Kerja serasa nge-bucin

7.2K 825 26
                                    

Semenjak aku dan Pak Kastara menjalin hubungan serius, aku mengubah panggilan 'saya' menjadi 'aku'. Hanya aku saja yang begitu, sedangkan dia tidak. Enggak apa-apa juga sih, dia memanggil dirinya dengan panggilan saya, aku juga suka. Terdengar lebih maskulin.

"Gia. Catatan rapat kemarin dengan perusahaan Pak Ridha mana?" tanya pria itu saat aku baru saja masuk ke dalam ruangannya.

"Ada. Sebentar ya aku ambil dulu." Dia mengangguk lalu aku keluar dari ruangannya dan masuk lagi dengan tangan yang memegang catatan yang dia inginkan, "ini, Pak," ucapku sambil meletakannya di meja.

"Iya," dia menuju ke arah kursi di depannya, "duduk di situ dulu," perintahnya.

Aku langsung duduk di hadapan Pak Kastara lalu dia mengambil sesuatu dari belakangnya lalu memberikannya kepadaku. Sebuah sebungkus cokelat. "Buat kamu, cokelat rendah kalori," ucapnya. Aku tersenyum lalu mengambilnya.

"Makan cokelatnya sekarang boleh?"

Dia melirik ke arah jam tangannya. "Masih jam kerja. Lima belas menit lagi jam istirahat, sabar."

Aku mengangguk lalu duduk sambil terus menatapnya yang sedang sibuk membaca hasil rapat kemarin. Matanya dengan lekat membaca tulisan-tulisan yang aku tulis. Terkadang juga keningnya mengerut lalu kembali biasa lagi. Dia ganteng banget sih. Mimpi apa aku ya sampai bisa memiliki hubungan serius dengan pria seganteng ini.

"Bapak, aku ngapain Pak di sini? Nunggu jam istirahat?"

Pria itu menegakan kepalanya lantas menatapku sekilas. "Tatap saya aja terus. Belum bosan kan?" tanyanya santai.

Aku terkekeh pelan. Ketahuan. Ya emang pasti ketahuan sih, orang aku jelas-jelas menatapnya. "Bapak," ucapku yang kembali menganggu fokusnya.

"Kenapa?"

"Ganteng banget. Suka ngeliatnya."

Dia tersenyum simpul lalu netranya kembali menatapku. "Kamu juga."

"Ganteng?"

"Ya, cantik, Gia."

Aku tertawa lepas. Gemas banget sih. "Bapak," panggilku lagi. Kali ini sepertinya dia sudah lelah aku goda terus.

"Gia, Sayang. Sebentar ya. Saya lagi mempelajari kembali rapat kemarin," dia tersenyum lebih lebar, "nanti saat jam istirahat boleh kamu ngomong sepuasnya."

Seolah anak kecil yang diberitahu oleh ayahnya, aku langsung mengangguk patuh. "Iya, Pak." Dia mengelus rambutku lalu kembali fokus dengan catatan di tangannya.

Beberapa menit kemudian, Pak Kastara melirik kembali ke arah jam tangannya. Setelah itu dia meletakan catatan di meja lalu menatapku. "Geser sini," ucapnya sambil melirik ke sebelahnya.

"Apa?"

"Kursi kamu. Geser ke sini," perintahnya.

Aku menunjuk ke arah kursiku. "Ini, Pak?" dia mengangguk, "aku duduk di sebelah Bapak." Dia mengangguk lagi.

Aku langsung menggeser kursiku dan duduk tepat di sebelahnya. Dia memutar kursinya sehingga saat ini kami saling berhadapan. "Mau makan apa?"

"Sushimi."

"Yang kemarin? Enak kan?"

"Iya, enak. Mau makan itu, Pak."

"Sebentar ya, saya minta bawahan saya untuk belikan."

Aku mengangguk lalu setelah itu kami berdua berbincang-bincang singkat. Tawa kami saling beradu, menggambarkan betapa menyenangkannya kedekatan kami.

Sedang asyik-asyiknya mengobrol, suara bel terdengar beberapa kali. Pak Kastara langsung bangun dari duduknya dan mengambil makanan pesanannya. "Pesannya banyak banget, Pak. Masa empat porsi."

"Kan makannya berdua," dia kembali duduk di kursinya, "mau makan sendiri atau kaya kemarin? Disuapin?"

"Disuapin aja." Aku menyengir, sedangkan dia tersenyum simpul sambil mengusap kepalaku.


Bersambung

Mr. Controller and MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang