Lee Taeyong

14.1K 1.5K 29
                                    

.

Aku mengelus perutku yang lagi lagi berbunyi. Kemudian mataku tak sengaja melirik jam dinding di atas pintu.

Setengah sembilan malam.

Aku mengerang lirih, ternyata merevisi skripsi bisa selama ini tapi aku tak merasanya. Kuregangkan badanku yang lumayan kaku lalu menarik napas panjang.

Kuambil ponsel yang sejak pagi tidak kusentuh, kuhidupakan data selulernya. Ada banyak pesan masuk, tapi tidak ada satupun pesan dari Taeyong.

Aku tambah cemberut. Pacarku satu itu memang kelewat cuek, kadang terasa menyebalkan.

Kuputuskan untuk mengirim pesan lebih dulu padanya.

Aku terlonjak dari kasur, mengabaikan laptopku yang sejak pagi menyala, langsung berlari ke pintu depan kosan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aku terlonjak dari kasur, mengabaikan laptopku yang sejak pagi menyala, langsung berlari ke pintu depan kosan.

"Eh, ngapain?"

Mataku membulat melihat Taeyong duduk di sana, dekat pot besar bunga mawar. Ada kursi plastik hijau khas seperti di tempat kondangan.

Dia berdiri dan menghampiriku lebih dulu lalu menyodorkan plastik yang berbau harum. Aku tak langsung menerima tetapi kupindai dulu isi plastik itu.

"Ambil."

Aku balik menatap dia lagi, kuambil plastik itu dari tangannya.

"Apa ini?"

"Bom." jawabnya singkat. Aku melotot.

"Ih, yang bener?!"

Kujauhkan si plastik ini dari badanku walau masih kupegang. Dia malah menatapku aneh.

"Itu nasi goreng, bodoh,"

Sekarang aku malah menatapnya polos seperti anak kecil yang habis dibohongi. Dia yang sepertinya gemas padaku langsung mengambil alih si plastik tadi dan mengeluarkan isinya. Oh benar, itu nasi goreng yang dibungkus styrofoam.

Aku meringis dan menggaruk tengkukku yang tidak gatal. Dia mendengus melihatku begitu.

"Makan. Katanya laper."

Tanpa berkata apa-apa aku lari masuk dalam kosan lagi, mengambil sendok dan juga air putih dingin.

"Makan bareng ya, Tae."

Dia menggeleng, "Gua mau langsung pulang."

Aku cemberut mendengar jawabannya. "Ih, masa pulang,"

"Makan dulu, dong. Ya ya ya?"

Aku mengerjapkan mata berkali-kali, berlaku sok memohon seperti anak anjing. Dia malah mendengus lalu mengalihkan pandangannya.

"Taeㅡ" aku masih belum menyerah membujuknya.

"Iya, buru makan."

Aku tersenyum lebar lalu menyerahkan satu sendok padanya.

***

"Ya aku kesel, lah, Tae. Aku udah lembur dua hari, masih banyak coretan gini. Aku tuh capek, hiksㅡ revisi mulu,"


Di taman depan fakultas seni, aku dan Taeyong bertemu. Sebenarnya aku yang tadi menelfon dia sambil menangis meminta dia untuk menemui aku di sini. Dan dia langsung mengiyakan.

Kuelap air mata yang sedari tadi bercucuran dengan tisu. Selanjutnya aku melirik pada Taeyong yang sejak tadi hanya duduk di sebelahku tanpa berkata apa-apa.

Ternyata dia pakai airpod. Jadi, dia gak dengerin aku?

"Kamu dengerin aku gak, sih?!" Kataku kesal, dia menoleh lalu tersenyum tipis, tipis sekali sampai kukira itu hanya halusinasiku.

"Udah nangisnya?"

Dia melepas airpod nya. Tapi karena aku telanjur kesal, aku malah memunggunginya dan bersedekap dada.

"By." panggilnya. Aku agak terkejut karena  dia tidak pernah memanggilku begitu kalau aku tidak memintanya.

Dia memegang pundakku, lalu membalik tubuhku agar berhadapan dengan dia lagi. Aku hanya diam sambil sesekali sesenggukan sisa tangis tadi.

Dia tiba-tiba tersenyum, meraih kedua pundakku lalu menarik aku dalam dekapannya. Aku menangis lagi melihat sikapnya ini. Tiba-tiba aku terenyuh.

"Kok nangis lagi, sih?" Dia tertawa kecil.

"Kamunya tumben gini, huwaa."

Dia tertawa makin keras, aku jadi malu hingga kusembunyikan wajahku di dadanya yang terbalut kaos dan jaket hitam.

"Cup cup jangan nangis lagi. Nanti kalah jelek muka lo sama kertas skripsi lo,"

Kupukul punggungnya karena kesal lagi.

"Hiksㅡkamu tuh yaㅡ"

Dia mengelus rambutku lembut, "Iya maaf. Udah jangan nangis lagi, malu sama umur."

Aku hanya bergeming dalam pelukannya. Malu juga sih sebenarnya.

"Ayo pulang. Lo udah gak ada jadwal, kan?"

Aku mengangguk kemudian melepas pelukan itu dan menatap wajahnya yang tak sedingin biasanya.

Dia berdiri sambil mengulurkan tangan.

"Ayo!" Kusambut tangannya lalu menggenggam tangan hangat itu erat.

Dia memperhatikan aku lamat, seperti menelisik. Selanjutnya dia melepas tautan tangan kami dan melepas jaketnya kemudian diikatkan di sekitar pinggangku.

"Lo lagi dapet, ya?"

Aku mengerjap pelan lalu menepuk dahiku keras. Mau menangis lagi rasanya. Pantas saja aku moody hari ini.

***

"Cup cup jangan nangis lagi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Cup cup jangan nangis lagi. Nanti kalah jelek muka lo sama kertas skripsi lo."

Lee Taeyong sialan tapi aku sayang.

NCT asTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang