Nakamoto Yuta ▪ Stranger

7.5K 998 55
                                    

.

Aku setengah takjub memandang lautan manusia di sekitarku. Berwarna-warni dan penuh semangat. Kompak berseru lantang untuk menuntut, membatalkan UU yang sudah telanjur disahkan tanpa transparansi kepada rakyat. Yap, saat ini aku sedang demo di depan gedung pusat, tempat orang-orang berdasi yang mendeklarasikan diri sebagai 'wakil rakyat'.

Aku membenarkan masker dan merapatkan almamater di tengah teriknya cuaca. Tak apa panas, yang penting aku aman.

Mulutku ikut berseru seperti teman-teman mahasiswa yang lain, walaupun dalam hati tetap was-was karena tidak tau apa yang akan terjadi nanti. Karena hari ini aku nekat turun sendiri tanpa teman yang kukenal dan tanpa meminta izin orangtuaku, kalian tidak boleh meniru ini.

Di tengah hiruk pikuk dan panasnya cuaca, aku samar-samar mendengar ledakan. Serta merta aku menahan napas lalu tak sampai di situ, tiba-tiba dari arah depanku muncul sesuatu yang berasap. Mulai dari situ, kekacauan terjadi. Orang-orang di depanku segera berbalik dan menjauhkan diri dari benda itu, gas air mata tepatnya.

Aku yang kurang sigap hampir saja terjungkal kalau saja tidak ada sesuatu yang menahan tubuhku lalu menarikku dengan cepat ikut untuk mundur dari barisan itu.

Semuanya kacau. Aku terpontang panting mengimbangi tangan yang menarikku. Sekali lagi hampir saja aku jatuh, namun orang itu dengan sigap menahan tubuhku.

"Kamu gakpapa?"

Aku mengangguk cepat lalu dia menarikku lagi setelah mendapat jawabanku.

Kami berhenti cukup jauh dari tempat tadi. Napasku hampir putus rasanya, sejenak aku longgarkan masker yang kupakai. Menarik napas sebanyak-banyaknya setelah berlari sejauh itu, melupakan fakta bahwa tanganku masih tergenggam oleh tangan basah seseorang. Aku menoleh pada sang empunya tangan yang juga sedang menatapku.

Dia menarik maskernya ke bawah, "Kamu gakpapa?"

"Gakpapa. Makasih ya udah nolongin."

Dia mengangguk lalu melepas genggaman tangannya.

"Sorry, tadi saya main tarik aja. Takut kamu kenapa napa soalnya. Kan kamu cewek."

Aku tersenyum kecil dari balik masker, "Gakpapa, malahan harusnya gua berterima kasih banget sama lo."

"Kamu duduk aja di situ, saya cari minum dulu."

"Gak usah! Gua bawa minum, kok."

Spontan aku mengambil dua botol air minum dari dalam tasku dan memberikan sebotol padanya yang langsung diterima.

"Thanks."

"Sama-sama."

Aku duduk lalu meluruskan kaki. Setengah lega karena ada orang yang menolongku tadi. Kubuka masker yang sejak tadi masih membungkus hidung dan mulutku. Kemudian minum dengan perasaan lega, walau belum sepenuhnya lega karena perjuangan ini belum selesai.

"Naon?"

"Aman yeuh. Tenang wae."

Aku menajamkan pendengaran. Lalu setelah sadar itu orang yang menolongku, aku menoleh padanya yang sedang bertelfon.

"Di mana? Oh, iyeu di harep warung nu tutup tea."

"Sorangan. Eh, duaan."

Dia menatapku balik sambil tersenyum.

"Hooh, aing ka ditu."

Kalimat terakhir itu mengakhiri obrolannya dengan orang di telfon.

NCT asTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang