2

1.8K 86 140
                                    

Happy reading❤️

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Happy reading❤️

Bu Fifi masih terus menjelaskan materi fisika yang tak kumengerti. Entahlah, mungkin karena kantukku belum sepenuhnya hilang, aku jadi makin ngantuk dibuatnya.

Kulirik Gio yang serius menatap ke depan. Cowok itu memang bisa dibilang bad boy. Anak geng yang tidak jarang sering memberontak. Namun, jangan salah. Cowok yang sudah lima tahun menjadi sahabatku ini, tidak pernah lemah dalam pelajaran.

Gio itu pintar. Hanya saja, dia enggan mengikuti olimpiade. Pernah sekali ia mengikutinya, sekolah kami menang. Tentu saja. Tapi, saat diminta lagi, cowok berkulit putih itu malah menolaknya dengan halus. Mau tau alasannya? Cowok itu dengan percaya diri berkata, "Ga lagi ah, ntar aku sibuk belajar terus. Yang antar jemput kamu siapa? Terus kalo kamunya jalan sama cowok lain, aku ga bisa cegah. Nanti kamu juga sendirian di kelas, emang kuat?"
Rasanya aku ingin memukul kepalanya sekeras mungkin waktu itu. Yang benar saja, aku dengan phobia yang belum sepenuhnya hilang ini dituduh jalan dengan pria lain? Nyari mati kali!

Aku membenarkan ucapannya, mungkin karena aku introvet dan pemalu, dia jadi khawatir dengan keadaanku yang sudah pasti akan diam saja di kelas.

Walaupun memang tidak bisa dipungkiri bahwa cowok itu sering disibukkan dengan Hwarang, yang notabene adalah gengnya, aku masih bisa selalu bersamanya. Seperti saat berangkat ke sekolah, makan di kantin dan hal lain seperti nongkrong di rumahnya.

Cubitan kecil Gio di tanganku, membuat lamunanku buyar. Cowok itu terlihat mengisyaratkanku untuk menatap ke depan dengan matanya. Lagi, Gio bahkan menyentuhku secara langsung, tapi reaksiku tetap biasa saja. Padahal,tadi ditatap supir taksi saja aku sudah ketar-ketir karena kambuh.

Aku mendengus pelan, kemudian menurutinya. Mencoba memahami penjelasan bu Fifi yang entah sudah sampai mana.

Bel istirahat menyelamatkanku.
Dengan sukacita, aku merapihkan buku serta alat tulisku untuk diletakkan di dalam tas.

Gio yang juga melakukan hal yang sama pun menggeleng pelan, ketika melihat kelakuanku.

"Udah?" tanya Gio, yang sekarang sudah berdiri di sampingku.

Aku mengngguk antusias, kemudian ikut berdiri di samping cowok itu.

Tanpa aba-aba, tangan Gio menggenggam tangan kananku. Membuatku beralih menatapnya.

Cowok itu hanya tersenyum ke arahku, dia lalu berjalan pelan yang membuatku mengikutinya.

Pemandangan di koridor cukup membosankan, banyak sekali orang yang menyapa kami. Ralat, menyapa Gio.

Cowok itu memang terkenal karena ramah dan humoris. Selain itu, ia juga termasuk anggota inti di Hwarang.

Gio menuntunku untuk duduk di bangku pojok. Tidak jauh dari situ, terdapat bangku yang diklaim oleh anak Hwarang sebagai bangku mereka.

Dari tempatku, dapat kulihat Reyhan, Tora, Fikri dan Dion yang tengah duduk di bangku itu. Aku lumayan akrab dengan mereka,karena Gio kerap mengajakku untuk mengunjungi basecamp Hwarang, entah itu untuk menemaninya nongkrong atau mengambil barang di sana. Aku berterima kasih pada cowok itu, karena traumaku bisa sedikit demi sedikit berkurang atas campur tangannya.

Kutatap Gio yang baru saja duduk, setelah menitipkan pesanan kami pada Arman. Cowok itu tampak asik dengan ponselnya.

"Tumben ga duduk di sebelah," ucapku yang membuat perhatiannya teralih.

"Gapapa kali, mereka ga bakal cemburu. Emang kalo aku pindah ke sana, kamu mau ikut?" jawab cowok itu, yang membuatku memutar bola mata malas.

"Serius ih!" Kesalku yang sialnya  didengar oleh anggota Hwarang.

"Cieee, yang mau diseriusin sama bang Gio," ledek Fikri, teman Gio yang satu ini memang terkenal usil. Apalagi, jika berkaitan dengan anak Hwarang. Dia pasti akan sangat bersemangat.

Aku memilih mendengus menanggapi ucapan Fikri. Tak berlangsung lama, kembali lagi kudengar suara-suara dari meja sebelah.

"Bro, udah dikasih kode keras itu. Buruanlah diresmikan. Iya ga Ca?" timpal Tora dengan senyum manisnya, yang justru terlihat menjengkelkan bagiku.

"Kalian kenapa ga pacaran aja sih?"
kali ini, Reyhan yang terkenal irit ngomong itu yang bersuara.

Aku sedikit kaget dengan tingkahnya, kemudian memilih untuk menatap Gio. Mencoba meminta pertolongan padanya. Namun, cowok itu malah menatapku dengan senyum penuh arti serta alis yang dinaikkan sebelah.

'Hell, yang benar saja!' Batinku kesal.

***

*Lanjutan chat yg di atas nih wkwkwk Gio labil bgt abis badmood, full senyum lgi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

*Lanjutan chat yg di atas nih wkwkwk Gio labil bgt abis badmood, full senyum lgi.

Annyeong!

I'm back again
Hope u enjoy it and

Hope u like it
Don't forget to voment😉
See yaa

Hwarang's

(HWARANG'S 5) FRIEND (REWRITE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang