Liu Yangyang ▪ Musuh ✅

6.7K 1K 95
                                    

.

"Katanya lo suka sama gua, ya?"

Aku menggenggam sendok di tanganku erat. Susah payah menelan makanan di mulut yang tiba-tiba terasa hambar saat mendengar suaranya. Apalagi saat melihatnya duduk tepat di depanku ditambah ekspresi mengejeknya, membuat makin tak nafsu makan. Sekuat tenaga pula aku menahan amarah di depan banyak orang karena masih punya malu.

"Diem." Desisku penuh dengan nada ancaman.
Tapi dia tetap menghiraukan.

"Iya iya gua tau lo suka sama gua, kan. Tenang aja, semua orang udah tau, kok. Tapi maaf aja ya, gua gak selevel sama lo."

Aku menghela napas dalam. Menyesal mengapa pernah mempunyai perasaan lebih untuk orang menyebalkan ini.

"Ya abis gimana ya, kita kan dari dulu musuhan, masa gua harus pacaran sama musuh gua sendiri? Apa kata dunia?" Katanya dengan ekspresi paling menyebalkan dari hari ke hari. Tapi kuhiraukan.

Aku memutuskan untuk kembali memakan makananku walau rasanya sudah tak senikmat sebelum ada orang ini. Iya, aku enggan menyebut namanya. Haram untuk bibirku.

"Lo pasti tau, lah. Gua kan terkenal dari jaman SMP dulu. Kalo orang orang tau gua pacaran sama lo, hancur udah reputasi gua sebagai-"

"Lo pilih diem atau gua cabik cabik mulut lo pake garpu?" Aku mengangkat sebuah garpu yang sejak tadi kupakai untuk makan.

Dia kontan diam. Membuat aku tersenyum miring, lalu mengacungkan garpu itu tepat di depan wajahnya.

"Selagi lo masih jadi pecundang. Lo juga gak pantes buat jadi pacar gua." Balasku, lalu melempar garpu tersebut tepat di hidungnya.

Namun meleset jadi mengenai pipi kirinya karena dia menghindar.

Sialan, Batinku.

Dia memegangi pipinya yang lecet sedikit, "Jadi begini kelakuan Si Anak Emas? Kok gak sopan, ya."

Aku tersenyum, "Gua cuma sopan ke manusia normal dan sehat, bukan setengah stress kayak lo."

"Kenapa nih?"

Aku dan orang itu menoleh pada Haechan yang datang dengan segelas tea jus dingin di tangannya.

Aku tersenyum kecil pada Haechan, "Telat lo, geblek!"

Aku beranjak, meninggalkan tempat kejadian dihadiahi tatapan tak suka dari orang orang yang sejak tadi menonton. Haechan mengekor.

"Kenapa liat liat?" Tanyaku pada salah satu siswa yang masih menatapku tak suka.

"Otak lo gak waras, ya?" Aku tau dia bertanya hanya untuk sekadar sarkas.

"Iya, nih, hahaha." Balasku lalu benar-benar pergi dari sana.

"Lo tuh yang gak waras!" Haechan menunjuk orang tadi, membalasnya dari belakangku. Diam diam aku hanya tersenyum.

***

"Lo kalo dikatain, bales dong! Masa harus gua yang bales."

Sepanjang jalan Haechan masih saja mempermasalahkan pasal tadi. Aku enggan membalas karena tau ini akan panjang.

Dia menyedot habis tea jus miliknya, lalu memakan es batu yang tersisa. Aku hanya memperhatikan tanpa berkomentar apa-apa.

"Ck, malah diem aja."

"Lah, gua harus ngapain? Salto depan lo?"

Dia mendengus, "Bales, geblek. Jangan nunggu gua yang bales."

Aku mengangguk, "Iya dah iya."

Aku berhenti di tepi koridor, tiba-tiba enggan masuk kelas karena di kelas ada orang itu. Haechan lagi lagi mengekori.

"Jangan iya iya aja-"

"Eh, Si Anak Emas sama anteknya lagi bolos nih. Cepuin, ah!"

Aku memejamkan mata. Ternyata perkiraanku meleset. Aku kembali merasa jengkel ketika mendengar suara ini.

"Masalah banget buat lo?" Haechan lebih dulu membalas. Aku memilih untuk menatap Haechan terlebih dahulu setelah membuka mataku sebelum menemukan wajah menjengkelkan itu lagi.

Orang itu tertawa. Lalu matanya memandang kami remeh.

"Lo," tangannya menunjuk aku.

"Gak usah tunjuk tunjuk!" Haechan menepis tangan orang itu. Aku hanya diam memperhatikan.

Atensi orang itu beralih pada Haechan.

"Lo gak usah ikut campur." Katanya.

Haechan jelas tak terima dan langsung mencengkeram kerah orang itu.

"Selagi lo berurusan sama sohib gua, ini bakal jadi urusan gua juga."

"Chan." Aku reflek memegang sebelah tangan Haechan. Ketika dia menoleh, aku hanya menggeleng. Lalu dia melepaskannya.

Orang itu merapikan seragamnya lagi.

Aku maju selangkah, menatap orang itu setajam yang aku bisa. Menatapnya tepat di mata dengan perasaan campur aduk.

"Dengar ya, Mantan Gebetan. Gua udah gak ada urusan lagi sama lo. Perihal perasaan gua dulu, itu cuma sekedar kebodohan gua aja. Dan gua amat menyesalinya."

Aku menekan setiap kata yang kuucapkan.

"Gua minta tolong dengan sangat, jangan ganggu gua lagi. Jangan ungkit masa lalu itu karena di mata gua sekarang, lo malah keliatan ngarep gua sukain lagi."

Aku balik tersenyum remeh padanya ketika selesai berbicara. Dia tampak terkejut tapi enggan menyangkal. Hatiku makin puas melihatnya.

Aku berbalik, "Yuk, Chan. Si Anak Emas pengen bolos, nih."

"Kuy!"

Aku dan Haechan dengan semangat meninggalkan orang itu, sebelum suaranya menginterupsi lagi.

"Gua emang udah suka sama lo,"

"Kayaknya gua kena karma, ya? Haha."

Aku kontan memaku di tempat. Haechan tak jauh beda, tapi dia lebih dulu sadar.

"Gak bisa. Gua gak mau saingan sama lo."

Apa lagi ini, Tuhan?

***

Duh, direbutin nih.

Special for u Ganiarahmaaina
Lunas ya.

NCT asTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang