Mark Lee ▪ Pacar ✅

13.1K 1.2K 107
                                    

.

Aku mencengkram ujung jaket milik Mark erat. Menerima terpaan angin yang berhembus kencang. Dalam kecepatan motor yang kami tunggangi, aku menikmati perjalanan berbahaya ini, padahal tujuan kami hanya untuk pulang.

Tak lama motor berhenti, seketika mataku ikut terbuka dan langsung menatap ujung jalan buntu di depan kami dengan kening yang bertaut.

"Mark--"

"Turun." Titahnya, dan aku langsung menuruti.

Aku melepas helm yang kugunakan lalu memegangnya erat, sejujurnya aku sedang takut. Mark ikut turun dari motor dan melepas helmnya, tak lama tangan lebar itu mengusak rambutnya yang agak berantakan.

Dia mengulurkan tangan meminta helm di tanganku, aku memberikan helm padanya yang langsung meletakkan helm di atas jok motor.

"Sini tangan lo."

Dia mengulurkan tangannya lagi yang kusambut dengan senang hati, perlahan rasa takutku menguap. Hangat menjalari pipiku saat tangan kasar itu dengan mantap menautkan jemarinya dengan milikku.

Dia membawaku menuju suatu bukit kecil, menggandengku tanpa meremas erat, menimbulkan rasa nyaman yang lain.

"Mau ke mana, Mark?"

Dia hanya menoleh sebentar padaku tanpa menjawab. Namun genggaman di tanganku mengerat sedikit, membuat aku bertanya-tanya.

Tak lama kemudian dia berhenti, tentu saja aku ikut berhenti. Mataku sontak berbinar-binar melihat padang ilalang luas di depan kami, kebetulan ilalangnya sedang berbunga.

"Wah, bagus banget!" Aku memekik senang.

Dia menarik tanganku agar kami berdekatan.

"Mau masuk ke sana?"

Aku memiringkan kepala, menatapnya penuh harap, "Boleh?"

Dia mengangguk sekali kemudian kembali menarikku agar mengikutinya. Mark berjalan di depanku, sebelah tangannya yang kosong menyibak ilalang di depan kami agar mempermudah jalan kami.

"Mark--"

"Jangan ngomong sebelum sampe." Aku kontan mengatupkan bibir.

Sepanjang jalan aku hanya menunduk, memperhatikan bawahku sembari bersiaga untuk melompati ranting atau akar pohon. Hingga Mark yang tiba-tiba berhenti membuat aku menabrak punggung lebarnya dengan keras.

Aku mengusap atas kepalaku yang bersundulan dengan punggung Mark tadi, disitu agak nyeri.

"Sakit?"

Dia menatap aku dengan wajah datarnya, walau tadi sekelebat aku melihat khawatir di matanya. Aku menggeleng dan meringis kecil untuk merespon.

"Gakpapa."

Aku menarik tanganku dari genggamannya. Berlagak membenarkan rambut, aku malah membeku saat tangan Mark menepis pelan tanganku untuk menggantikan merapikan rambutku. Dia berjalan ke belakang tubuhku tanpa melepas tangannya. Lalu dengan terampil dia mengumpulkan rambutku ke belakang dan mengikatnya dengan tali rambut yang selalu tersedia di saku jaketnya.

Dia menalikan rambutku dengan hati-hati, "Kekencengan gak?" Aku menggeleng untuk menjawabnya.

Setelah memastikan rambutku terikat, dia kembali berdiri di sampingku. Aku melirik dia dengan senyum lebar yang terpatri di wajahku.

Dia menoleh dan menautkan dahi tatkala melihat aku yang masih tersenyum sambil melihatnya.

"Kenapa lo?"

Aku mengedikan bahu, "Seneng aja."

"Mark." Panggilku sambil menatapnya. Dia berdeham tanpa menatapku, tangannya sibuk mencari sesuatu dari dalam saku celananya.

"Kamu cari apa?"

Dia tidak menjawab. Pertanyaanku terjawab beberapa saat kemudian ketika ia mengeluarkan sebungkus rokok dan koreknya.

Aku sontak menahan tangannya yang hendak mencabut sebatang rokok, dia menatapku masih dengan tatapan datarnya.

"Jangan merokok lagi. Aku gak suka."

Kulihat dia tersenyum miring dan membalas tatapanku dengan tatapan tajamnya, "Kenapa lo peduli?"

"Mark, aku pacar kamu." Kataku pelan sambil menunduk, tiba-tiba rasa takutku datang lagi.

Dia mendengus pelan lalu menepis tanganku. Yang membuat aku terkejut adalah saat dia tiba-tiba membuang bungkus rokoknya, lalu menarik daguku agar mataku bisa menatapnya.

Aku mengerjap takut. Dia memandangku tanpa berekspresi sejenak lalu tersenyum tipis dan maraihku untuk didekap dalam kehangatan miliknya. Aku tentu saja membeku kaget.

"Lo milik gua satu-satunya. Keinginan lo, harus gua penuhi. Apapun itu."

"Mark--"

"Hug me, please." Pintanya dengan suara lembut yang jarang sekali dipakainya.

Aku mengangguk dan balik memeluknya erat. Dia membenamkan wajahnya di rambutku.

"Rambut lo wangi, gua suka."

Aku mengangguk pelan untuk meresponnya. Kemudian dia merenggangkan pelukan, perlahan melepas dekapan hangatnya. Bodohnya dalam hati aku merasa sedikit kecewa.

Dia melepas jaket untuk selanjutnya menggelarnya di atas tanah kering di antara ilalang yang mengelilingi kami.

"Duduk."

Aku duduk dengan hati-hati, meluruskan kakiku agar rok seragam yang kupakai tidak tergibas angin, kemudian dia merebahkan badan dengan pahaku sebagai bantalan. Tangan besarnya menutup wajahnya menghalau sinar matahari sore agar tidak langsung menyilaukan.

Hening melingkupi kami. Namun suara burung dan binatang-binatang lain mengalun untuk menemani kami yang betah diam dengan sejuta pikiran di dalam kepala.

"Seandainya lo dan gua bisa selamanya, apa yang lo rasain?"

Aku berpikir sebentar, lalu mataku menerawang ke depan dengan senyum kecil di bibir.

"Pastinya aku bakal seneng banget, dan pastinya juga aku akan berterima kasih kepada Tuhan karena mengizinkan aku untuk bareng kamu selamanya."

Aku menunduk untuk menatapnya, "Tapi Mark, selamanya itu gak ada."

"Dan gua benci kenyataan itu."

Hening melingkupi kami, lagi. Dalam hati aku berteriak agar sesuatu membuat kami tidak begini.

Mark kembali memecah keheningan, "Seandainya ibu lo sama papa gua gak nikah, apa selamanya bisa jadi milik kita?"

Aku tertegun di tempatku. Menatap kosong ilalang yang menari terbawa angin, bergoyang-goyang mempersembahkan tontonan untukku.

Mark tersenyum miring, terkesan sinis. Tapi aku tahu dia adalah orang yang paling terluka.

"Dari reaksi lo, gua tau jawabannya."

Aku mengemam bibir, setengah mati menahan agar aku tidak meneteskan air mata yang bisa saja langsung mengenai Mark, pacarku.

Yang juga calon saudara tiriku.

****

Req : kodokkencing
Here for you💚
Entah ini udah cukup tsundere atau belum, tolong terima ya :)

Dear, maafkan saya.
Sesungguhnya saya cuma mau kalian tahu bahwa selamanya itu gak ada, dan gak semua bisa berakhir bahagia.

Jadi, selamat malam💚

NCT asTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang