8

983 37 0
                                    

"Sometimes we are too scared to do something, without knowing the result,"
- Sad boy, Gio

Typo berterbaran😁
Happy reading

Gio masih memelukku dengan erat, seolah ketika melepaskan pelukannya aku akan hilang.

Aku masih sibuk dengan pikiranku, rasa takut jika Gio mengetahui kebenarannya itu membuatku sangat tersiksa. Bagaimana nanti saat aku sudah membalas perasaannya dan memberitahunya yang terjadi sebenarnya, apakah dia akan menetap?

Apakah aku bisa bertatapan langsung dengannya ketika nanti ia tahu segalanya?

Rasanya sungguh sesak dan menyiksa, menolak dan menerimanya hanya akan membuatku  hidup dalam perasaan bersalah dan ketakutan.

"Kamu jangan berubah yah Io, aku sayang kamu," Ucapku masih dengan posisi yang sama.

Gio mengangguk samar, pelukannya sedikit lebih erat dari sebelummnya. Aku membalas pelukan itu, pelukan yang selalu nyaman dan membuatku merasa tenang sekaligus aman.

Hingga tetes demi tetes airmata Gio membasahi punggungku, membuatku menggigit bibirku menahan sakit.

"Io, kamu nangis? Jangan nangis please! Aku mohon Gio," pintaku mencoba menahan isakan karena sesak di dada yang semakin menjadi.

Gio hanya membisu, tubuhnya terasa sedikit lebih berat. Ia menjadikanku tumpuan, membuatku dengan sekuat tenaga menahan berat badannya.

Aku membaringkna tubuh kami, karena sudah tidak kuat menjadi tumpuan Gio. Cowok itu masih menyembunyikan wajahnya dibalik celetuk leherku, dekapannya yang begitu kuat membuatku tidak bisa melepaskan diri.

Aku menepuk pelan punggung Gio, mencoba memberikan kekuatan pada cowok yang sangat berharga dalam hidupku.

"Io, jangan nangis dong!" Pintaku untuk ke sekian kalinya, yang kembali dihiraukan oleh Gio.

Cowok itu mengubah posisinya menjadi berhadapan denganku. Pelukan kami sedikit ia longgarkan, sehingga membuatku bisa melihat wajahnya dengan mata sembabnya.

"Jangan nangis ish!" Ucapku sambil menghapus sisa airmata di pipinya.

Gio mengangguk saja seperti seorang bocah yang takut dimarahi.

"Jangan diemin aku Gio!" Kesalku sambil menatapnya dengan tatapan kesal.

Gio terkekeh, sambil mencium pipiku gemas. Hal yang selalu ia lakukan ketika berhasil membuatku kesal. Aku tersenyum lega, Gioku sudah kembali dan ku harap akan tetap seperti ini.

Cup

Kucium kening Gio dengan sedikit menggeser tubuhku agar lebih tinggi darinya. Hal itu membuat Gio mematung dengan mata membulat, entah mendapat keberanian dari mana, aku melakukan hal yang tidak pernah kulakukan itu.

Gio memelukku erat, matanya terpejam dengan lengkungan di bibirnya.

Senyum yang kuharapkan hanya hadir karena akulah alasannya.

"Makan yuk," Ucapnya sambil mengubah posisi menjadi duduk.

Aku mengangguk saja, karena memang kami belum makan sejak tadi.

Gio yang kini sudah berdiri di hadapanku, membawaku ke dalam pelukannya. Aku hanya menurut saja ketika ia mulai mengangkat tubuhku untuk digendong.

Hal yang selalu ia lakukan ketika di rumah tentunya, entah itu rumahku atau di rumahnya sekalipun. Aku akan hidup bak tuan putri yang siap ia layani.

Dari kejauhan, dapat kulihat ayah dan ibuku yang tengah makan bersama di meja makan. Tatapan mereka memancarkan binar bahagia begitu aku dan Gio tiba di sana.

Entah mengapa, aku merasa sangat lega ketika melihat binar bahagia itu. Sejak kejadian sialan yang telah merenggut hartaku yang paling berharga, mereka tidak pernah terlihat sebahagia itu. Seolah masa depanku masih suram untuk urusan teman hidup.

Hal itulah yng membuatku sangat bersyukur karena memiliki sahabat seperti Gio. Pria yang sangat setia dan penyayang. Dan yang selalu bisa membuatku iri, apalagi ketika tahu bahwa dia bisa menciptakan binar bahagia di mata kedua orangtuaku.

'Semakin aku coba untuk membangun jarak, rasanya kamu semakin pantas untuk berada di sisiku. Apa aku lari saja ke ujung dunia?' Batinku dengan senyum yang merekah setelah melihat Gio.

***
Annyeong!!!
Finally up again
Hope u enjoy
Don't forget to voment
See yaa
Purple u
Hwarang's

(HWARANG'S 5) FRIEND (REWRITE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang