Suasana malam pada saat berkemah adalah hal yang paling menyenangkan, kata orang-orang. Setelah aku merasakannya langsung ternyata memang benar. Apalagi ditambah dengan berduaan sama pacar di depan api unggun sambil memakan jagung bakar.
Rasanya, mantap!
Karena suasananya yang terlalu menyenangkan, sampai-sampai rasa jagung bakar tidak terasa di lidahku. "Kamu makannya cepat sekali," ucapnya yang menyadari kalau jagung bakarku hampir habis, sedangkan miliknya baru tiga gigitan.
Ya, cepatlah. Orang makannya enggak aku rasain. Kunyah, telan. Kunyah, telan. Begitu terus sampai habis.
"Suka banget jagung bakar ya?" tanyanya. Belum sempat aku jawab dia sudah lebih dahulu mendekatkan jagung bakarnya ke depan bibirku, "kalau kamu masih mau. Jagung punya saya, kita makan berdua aja."
Widih. Satu jagung berdua. Aku sebenarnya enggak mau, tapi karena penasaran. Ayolah, kita coba.
Aku mengigit bagian kiri jagung itu, sedangkan Pak Kastara bagian kanannya. Kita saling berganti-ganti. Mesra banget ya, aku sebenarnya takut kalau Pak Doni melihat.
"Pak Doni masih di mobil. Tadi saya suruh dia istirahat di sana," ucap Pak Kastara seraya mengerti maksud dari kegelisahanku.
Aku mengangguk lalu tersenyum tipis. Spik-spik nyuruh istirahat, padahal mah emang biar Pak Doni enggak mengangguk kedekatan kita.
Pak Kastara melirik ke arah jam tangan hitamnya. "Sudah malam. Setelah jagung ini habis, kamu tidur ya."
"Iya, Pak."
Beberapa saat kemudian, Pak Kastara memanggil Pak Doni untuk ke sini. Setelah pria paruh baya itu datang, Pak Kastara menyuruhku untuk masuk ke dalam tenda. Meninggalkan mereka berdua yang sepertinya akan berbincang-bincang.
"Saya enggak akan tidur sampai pagi. Kamu jangan takut tidur sendiri ya, saya menjaga kamu dari sini," ucapnya sebelum aku benar-benar masuk ke dalam tenda.
"Bapak. Bapak jangan masuk ke tenda saya ya. Bapak di luar aja," ucapku memberikan peringatan.
"Iya, Gita. Yaudah sana tidur."
Aku mengangguk, masuk ke dalam tenda lalu memejamkan mataku. Tidak lama kemudian aku terlelap, mungkin karena terlalu lelah.
Pagi harinya aku terbangun dan hanya menemukan Pak Doni yang sedang mempersiapkan sarapan kami. "Pak Kastara ke mana, Pak?" tanyaku penasaran.
Pria paruh baya itu menuju ke arah depan. "Bapak lagi di air terjun, Neng. Tadi dia bilang, kalau Eneng udah bangun disuruh menyusul dia ke sana."
"Oh, iya. Makasih ya, Pak." Pria itu mengangguk sambil tersenyum ramah.
Aku berjalan dengan cepat menuju ke bagian air terjun di sini. Enggak jauh sih, tapi cukup membuat kaki aku pegal. "Bapak!" panggiku saat aku sudah berada di sana.
Pria itu sedang berbincang dengan seorang pria dengan memakai seragam. Sepertinya pria itu adalah salah satu pekerja di sini. Mereka berdua langsung menatap ke arahku.
"Oh, ini ya, Mbaknya," ucap seorang pria yang sedang berbincang dengan Pak Kastara.
"Mbak, jaketnya ketinggalan. Masih saya simpan sampai saat ini. Mau saya ambilkan?" tanyanya.
Aku terdiam. Jaket ketinggalan? Aku aja baru pertama kali ke sini, mana mungkin pernah meninggalkan jaket.
Aku melirik ke arah Pak Kastara, pria itu menatapku lalu mengangguk kecil. "Oh, iya. Boleh, Pak," ucapku kepada Bapak itu.
"Saya ambilkan dulu ya," ucapnya lalu pergi dari hadapan kami. Tidak lama kemudian, dia kembali dengan sebuah jaket jeans berwarna biru, "ini, Mbak," ucapnya sambil memberikan kepadaku.
"Terima kasih ya, Pak."
"Sama-sama, Mbak. Saya kembali bekerja ya. Mari." Aku mengangguk sambil tersenyum.
Selepas kepergiannya, aku langsung memberikan jaket biru ini kepada Pak Kastara. Mungkin waktu dulu dia ke sini bersama pacarnya atau sepupunya, atau bahkan temannya. Aku enggak tahu dan enggak mau mencari tahu juga.
Kalau memang Pak Kastara ke sini dengan pacarnya, ya enggak apa-apa. Dia enggak salah. Setiap orang kan punya masa lalu. Mungkin sebelum bertemu denganku dia sudah terlebih dahulu pergi ke sini berdua dengan pacarnya.
"Ini, Pak," pria itu mengambil jaket itu, "Pak. Aku mau main ke air terjun."
"Ayo." Setelah itu kami sama-sama menceburkan diri kami ke kolam air terjun.
Mataku tidak terlepas dari setiap gerak-gerik Pak Kastara. Pria itu seperti begitu menjaga jaket digenggamnya sampai-sampai tidak ingin terkena cipratan air sedikit pun.
Ya, enggak apa-apa juga sih.
Aku tahu, pria ini menjunjung tinggi kebersihan dan juga kerapihan.
Bersambung
![](https://img.wattpad.com/cover/277670669-288-k416684.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Mr. Controller and Me
Romance"Pak Kastara, aku kira Bapak cuma mengontrol urusan kantor doang, tapi ternyata setelah kita memiliki yang hubungan serius. Bapak juga mengontrol kehidupan aku." "Saya seperti ini, demi kebaikan kamu."