Kim Jungwoo ▪ Sepupu

9.5K 1.2K 31
                                    


.

"HEH, JUNGWOO! BALIKIN SANDAL GUA!"

Manusia kelebihan kalsium itu masih saja berlari membawa sebelah sandalku tanpa membalas teriakanku tadi, meninggalkan aku di belakangnya yang terengah-engah karena lelah sejak tadi mengejarnya.

Aku berhenti berlari, berdiri sambil menumpukan tangan di lutut. Lalu melirik kedua kakiku yang hanya beralas sebelah sandal saja.

"SINI DONG KALO MAU BALIK SANDALNYA, NDUT."

Jungwoo sialan pake ngatain aku gendut segala.

Kulirik dia yang berdiri congkak di bawah pohon palm depan rumah pak RT, bibirnya tersenyum mengejek. Aku tau karena melihatnya.

Aku melengos kesal lalu berbalik, "BODO AMAT, GUA BILANGIN BUNDA LO YA!"

"EH EH, JANGAN! DASAR NGADUAN!"

Aku tak peduli. Tetap kulangkahkan kaki ini menuju rumahku lagi, tempat berkumpulnya keluarga besar kami karena ada arisan keluarga.

Tak lama kudengar langkah kaki mendekat. Lalu setelahnya sebuah tangan mendarat di pundakku.

"Bercanda elah, nih gua balikin."

Selanjutnya sebuah sandal dijatuhkan di depanku, aku langsung berhenti untuk memakainya tanpa berbicara apa-apa dan lanjut jalan lagi.

"Eh, lo mau kemana?"

Aku tetap diam. Tentu saja sambil melangkah lebih cepat, menjauh dari manusia menyebalkan yang sekarang membututiku.

"Ndut, marah?"

Aku bergeming.

"Ndut?"

Aku menoleh lalu melotot galak, "Bacot!"

Jungwoo tersenyum lalu mengamit sebelah tanganku. Aku hanya melirik.

"Gua tuh kangen tau,"

Dia menghela napas sejenak, agaknya akan ada bahasan serius setelah ini.

"Udah lama ya kita gak main kejar-kejaran kayak tadi. Kalau di sekolah kita malah kayak orang asing, padahal sepupuan."

Aku terpekur.

Kemudian, dia berhenti yang membuatku ikut berhenti juga.

"Kenapa sih? Gua ada salah?"

Aku mengigit bibir, bingung mau menanggapi seperti apa.

"Ndut, sariawan lo?"

"Ck, enggak."

"Terus?"

"Lagian lo famous banget di sekolah."

"Ya terus?"

"Nabrak." Kataku, lalu melengos agar tak menatapnya.

Dia malah menarik-narik tanganku, "Ih, Ndut, serius."

"Gua males nanti cewek-cewek di sekolah malah nyerbu gua. Lo tau, lah."

Jungwoo menarik sebelah pipiku, "Aelah, gak bakal."

Kupukul tangannya hampir sekuat tenaga.

"Sakit, njir."

Tak lama dia tersenyum lebar, "Lagian ya, Ndut, nanti kalo ada yang macem-macem sama lo, gua bakal maju paling depan."

Aku terharu mendengarnya. Kutundukkan kepala agar air yang terkumpul tak terlihat matanya.

"Tuh kan baper.." katanya lagi, sekarang malah tertawa menyebalkan.

"Apaan sih, kagak!"

Jelaslah aku mengelak, harga diri, sist!

"Udah deh, ah! Drama amat."

Kulanjutkan jalan lagi untuk masuk dalam rumah karena sejak tadi kami berdiri depan gerbang rumahku.

"Eh, Ndut tunggu dulu!"

"Apaan lagi sih, Wowo?!"

Dia tertawa keras, "Kok lo masih inget panggilan kecil gua sih, njir?"

"Katanya tadi sepupu, gimana, sih." Jawabku sewot.

Dia berjalan mendekat ke aku.

"Ndut, gua sayang banget dah sama lo. Ini suwer, gak pake boong."

"Iya tau, Wowo."

Dia merentangkan tangan sambil tersenyum seperti anak kecil, aku sudah menatapnya curiga.

"Mau peyukkk.."

Aku melotot, "Idih, Jungwoo. Geli!"

***

"Ndut, sandal lo dicolong Rembo, Ndut!"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Ndut, sandal lo dicolong Rembo, Ndut!"

"Ambilin lah, Woo."

"Tapi boong. Tuh sandalnya gua lindes di ban motor gua."

"WOWO ANTEKNYA SETANNNN!"





NCT asTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang