"Terima kasih ya, Pak," ucapku sambil mengambil kembalian yang diberikan oleh Bapak supir taksi.
Aku melangkah ke dalam rumah, membuka kunci gerbang dilanjut dengan membuka pintu rumah. Sebelum naik ke lantai dua, aku menyalahkan aliran listrik di rumah ini.
Di rumah ini, aku tinggal sendirian, tanpa keluarga yang menemani. Ayah dan Ibuku meninggal saat aku berumur lima tahun. Semenjak itu aku tinggal dengan Nenekku, aku diurus dan hidup bersama dengannya sampai aku dewasa. Namun,setahun yang lalu beliau iut bersama kedua orangtuaku. Nenekku meninggal dunia sehingga saat ini aku hanya hidup seorang diri.
Aku menarik napas panjang lantas meletakan sepatuku di rak sepatu. Setelah itu, aku melangkahkan kaki menuju ke kamarku. Sesampainya di sana, aku langsung membersihkan diriku lantas menganti baju dengan pakaian lebih santai.
Aku sempat melirik ke arah jam dinding yang berdetak. Malam ini masih pukul sembilan, biasanya aku pulang dari kantor jam setengah delapan. Namun, malam ini ada lembur yang menyebabkan aku pulang lebih malam.
Jam segini bukan waktunya untuk tidur sehingga aku memilih untuk duduk di sebuah kursi yang menghadap keluar jendela. Di rluar sana masih ramai dengan aktifitas orang-orang. Kendaraan berlalu lalang, orang-orang yang bercakap-cakap untuk menghabiskan malam bersama, sedangkan aku di sini sendirian. Tanpa teman bicara. Tanpa teman yang bisa diajak menghabiskan malam bersama.
Semenjak Nenek meninggal, semuanya berubah. Kehidupanku berubah. Aku merasa ada kekosongan dalam diriku. Di dunia ini, aku hanya memiliki Nenek yang bisa aku ajak untuk bertukar pikiran. Dialah keluarga sekaligus teman yang bisa membuat aku merasa baik-baik saja.
Namun, semenjak kepergiannya. Aku tidak lagi baik-baik aja. Aku kesepian.
Aku kesepian bukan berarti aku tidak memiliki teman. Teman kerjaku banyak, Mira salah satunya, tapi meskipun banyak aku merasa tidak terhubung dengan mereka. Kami tidak satu frekuensi mungkin karena hal itu menyebabkan aku enggak bisa nyambung dengan mereka.
Dalam pertemanan kan, bukan tentang kuantitas, tetapi kualitas. Dari sekian banyak teman kantorku, aku tidak memiliki satu teman pun yang menurutku berkualitas untuk aku ajak bertukar cerita tentang kehidupannya dan juga kehidupanku.
Mau aku cari teman pun, rasanya susah. Membangun relasi dikehidupan orang dewasa sangatlah sulit. Mungkin penghambat utamanya adalah waktu. Dari pagi sampai menjelang malam, aku menghabiskan waktuku untuk bekerja. Mencari uang demi memenuhi kebutuhan primerku.
Kalau ingin mencari teman di luar lantas waktunya kapan?
Malam-malam? Mau cari di mana?
Aku sendiri pun tidak bisa menjawab.
Teman-teman sekolahku sudah banyak yang menghilang. Yang dulu dekat kini sudah menjadi asing. Untuk saling bertukar kabar pun tidak pernah kami lakukan. Mereka sibuk dengan kehidupannya dan begitu juga denganku. Enggak ada yang salah sih dengan hubungan kami yang seperti ini, emang masanya aja yang sudah berbeda. Keadaannya yang sudah berubah.
Setiap malam, aku selalu di sini mengamati orang-orang di bawah sana. Rasanya begitu menyenangkan ya jadi mereka. Terhubung satu sama lain. Saling berbagi canda, tawa, dan cerita. Terlihat bahagia sekali mereka.
Terkadang, bibirku ikut tersenyum melihat mereka tertawa bahagia. Sejenak aku bisa merasakan sepercik rasanya, walaupun aku hanya bertindak sebagai pengamat.
Menjelang tengah malam, biasanya mereka pergi satu per satu. Lalu setelah semuanya telah pergi barulah aku menutup jendela dan beralih ke depan komputer.
Bukan ingin mengurusi pekerjaan, tetapi aku membuka aplikasi game dan memainkannya. Sebelum memulai, aku mengirimkan pesan kepada teman game-ku. Namanya Abrar dia satu-satunya teman virtual yang bisa aku ajak untuk menghabiskan waktu bersama, walaupun hanya virtual dan tanpa pernah bertemu langsung. Kehadirannya bisa mengisi sedikit kekosongan di dalam hidupku.
Abrar
Join ke roomAnda
OkDaripada overthingking, aku memilih menghabiskan waktu malamku untuk bermain game. Setidaknya hanya dengan kegiatan ini aku bisa merasa lebih senang, walaupun rasa kosong masih mendominasi.
Bersambung
KAMU SEDANG MEMBACA
Mr. Controller and Me
Romansa"Pak Kastara, aku kira Bapak cuma mengontrol urusan kantor doang, tapi ternyata setelah kita memiliki yang hubungan serius. Bapak juga mengontrol kehidupan aku." "Saya seperti ini, demi kebaikan kamu."