37

595 21 10
                                    

"I don't want to be a bastard. But, it's only option that I can do to be with you," —Gio

Typo bertebaran gengs

Happy reading

Kupejamkan mataku, mencoba menikmati ciuman Gio yang lembut dan sedikit menuntut. Namun, ada kesedihan di sana.

"Gio, stop it!" titahku ketika ciuman cowok itu mulai turun ke leherku.

"Aku ga mau jadi brengsek Ca! Tapi itu satu-satunya cara untuk bisa terus bareng sama kamu," ucap Gio dengan airmata yang sudah mengalir membasahi pipinya.

"Itu egois Gio! Itu bukan Gio yang aku kenal," balasku dengan suara yang sama bergetar, ada sedikit rasa kecewa dalam hatiku.

"Berdiri Gio!" ucapku ketika cowok itu malah berlutut di hapadanku dengan tatapan sendunya.

Tuhan, ini sungguh membuatku frustasi. Bagaimana bisa aku dihadapkan dengan pilihan yang sulit ini?

"Gio, sayang. Please, jangan kayak gini. Kit—"

Lagi, ucapanku terpotong karena ciuman cowok itu membuatku sangat frustasi dengan pilihan yang akan kuambil nanti.

Ikut berlutut adalah hal yang kulakukan saat ini. Menatap Gio seolah kami punya telepati yang bisa saling berkomunikasi lewat tatapan.

"Aku ga tau ini benar atau salah, tapi ini yang terbaik buat kita. I love you Gio, tapi aku ga bisa nahan kamu. You deserve better," ucapku yang mungkin akan mengawali perdebatan kami, lagi.

"Ca kamu tau kan, aku ga akan pernah mau putus sama kamu. Jadi jawabannya udah pasti nggak," jawab Gio seolah tahu arah pembicaraanku.

"But we must, Gio kamu udah tunangan dan ini bukan hal yang harus kamu pertahankan. Jangan egois, ini bukan tentang perasaan kamu aja," jelasku yang mengundang gelengan Gio.

Cowok itu mendekat, hendak menciumku untuk kesekian kalinya namun berhasil kutahan. Jika dia menciumku, maka kami akan terus terjebak dalam ketidakpastian. Karena Gio selalu menghentikanku dengan ciuman, itulah yang membuat cowok itu selalu melakukan hal yang sama sejak tadi.

"Kita putus ya?" ucapku yang akhirnya membuat airmata Gio meluruh sepenuhnya.

"Never," balas Gio dengan menghapus airmatanya kasar. Sungguh pemandangan yang kubenci.

"Harus mau, Io,"

"Nggak harus putus Ca, kita bisa tetap bareng,"

"Yeah, tapi kita teman. Bukan sebagai pacar,"

"Ca, please!"

"Ga bisa dipertahanin Gio. Aku udha coba cari cara, tapi ga ada dan emang ga pernah ada,"

"Kita putus oke?"

"I say no!"

"Mau kan?"

"Ga mau, Ca. Aku maunya kamu,"

Kutarik Gio kedalam pelukanku. Jujur, aku mungkin terlihat sangat gigih untuk putus tapi itu hanya sandiwara. Aku tahu, Gio mungkin akan lebih menderita jika kuteruskan maka akan kuterapkan cara lain yang akan membuatnya sedikit lebij tenang walau akan teramat sangat menyakitkan nantinya.

Cup

Kucium kening Gio, kemudian turun ke bibirnya. Gio tersenyum samar sambil terus menahan tengkukku untuk tetap menciumnya.

Kubiarkan cukup lama, hingga akhirnya kami lepaskan namun dengan kening yang masih menempel.
"You know what it's mean?"

"No, but it must be you don't want to break up with me,"

Gio menjawab lalu menggeleng dengan napas yang masih sedikit memburu. Aku hanya bisa berharap agar cowok itu tidak kehilangan oksigennya ketika mendengar kalimat selanjutnya.

Kutarik napas kemudian menghembuskannya dengan perlahan. Takut dengan keputusanku sekaligus tidak siap melihat reaksi Gio nantinya.

"Gio, if I kiss you back. It's mean we really can't. Kita selesai Gio," jawabku dengan senyum tipis yang kupaksakan.

Begitulah semuanya berakhir, hubungan yang sangat manis dan indah kini harus berakhir. Aku bersyukur, walau sesingkat ini, setidaknya kami benar-benar bahagia.

***

Annyeong!!
Pasti pada ga suka part ini yah?
Komen dong kalian ga sukanya kenapa, trus feelnya dapet ga?

Author bakal update pelan-pelan, lagi ngedraf dulu soalnya.

Semoga kalian tetap suka sama cerita ini dan jgn lupa buat vote dan komennya yang banyak yah.

Love you and see yaa

Hwarang's

(HWARANG'S 5) FRIEND (REWRITE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang