tertawa, kali ini sedikit lebih kencang dibandingkan sebelumnya. Ia memang memiliki pemintal benang emas, pemberian penyihir saat pertama kali ia memenangkan pertarungan dan menjadi pemimpin kaumnya. Ia tidak tahu bahwa berita itu tersebar hingga ke manusia. "Apa yang kau ingin lakukan dengan pemintal emas itu?" tanyanya. Tidak untuk memuaskan dahaga rasa penasarannya, karena ia tahu hal ini pasti tidak jauh-jauh dari ketamakan manusia. Terkadang ia bingung kenapa The Deity menciptakan makhluk satu ini penuh dengan ketamakan. Tapi siapa dia mempertanyakan keputusannya?
"Aku memerlukannya untuk bertemu dengan Pangeran esok hari," jawab Stefan lagi, kali ini tidak ada keraguan karena Codru pun tidak memberikan penolakan atas pertanyaannya.
"Lalu, urusannya dengan pemintalku apa?"
"Aku secara tidak langsung mengatakan memiliki pemintal emas," cicit Stefan yang masih dapat terdengar di telinga Codru dan membuat pria itu tertawa lantang.
The audacity of this creature, pikirnya. "Apa yang akan kau berikan jika aku meminjamkan benda itu untuk satu hari? Kau tidak terlihat memiliki sesuatu yang berarti sebagai alat tukar."
Stefan sudah memperhitungkan hal ini. Ia tahu tidak akan mendapatkan pemintal itu secara gratis dari Codru. "Aku akan memberikan lima ekor lembuku padamu." Di otaknya ia sudah memperhitungkan seberapa banyak uang yang akan didapatkannya dari benang emas itu. Pangeran tidak akan meminta benang itu darinya sehingga ia dapat menjualnya dan mengeruk keuntungan.
Pemikiran itu membuat Codru mendengkus. "Sepuluh ekor lembu dan kau dapat meminjamnya untuk satu hari," putus Codru akhirnya. Raut wajah Stefan yang tadinya ketakutan berubah seratus delapan puluh derajat sekarang. Nominal uang yang didapatkannya akan berkurang memang, tapi setidaknya wajahnya terselamatkan. "Pulanglah, di pagi hari pemintal itu akan berada di rumahmu," lanjutnya.
Codru menarik ujung bibirnya dan memperlihatkan seringai mengerikan saat melihat punggung Stefan ditelan kegelapan. Ini akan menarik, pikirnya.
**
28/6/21
Hey ho, aku merevisi cerita ini dari awal hingga akhir yaa. Di multimed ada lagu yang aku dengarkan waktu nulis ini dari Adhita Sofyan, judulnya Immortal Mellow. Kinda match with Codru vibe.
Karena ini genre fantasi/paranormal/vampir pertamaku, kalau man teman ada masukan dan juga saran sila ketuk DM ku di IG @akudadodado yaa.
Terima kasih buat yang sudah baca versi lamanya :)
KAMU SEDANG MEMBACA
Rumpelgeist [FIN]
FantasyDaftar Pendek Wattys 2021 [PART LENGKAP] May contain violence. Tumbuh di keluarga yang sangat percaya takhayul membuat Gian tidak pernah percaya pada makhluk tak kasat mata. Baginya, hal-hal seperti itu ditujukan untuk menakutinya, yang sayangnya...