"Sudah?" aku mengangguk cepat, "enggak ada barang yang tertinggal?"
"Enggak ada, Pak."
"Yaudah, ayo pulang." Pak Kastara menggenggam tanganku lalu satu tangannya lagi dia gunakan untuk membawa tas milik kami. Liburan yang benar-benar menyenangkan. Aku tidak menyesal menghabiskan waktu di sini.
"Masuk, Sayang," ucap pria itu sambil membukakan pintu untukku. Dia ke bagian belakang, meletakan tas milik kami, kemudian masuk ke dalam mobil.
Mataku tidak sengaja menatap jaket biru yang belum juta terlepas dari tangannya. Padahal jaket biru biasa, kenapa sepertinya seistimewa itu sih sampai dipegangin terus. Enggak bakal ada yang ngambil kali.
"Gita," panggil Pak Kastara yang sepertinya sudah mengerti maksud dari tatapanku, "kamu mau nyimpan jaket ini nggak?" tanyanya tiba-tiba.
Masa aku yang nyimpan. Itu kan bukan punya aku. Lagian pemiliknya aja aku enggak tahu siapa.
"Kalau kamu enggak mau nyimpan, saya mau buang jaket ini aja," lanjutnya. Aku kira jaket itu istimewa, tetapi malah ingin dibuang. Pria itu memang sulit untuk ditebak gerak-geriknya.
"Kenapa aku yang disuruh simpan? Terus kenapa mau dibuang? Bapak kan bisa nyimpan sendiri." Dia menggeleng lantas tangannya bergerak untuk mengelus punggung tanganku.
"Jaket ini milik mantan pacar saya. Raina namanya. Saya enggak mau menyimpan satu barang pun milik dia karena saya udah enggak ada perasaan apa-apa lagi."
Oh, Raina nama mantannya. Kayanya perempuan itu sudah menorehkan luka sampai Pak Kastara bertindak segitunya. Kalau udah enggak punya perasaan seharusnya biasa aja, tapi mungkin kenangan dan lukanya yang tidak ingin Pak Kastara ingat lagi saat melihat jaket ini.
Aku hanya terdiam sambil menatap lekat kedua mata pria itu. "Raina jahat ya, Pak?" entah kenapa pertanyaan itu yang keluar dari mulutku.
"Dia enggak jahat," Pak Kastara menegakan tubuhnya lalu meletakan jaket ini diantara kami, "dia meninggalkan saya juga bukan karena dia berselingkuh atau tindakan buruk lainnya."
Pak Kastara menarik napas berat lalu mengembuskannya perlahan-lahan. "Kami sudah hampir tiga tahun berpacaran. Hubungan kami berjalan baik-baik saja, meskipun hubungan kami LDR karena saya studi di luar negeri."
Wah seru nih kisahnya. Aku jadi tertarik untuk lebih fokus untuk mendengarkannya. "Semakin lama, kami semakin bingung ingin membawa hubungan ini ke mana. Banyak perbedaan diantara kami," Pak Kastara tersenyum getir, "salah satunya. Kepercayaan kami yang berbeda."
Cinta beda agama ternyata.
"Awalnya, kami hanya menjalankan hubungan itu tanpa berpikir kedepannya. Namun, semakin dewasa kami semakin merasa kalau hubungan ini cepat atau lambat akan berakhir juga."
Iya, sih. Aku paham.
"Sampai akhirnya, kami memutuskan untuk mengakhiri hubungan ini dengan baik-baik. Saya dan dia melanjutkan hidup dengan jalan masing-masing."
Perpisahan tanpa ada satu pihak pun yang menyakiti. Tragis ya. Tapi ya mau bagaimana lagi, jalannya begitu.
Bersambung
KAMU SEDANG MEMBACA
Mr. Controller and Me
Romansa"Pak Kastara, aku kira Bapak cuma mengontrol urusan kantor doang, tapi ternyata setelah kita memiliki yang hubungan serius. Bapak juga mengontrol kehidupan aku." "Saya seperti ini, demi kebaikan kamu."