Beda Imaji 2

2.1K 253 46
                                    

Rekomendasi : Misellia Ikwan - Akhir tak Bahagia

***

Malam ini bintang mengingatkanku padamu
Indah terang seperti matamu yang selalu kupandang

Ragu, terdengar dari langkah berat itu. Terseret bersama, terbawa lalu bekunya angin malam. Serempak. Kaki kaki itu melangkah beriringan seperti enggan dipisahkan apapun. Tak ada yang mau, satupun dari mereka.

"Dulu kita sering lewat sini, kan?"

Dialog dimulai oleh sang putri. 

"Sekarang juga masih."

"Berangkat sekolah, pulang, lanjut les, sampai pulang ke rumah. Selalu lewat sini."

Kemudian langkah itu berhenti di sebuah bangku putih panjang.

"Duduk dulu, ya? Aku capek."

Setelah tubuh melekat pada bangku, sang putri mendongak. Segera, langit malam penuh bintang menyapa mata eloknya.

"Liat! Banyak banget bintangnya!" Ucapnya hangat ceria, seolah ingin melawan dinginnya malam kini.

"Indah, ya? Kayak mata kamu hehe." Tawanya pelan, penuh pilu.

"Kamu dulu gombal gitu, masih inget gak?"

Membiru. Setetes air jatuh, namun senyum terkembang sendu.

*

Lembut tutur katamu
Merdu tawamu

"Dipake jaketnya, Cantik, bukannya diiket di pinggang gitu."

Tangan hangat itu melepas jaket dari pinggang, lekas dipakaikan ke tempat semestinya.

"Ini style tau!" Ungkapan tak setuju terlontar dari balik bibir ranum sang putri yang agak maju beberapa mili.

Tawa merdu mengalun dari bibir sang pangeran, "Gemes banget, sih." Lalu, cubitan kecil jatuh di pipi.

"Yuk, udahan duduknya. Langit lagi marah kayaknya."

"Marah gimana? Cerah gitu."

"Gak denger suara langit lagi banting piring?"

"Langit mana punya piring, ih!"

Kembali tawa itu mengalun, merdu teratur namun lebih keras.

Sebuah tangan jatuh di kepala, "Mau hujan, Cantik. Dingin. Ayo pulang!"

*

Parasmu yang menawan
Buat diriku tak bisa lupa

"Sebel sebel sebel!"

"Kenapa?"

"Tutupin mukanya!" Tangan sang putri menutupi wajah pangerannya.

"Buat apa?"

Terburu-buru. Wajah tampan itu tertutup sementara. Hanya sementara karena setelahnya tangan sang putri ditarik menjauh.

"Kakak, ih! Makanya jangan kayak Maskoolin."

"Maskoolin?"

Sang putri berhenti melangkah lalu membuang tatapan merahnya pada pohon akasia dekat mereka, "Terlalu tampan."

*

Dari banyaknya insan di dunia

"Udah malam, mau pulang?"

"Nanti. Aku gak suka di rumah. "

*

Mengapa dirimu yang aku sangka
Bisa temani hari-hariku yang tak selalu indah

"Aku kan rumahmu. Masih gak suka?"

Ragu dan teduh bertemu pandang.

"Jangan bilang gitu kalau kakak gak yakin."

"Aku yakin, Cantik." Teduh dan hangat, tatapan itu hanya milik sang pangeran.

Sang putri menggeleng, "Aku gak yakin sama semesta, Kak."

*

Walau kita tak bisa bersama

Hawa dingin itu menyentakkan angan. Membawa pada kenyataan. Lagi, air jatuh. Lebih deras dan terdengar pilu karena langit ikut membiru.

Dipertemukan semesta

"Harusnya waktu itu kamu cerita, Kak."

Secangkir coklat hangat di meja teronggok begitu saja. Mendingin perlahan seperti atmosfer di sekitarnya.

"Aku takut kamu pergi."

Sang putri membuang pandangan, enggan menatap lebih lama mata teduh pembuat lara itu. Salah, karena pandang malah bertemu dengan tatapan sendu milik seseorang di seberang.

"Tapi gak gini caranya. Kamu bohongin aku."

"Listen, akuㅡ" Tangan yang hendak menggapai lekas ditepis pelan, beralih menunjuk belakang punggung sang pangeran guna mengalihkan atensi sang pembuat lara.

"Calon istrimu udah nungguin, tuh." Potongnya cepat. Terlalu cepat karena enggan kembali memupuk harapan yang sudah layu. Pun sebagai pengingat bahwa yang di depannya bukan lagi pangerannya.

Sang pangeran segera menoleh pada putrinya.


"Pulang, Kak. Dia rumahmu."

Sudah cukup waktunya untuk jadi tempat singgah sang pangeran yang sudah jadi milik putri lain.

Walau berakhir tak bahagia

"Raguku gak salah, kan? Kamu bukan rumahku."

Sang pangeran menunduk, "Maaf."

Sang putri tersenyum lebar penuh tegar. Sedang, kedua tangan mengepal erat, memberi kuat pada diri sendiri untuk melepas.

"Pulanglah." Ucapnya pelan. 

Karena sejatinya sang putri tahu. Sejak dulu, dia hanya tempat singgah harap yang tak sungguh. Semesta telah berbaik hati. Memberi tahunya kenyataan sebelum hancur semakin lebur.

***

Waduh, beraaattt. Ahaha sorry, Dear.

Anw, halunya kencengin lagi yuk! Jadi, siapa nih yang kamu bayangin?

Kalo aku sih..







Hendery.

Jangan lupa ya ini cuma bahan halu. Tolong jangan bawa ke kehidupan nyata idol, lapak lain, apalagi ke kehidupan kamu sendiri. Jadiin ini hiburan, just it!
Anw, Sye kepo, kamu tau buku ini dari mana sih? Cerita dong! Xixixi

Terakhir dari aku, selamat berhalu ria! 

NCT asTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang