Hari Minggu adalah hari yang paling aku tunggu-tunggu. Pasalnya hari ini aku sudah membuat janji dengan Abrar bahwa aku akan ikut berkumpul dengan teman-temannya.
Katanya sih, akan ada lagi turnamen pada Minggu depan dan mereka ingin membicarakannya pada hari ini. Mungkin mereka ingin membicarakannya tentang persiapan turnamen pekan nanti.
Abrar
Gue udah di bawah nihAbrar
Masih lama?Pesan singkat yang baru saja dikirimkan olehnya langsung membuat langkahku bergerak cepat menuju ke bawah. Mengambil tas ya sudah aku persiapkan lalu keluar dari dalam rumah. Aku benar-benar tidak ingin Abrar menunggu lama.
Aku mengunci pintu gerbang lantas berjalan mendekati mobil Abrar. Dia membuka jendela sambil melambai-lambaikan tangan ke arahku. Senyum manisnya dia lukiskan seakan menyambut kedatanganku.
"Masuk, Gi," ucapnya.
Aku langsung membuka pintu mobilnya lalu duduk di bagian sebelah kemudi. "Kita jalan ya?" tanyanya yang langsung aku angguki.
Dia menyetir dengan begitu fokus, meskipun begitu kami tetap bisa mengobrol dengan asyik. Membicarakan tentang banyak hal dimulai dari hal-hal remeh sampai hal-hal yang cukup berat.
"Eh, omong-omong, lo jalan sama gue begini. Ada yang marah nggak?" tanyanya keluar dari topik. Kami lagi membicarakan sebuah buku, tapi dia malah membahas tentang ini.
Aku terdiam sebentar sebelum merespons. Ada yang marah atau enggak? Enggak ada karena Pak Kastara mengizinkan aku pergi dengan teman priaku. Jadi, enggak ada yang bakal marah.
"Enggak ada, Bar."
Abrar mengangguk-angguk pelan lalu ketika lampu merah dia menoleh ke arahku. "Kalau besok-besok kita pergi berdua? Nonton film atau makan berdua gitu, ada yang marah gak?"
Aku jamin pastinya Pak Kastara juga enggak akan marah. Pria itu tidak posesif terhadap teman priaku.
"Enggak ada kok."
Abrar lagi-lagi tersenyum kali ini lebih lebar. Setelah itu obrolan kami berlanjut membicarakan sebuah isi dari buku yang menjadi trending saat ini.
Beberapa saat kemudian, aku dan Abrar masuk ke sebuah pekarangan rumah. Dia memarkirkannya mobilnya di sebelah mobil-mobil yang lain. Mungkin teman-temannya sudah kumpul sedari tadi soalnya mobil yang terparkir di sini sudah cukup banyak.
"Ayo, Gi," ucapnya lalu kami berjalan beriringan memasuki rumah. Rumahnya minimalis, tetapi terlihat begitu asri dengan suasana yang tenang.
"Wey, sini," ucap Faizal sambil melambaikan tangan ke arah kami. Akumenoleh dan terlihat teman-teman Abrar sedang makan bersama dengan pola duduk yang melingkar.
"Gabung sini, makan dulu," ucap Dimas ikut bersuara, dia menuju ke arah dua kotak makanan yang berada di tengah mereka, "itu buat lo berdua udah dibeliin. Makan dulu ya."
Abrar mengangguk lalu kami berdua bergabung ke dalam lingkaran itu. Abrar memberikan aku sekotak nasi padang lalu sekotak lagi untuknya. Kami makan bersama-sama.
Aku mengendarkan pandanganku menatap mereka satu per satu. Aku yakin mereka orang kaya, tetapi kesederhanaan masih bisa mereka terapkan. Aku salut sih dan berasa beruntung bisa bergabung dalam circle seperti ini.
"Eh, udah gue kirimkan poster turnamen minggu depan kan? Acaranya ada di Bandung, kira-kira tim kita ikut nggak?" tanya seorang pria yang baru saja selesai dengan kegiatan makannya.
"Y x g kuy, masa enggak," ucap Faizal yang langsung mendapatkan respons dari semuanya.
Itu bahasa apaan? Y x g kuy? Aku baru dengar.
Setelah selesai makan, dengan rasa penasaran yang masih memuncak aku langsung membuka ponselku lalu mencari tahu artinya.
Oh artinya, ya kali enggak kuy. Kuy kata yang dibalik dari kaya yuk. Yuk sinonimnya ayo. Berarti artinya ya kali enggak ayo. Begitu ya kira-kira.
Bahasa gaul ternyata ribet juga ya. Kata pakai dibalik-balik, tapi kayanya seru kalau dipakai. Biar terlihat kaya anak gaul aja gitu.
"Lo ikut nggak, Gi?" tanya Dimas melemparkan pertanyaan kepadaku.
"Y x g kuy," ucapku menirukan suara Faizal. Asyik juga ternyata kalau diucapkan.
"Widih. Mantap-mantap."
"Nanti bareng sama Abrar aja ya."
Abrar di sebelahku mengangguk. "Iya, selaw," ucapnya.
Seru juga ya ternyata berada di tengah anak-anak seperti ini.
Bersambung

KAMU SEDANG MEMBACA
Mr. Controller and Me
Roman d'amour"Pak Kastara, aku kira Bapak cuma mengontrol urusan kantor doang, tapi ternyata setelah kita memiliki yang hubungan serius. Bapak juga mengontrol kehidupan aku." "Saya seperti ini, demi kebaikan kamu."