Kencan sungguhan sama tunangan bohong-bohongan

8.2K 903 13
                                    

Aku pikir setelah menemani Pak Kastara bertemu dengan rekan bisnisnya, kami akan segera kembali ke kantor. Namun, nyatanya tidak. Dia malah meminta kepada supirnya untuk pergi ke sebuah mal.

Aku yang hanya bernotabe sebagai pegawainya hanya mengikuti ke manapun dia pergi karena saat ini masih jam kerja.

"Saya mau main bowling. Kamu temani ya," ucap Pak Kastara saat kami sedang berada di parkiran mal.

Aku hanya mengangguk lalu kami berdua bersama-sama masuk ke dalam mal, sedangkan Pak Supir hanya menunggu kami di parkiran.

Kami berjalan dengan berdampingan. Banyak pasang mata yang menatap ke arah kami. Pasti mereka iri karena aku bisa berdampingan dengan pria setampan Pak Kastara. Aku sesekali tersenyum membalas tatapan-tatapan iri itu.

"Jangan senyum-senyum, Gia. Kesambet kamu," ucapnya tiba-tiba. Aku terkekeh pelan, ternyata dia mengamati gerak-gerikku.

"Enggak, Pak." Dia hanya berdeham singkat setelah itu tidak ada percakapan yang terjadi sampai kami berada di arena bowling.

"Pakai kaus kaki dan sepatunya," ucapnya sambil memberikan sepatu berwarna pink dan  terdapat juga kaus kaki di dalamnya.

"Pak, tolong pegangin tas saya. Saya mau buka sepatu high heels-nya dulu," ucapku sambil menyerahkan tasku kepadanya, tetapi pria itu tidak mengambilnya. Dia malah berjongkok lalu membukakan high heels yang menempel di kakiku.

Aku menegang lalu mataku menyapu ke berbagai sudut di ruangan ini. Untung saja tidak ada yang melihat perlakuan Pak Kastara. Kalau ada, bukannya bangga, aku malah malu.

"Sudah," dia berdiri sesudah membantuku untuk mengganti sepatu.

"Makasih, Pak."

Dia berdeham lalu menunjuk sepatu pantofelnya yang belum berganti dengan sepatu khusus bowling. "Gantian," perintahnya yang membuat kedua alisku langsung bertaut.

"Gantian menggantikan sepatu Pak Kastara?" tanyaku memperjelas perintahnya.

"Iya. Sama seperti yang tadi saya lakukan ke kamu."

Aku mengigit bibirku, gugup. Aku malu. Seumur-umur aku enggak pernah melakukan hal seperti itu kepada orang lain, apalagi ini pria dan didepan umum.

"Tapi nanti dilihatin orang, Pak. Malu," cicitku pelan.

"Kita kan lagi kencan. Pasti mereka paham," aku hanya terdiam, masih menimbang-nimbang, "cepat, Gia. Saya mau main." Aku menarik napasku pelan sebelum akhirnya berjongkok untuk menganti sepatu pantofelnya dengan sepatu bowling.

"Udah, Pak," ucapku sambil kembali berdiri.

Dia tersenyum lebar lalu mengangguk kecil. "Terima kasih ya," ucapnya yang aku respons dengan anggukan kepala, "ayo kita ke sana." Dia menarik tanganku pelan, membawaku ke jalur bowling yang dia pilih.

"Bapak, saya enggak bisa mainnya," Pak Kastara yang sedang memilih bola bowling langsung menoleh ke arahku, "Bapak aja ya yang main. Saya temani aja di sini."

"Saya ajarin."

Aku berjalan lalu duduk tepat di depan jalur bowling yang Pak Kastara pilih. "Saya duduk di sini aja, Pak. Saya lihatin Bapak aja," ucapku menolak.

Pak Kastara menggeleng lalu dia menarik tanganku pelan. "Ayo. Saya ajarin. Sampai bisa."

"Enggak bisa. Bolanya berat. Takut kena kaki."

"Bisa, makanya sini saya ajarin," ucapnya dengan sedikit memaksa. Dengan ragu akhirnya aku berdiri lalu mengikuti perintahnya.

Dia memilihkan bola bowling yang sekiranya cocok untukku. "Pegang," dia menunjuk ke arah lubang-lubang kecil bola itu, "letakan jari-jari kamu di sini," ucapnya lalu dilanjutkan dengan instruksi-instruksi lainnya.

Bola yang aku lempar menggelinding menjatuhkan semua pin-pin berwarna putih. Sontak aku langsung meloncat kegirangan. "Wah, Bapak. Saya bisa."

"Iya, pintar," ucapnya sambil mengusap rambutku dengan lembut.

Aku merasa saat ini kami sedang kencan sungguhan, walaupun notabenenya status kami hanya bohong-bohongan.

Bersambung

Mr. Controller and MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang