"If I go and never come back, it's mean I was so done with you," -Caca
Typo bertebaran gengs
Happy reading
Terhitung sudah hampir satu minggu aku tinggal di apartemen milik Gio. Cowok itu pun sama, selalu possesif namun akhir-akhir ini selalu sibuk dengan dunianya.
Seperti pagi ini, cowok itu sudah rapih dengan kemeja putih serta jas hitam yang membalut tubuh proposionalnya. Tidak ada kata lain selain tampan menurutku.
"Kamu temenin Om Gerald lagi?" tanyaku yang sibuk menata nasi goreng di meja makan. Sudah sangat cocok bukan untuk menjadi seorang istri?
"Iya nih, Yang. Ayah lagi ribet banget dan katanya kalo aku ikut mungkin bisa bantu-bantu. Kamu gapapa kan sendirian di apart? Nanti aku usahain pulangnya cepet kok," jelas Gio yang baru saja duduk dihadapanku.
Aku menggangguk sambil tersenyum, sudah terbiasa ditinggal sendiri sehingga ditinggal kerja oleh Gio bukan hal baru lagi.
"Iya Gio, aku gapapa kok. Kayak baru kenal aja, kamu fokus aja kerjanya yah jangan buru-buru juga oke? Pelan-pelan tapi pasti gitu," jawabku disambut kekehan kami berdua.
Sesederhana itu memang, aku bisa sejenak melupakan beberapa masalah yang akhir-akhir ini mengganggu pikiranku, termasuk tentang Gio yang tiba-tiba seolah tertarik dengan dunia Ayahnya yang adalah seorang CEO di perusahaan mereka.
Tidak ingin berpikiran negatif, aku mengantar Gio sampai ke depan pintu. Cowok itu sempat memeluk serta memberikan satu kecupan di keningku, ah Gioku memang paling jago membuat detak jantungku tak karuan.
"Laters baby," ucapnya sebelum menghilang di balik pintu.
Aku terkekeh pelan dibuatnya, pasalnya cowok itu mengikuti salah satu dialog di film Fifty shades of Grey yang kami tonton di hotel beberapa hari yang lalu.
Berbicara tentang film itu, aku berakhir dengan menontonnya sampai habis. Sebenarnya kalau dilihat dari sudut pandang yang berbeda, film itu punya banyak pelajaran yang diambil. Hanya saja, kebanyakan orang mungkin hanya menunggu beberapa adegan yang mereka sukai. You know lah.
Memutuskan untuk mencuci piring, aku bersenandung pelan sambil membawa piring serta gelas bekas sarapan kami tadi ke dapur.
Hening dengan ditemani suara air yang mengalir dari kran membuatku merasa tenang dan damai. Kalau ada Gio, cowok itu sudah pasti sedang banyak bicara dengan ocehan tidak jelasnya. See, baru ditinggal lima belas menitan saja aku sudah membayangkannya.
Kutata piring dan antek-anteknya di rak piring, kemudian menuju ruang tengah untuk menonton televisi. Apartemen Gio memang lumayan luas dan mewah. Aku paling suka jendela kamarnya yang full dilapisi kaca, membuatku bisa leluasa melihat pemandangan kota Jakarta dari atas sini.
Dapat kudengar suara password apartemen yang ditekan, diikuti suara pintu terbuka. Memang kata Gio passwordnya hanya diketahui oleh orang-orang penting saja, kurasa itu dirinya yang mungkin melupakan sesuatu.
"Kamu lup-"
Aku tidak melanjutkan kalimatku, ketika melihat Bunda Regina yang baru saja masuk ke ruang tengah dengan diikuti seorang cewek yang kutaksir seumuran denganku.
"Lho, Bunda bukannya masih di luar kota?" tanyaku ketika wanita paruh baya itu tersenyum ramah usai cipika-cipiki denganku.
"Bunda udah pulang tuh dari tiga hari yang lalu, biasalah harus ngurusin Gio yang mau tunangan jadi harus pulang dulu," jelas Bunda Regina masih sama ramahnya seperti tadi.
Aku sedikit kaget dan terdiam beberapa saat. Apa tadi Bunda baru saja bilang kalau Gioku mau bertunangan? Hell, kenapa tidak ada acara lamaran? Atau, mungkin dia akan tunangan dengan orang lain.
"Oh ya, kenalin Ca ini Tiffani. Dia tunangannya Gio," ucap Bunda Regina yang menarik sepenuhnya diriku ke realita.
Jadi, Gio sudah bertunangan dan kalau begitu apa artinya status kami?
"Tiffani," ucap gadis itu dengan uluran tangannya yang kubalas cepat.
"Kencana," jawabku mencoba seramah mungkin."Ca, kamu pacaran yah sama Gio? Maafin Bunda tapi, ini kemauannya Oma. Bunda ga bisa nolak," tanya Bunda Regina dengan wajah penuh penyesalan miliknya.
Aku tersenyum saja kemudian mengangguk, tanganku terulur untuk menggenggam tangan bunda.
"Gapapa kok tan, Gio berhak dapat yang terbaik buat dia dan masa depannya. Yang pasti orang itu bukan saya, makasih untuk semuanya dan maaf kalo saya ada salah sama tante atau keluarga tante. Emm, saya rasa kayaknya ga pantas kalo saya masih di sini. Makasih banget yah tante, udah izinin saya buat nginap di sini. Saya mau pergi dulu," jelasku dengan susah payah menahan tangis.
Aku berlari ke kamar Gio, mengambil koperku lalu mengemas barang-barangku. Rasanya sungguh tidak bisa dideskripsikan, ketika kamu sudah dibawa terbang terlalu tinggi kemudian dihempaskan dengan kenyataan pahit.
"Oh ya, ini kayaknya lebih pantas buat kamu deh Tif," ucapku, sambil memberikan sebuah liontin dengan hiasan berlian pemberian Gio pada Tiffani.
'You must be happy, Gio. Goodbye,'
***
Annyeong!!!
Yuhuuu lumayanlah panjangnya.
Semoga kalian dapat fellnya dan suka sama part ini yah.Jgn lupa vote sama komennya yah di spam pokoknya..
See you next update
Love u
Hwarang's
![](https://img.wattpad.com/cover/277982625-288-k4081.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
(HWARANG'S 5) FRIEND (REWRITE)
Teen FictionDia bukan pria yang sangat sempurna, tapi cukup untuk membuatku bahagia. Dia manis, bawel, lucu dan sangat ekspresif. Dan semua itu memenuhi hari-hariku yang pasif. Kukira, mencintainya adalah sebuah kesalahan. Namun, seiring berjalannya waktu, ak...