36

595 20 5
                                        

"Dream can also ruin your day. Why? Because it will be so annoying when you have a good dream and then the reality is just so bad when you wake up," —Caca

Typo bertebaran gengs

Happy reading

Di sinilah aku berada, Yogyakarta dengan segala keindahannya. Memutuskan untuk mengunjungi Bang Gavin memang pilihan yang sangat tepat, yah walaupun aku harus bertemu Ibuku di sini.

Kabar baiknya, kami berbaikan. Beliau terlihat sangat menyesal atas semua perbuatannya padaku. Sama sepertinya, aku pun begitu. Menyesali setiap kata-kata lancang yang kulontarkam untuknya.

Semuanya terasa lengkap, mungkin untuk sejenak membuatku tersenyum. Mencoba melupakan Gio dengan segala yang terjadi kemarin.

Sementara itu, Gio masih terus menghubungiku entah untuk kesekian kalinya dan masih kubiarkan. Rasanya aku akan merusak suasana hatiku ketika memikirkan tentang cowok yang sangat kucintai itu.

"Ca, Abang mau jalan-jalan nih. Mau ikut?" tanya Bang Gavin sambil berdiri di ambang pintu kamar yang kutempati.

"Nggak deh, Bang. Aku capek banget tadi abis lari pagi sama Ayah, mau tidur aja," jawabku dengan senyuman.

"Gapapa nih sendirian di rumah? Soalnya Ayah sama Mama juga lagi keluar," tanya Bang Gavin yang terlihat cemas.

Aku mendengus kesal dibuatnya, bagaimana aku harus cemas? Kalau di rumah yang kami tempati ini dikelilingi oleh bodygurd sewaan Ayah. Sungguh aku rasanya seperti sebuah harta karun berharga yang disembunyikan di sini.

"C'mon Bro! We have so many bodygurd here!" kesalku yang dibalas kekehan serta lambaian tangan Bang Gavin.

Usai kepergian Bang Gavin, aku memutuskan untuk berbaring sambil membaca novel yang baru saja dibelilan oleh Ayahku beberapa hari setelah aku tiba di Yogyakarta. FYI, jika kalian juga pecinta membaca sepertiku tolong jangan lakukan hal yang sama. Membaca sambil tiduran bukan hal yang bagus untuk kesehatan matamu, meskipun aku yang juga membenci wortel ini selalu melakukannya. Lihat saja, mungkin kedepan aku akan menjadi nerd.

Tok... tok... tok...

Baru sekitar sepuluh lembar aku membaca novel tersebut, namun ketukan pintu sudah mulai mengganguku.

"Masuk aja!" ucapku sebelum akhirnya kembali fokus ke novel yang kubaca.

"Hey,"

Oh shit! Entah siapa yang memberikan informasi pada cowok di hadapanku ini, tapi aku bersumpah akan sangat marah padanya.

Yah, Gio datang dengan stelan kantor serta penampilan acak-acakan sungguh membuatku kaget dan hampir saja melupakan kemarahanku karena pesona cowok itu.

"Kenapa bisa di sini?" tanyaku, karena Gio sibuk menatapku intens sejak duduk di hadapanku beberapa menit yang lalu.

"Merry me Caca!"

Aku terdiam, kaget dan bahkan sulit mendeskripsikan perasaanku saat ini. Jika saja Gio melakukannya lebih cepat, mungkin ini akan menjadi momen yang akan selalu membuatku bahagia.

"No, it's too late Mr. Wellington," jawabku dengan suara bergetar menahan tangis. Satu hal yang harus kalian tahu tentangku, aki tidak bisa meluapkan amarahku tanpa menangis.

"Maaf, aku bisa jelasin semuanya Ca. But please, nikah sama aku! Jadi teman hidup aku yah?" ucap Gio dengan nada frustasi serta mata yang berkaca-kaca. Entah, sudah berapa kali aku membuat cowok dengan julukan 'The killer' di gengnya ini menangis.

"Aku udah tau semuanya Gio, kamu emang pantas bahagia. Tapi, ga dengan cara balas dendam buat nyakitin aku,"

Gio menggeleng kuat ketika mendengar jawabanku, cowok itu bahkan mencoba menggenggam tanganku yang sedari tadi menghempas kasar tangannya.

"Ngga—"

Tidak kuberikan Gio ruang untuk menjelaskan. Mungkin aku akan menyesal nanti, tapi bukan waktu yang tepat untukku mendengar penjelasannya yang mungkin akan menyakitiku lebih dalam lagi.

"Aku tau, aku ga sempurna. Aku ga punya sesuatu yang paling berharga yang semua cewek punya dan jaga. Aku ga pernah minta untuk jadi kayak gini Gio! Ga pernah sekalipun,"

"Kamu datang, jadi satu-satunya temenku, satu-satunya orang yang ga pernah ninggalin aku apapun situasinya, dan satu-satunya orang yang bikin aku jatuh cinta sedalam ini,"

Kujeda sedikit kalimatku untuk mengatur napas, karena jujur saja dadaku terasa sangat sesak dan tak sanggup untuk bicara lagi.

"Kamu yang yakinin aku tentang hubungan kita Gio, kamu yang bawa aku masuk ke dunia kamu. Jadi pacar kamu itu salah satu mimpi terbesar aku yang beruntungnya jadi kenyataan. Kenapa harus sekarang? Kenapa kamu harus balas dendam sekarang, di saat aku udah kamu bawa terbang tinggi banget. Kenapa kamu harus tunangan dan sekarang malah lamar aku? Aku ini apa Gio?"

Kuluapkan semuanya yang ada dalam hati dan pikiranku. Setidaknya aku sedikit lega walau ini sungguh menyakitkan.

Respon Gio?

Cup

***

Annyeong!!!

I was happy to read your coment and I hope you guys still like this story.

I love you guys and please support me by:

Vote sama komennya jgn lupa yah
Yg banyak lho!!

See yaa

Hwarang's

(HWARANG'S 5) FRIEND (REWRITE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang