Petang datang menyelimuti Heemin yang masih terduduk lemas disudut lorong. Ia iba pada dirinya sendiri, menyedihkan.
Disaat seperti ini, Yoongi yang seharusnya mentertawakan keadaannya justru ada disampingnya, rasa cemas Yoongi bahkan sampai sempurna pada diri Heemin.
Rasa sesal menyeruak saat mengingat bagaimana dirinya membiarkan Yoongi kecil menangis, membiarkan Yoongi yang baru duduk di bangku SMA terpuruk karena kehilangan ibunya, membiarkan Yoongi keluar dari istananya sendiri. Itu semua hanya karena masalah kasih sayang dan harta yang dibagi Daejang. Padahal, memang pada dasarnya hanya Yoongi yang berhak atas itu semua. Dirinya dan Daechan hanya orang asing yang dibawa untuk menghancurkan Yoongi dan ibunya. Yoongi sudah sangat menderita, pikirnya.
Terdengar suara langkah dari arah timur semakin mendekat padanya. Seorang lelaki duduk disamping Heemin sembari memberikan sebuah roti. "Makanlah." Ujar Yoongi.
Eun Joo semakin sesak saat Yoongi semakin peduli padanya. Ia menggelengkan kepala tanda tak mau menerima roti itu.
"Rotinya enak. Aku tak akan meracuni mu, Noona." Kata Yoongi sembari menyandarkan dirinya pada dinding rumah sakit.
"Apa aku pantas menjadi noona-mu, Yoongi?" Tanya Heemin.
Cukup aneh mendengar itu dari Heemin yang selalu berlawanan arah dengannya. Yoongi terkekeh, "tunggu, kau jangan berpura-pura baik padaku. Baru saja aku menghargai kejujuran mu tentang membenciku." Katanya.
"Mianhae." Ucap Heemin, entah kenapa berbeda rasanya. Kalimat ini tulus sampai pada Yoongi.
"Wae? Ini bukan dirimu." Ucap Yoongi.
Heemin menoleh dan menatap Yoongi, "kau percaya padaku jika aku berkata aku tak ada sangkut-pautnya atas peneroran yang kau terima itu?"
"Jujur saja, sulit." Singkat Yoongi.
Heemin mengangguk-angguk, "pasti. Kita bahkan tak memiliki kenangan baik. Bagaimana bisa kau percaya padaku."
"Sudahlah." Yoongi menyodorkan kembali sebungkus roti yang sudah ada dihadapan Heemin itu.
"Bagaimana jika aku membantumu? Membantumu memecahkan-"
"Jangan pikirkan yang lain, Noona. Makan saja." Yoongi mengambil roti itu lalu membukakan plastik yang menutupi—meraih tangan Heemin untuk ia tuntun memegang roti yang sudah terbuka.
"Teman ibumu banyak. Pasti akan lelah saat diupacara pemakaman nanti." Lanjut Yoongi.
Heemin menunduk menangis sembari memakan roti itu sedangkan disana Yoongi tersenyum tipis melihat Heemin. "Sekretaris Kim sudah menyiapkan baju ucapara pemakamannya, untukmu, aku dan Daechan." Kata Yoongi.
"Gomawo." Tutur Heemin.
___
"Tae, kenapa rumah sakitmu besar sekali. Sampai-sampai kita tak bisa menemukan Yoongi." Gerutu Jisoo yang berjalan jauh didepan Tae.
Tae yang melihat Yoongi dan Heemin ada disisi lorong yang dilewatinya, segera ia menarik Jisoo agar melihat apa yang dilihatnya.
"Yoon-"
Tae menutup mulut Jisoo dengan telapak tangannya perlahan, "jangan menganggu, aku baru kali ini melihat Heemin noona dan Yoongi Hyung duduk bersama." Ucap Tae.
"Aku pun. Sebenarnya, ia tak seburuk itu." Tutur Jisoo.
Tae memgangguk-angguk tanda setuju, "hanya saja terkadang Heemin noona tak bisa mengontrol emosinya."
KAMU SEDANG MEMBACA
WHY? [왜요?]
FanfictionSeorang pengusaha muda bernama Min Yoongi mengalami teror dalam hidupnya karena satu permasalahan yaitu hak waris dari sang ayah. Ia harus selalu siap dengan keadaan apapun itu, karena seseorang yang tak ia ketahui menginginkannya mati dan mengambil...