"Untung dipertandingkan kedua, kemenangan ada dipihak kita ya jadinya kita bisa naik jadi peringkat satu," ucap Abrar saat kami berada di dalam mobil.
Dia membuka topik tentang turnamen kami tadi. Ya, sesuai dengan yang dia katakan. Tim kami berhasil menjadi pemenangnya. Kekompakan dan strategi dari tim kami menjadi salah satu kunci kemenangan kami.
"Reward-nya masuk ke rekening gue. Nanti sepulang dari sini, gue transfer-in semuanya," ucap Abrar lagi. Aku hanya mengangguk-angguk mendengar ucapannya.
Sebenarnya uang bukan satu-satunya menjadi tujuanku. Aku mendapatkan teman dan bisa berinteraksi dengan mereka merupakan reward yang jauh lebih berharga dibandingkan dengan uang.
"Masuk sini, Gi?" tanyanya saat kami sudah berada di depan garbang perumahanku. Aku mengangguk lalu segera menyelempangkan tasku ke bahu.
"Iya," aku membuka pintu mobil di sebelahku, "gue turun di sini aja, Bar," ucapku bersiap untuk turun.
"Eh jangan. Masa gue nurunin perempuan di jalanan. Enggak etis banget," dia memajukan mobilnya bersiap untuk masuk ke dalam area perumahan, "gue antar di depan rumah lo aja ya?" tawarannya.
Aku terdiam sebelum akhirnya mengangguk.
Abrar menjalankan mobilnya menuju ke rumahku. Saat masuk ke dalam blok rumahku, dari kejauhan aku melihat mobil Pak Kastara yang berhenti tepat di rumahku.
"Turun di sini aja, Bar," ucapku cepat.
Abrar menoleh sekilas ke arahku. "Di sini, Gi?" tanyanya seperti tidak percaya.
"Iya, di sini," aku membuka pintu mobil di sebelahku lalu bersiap untuk turun, "terima kasih ya, Bar," ucapku saat sudah berada di luar mobil.
Abrar membuka kaca mobilnya lantas mengangguk. "Sama-sama, Gi. Lain kali kita ketemu lagi ya."
"Iya." Aku juga pasti mau kalau sering-sering diajak kumpul. Seru soalnya. Obrolan kami nyambung.
"Yaudah, gue pamit ya."
Aku mengangguk sambil tersenyum kecil. "Hati-hati, Bar," ucapku sambil melihat mobilnya berjalan menjauhiku. Semakin lama semakin jauh dan akhirnya menghilang.
Aku berbalik lalu berjalan dengan cepat menuju rumahku. Pak Kastara membuka kaca mobilnya lantas menyuruhku untuk masuk ke dalam. Aku membuka pintu mobilnya lalu menuruti perintah pria itu.
"Diantar sama siapa?" pertanyaan pertama yang keluar dari bibirnya.
"Teman satu tim aku," aku tersenyum kecil, "Pak, tadi tim aku menang turnamennya loh," ucapku berharap mendapatkan pujian atau ucapan selamat darinya.
Namun, yang aku dapatkan hanya dehaman singkat. Tidak ada ekspresi senang atau pun bangga yang tercetak di wajahnya. Ya, mungkin pencapaian aku tidak ada apa-apanya. Menang turnamen, ya biasa aja. Bukan sesuatu yang wow. Mungkin begitu baginya.
"Lusa ada acara keluarga di rumah saya," dia mengeluarkan paperbag dari tasnya, "kamu nanti saya kenalkan sebagai pasangan saya, tapi kamu harus minum ini mulai sekarang sampai acara nanti."
Aku mengambil paperbag itu lantas melihat isinya. Setelah aku melihatnya, enggak tahu juga isinya apa. Kaya kapsul-kapsul begitu. "Ini apaan, Pak?" tanyaku.
"Herbal pelangsing. Nanti diminum ya," senyumku seketika luruh lalu mengangguk dengan lesu, "saya ke sini mau ngasih ini doang."
"Iya, Pak."
"Saya mau pulang. Kamu masuk, istirahat ya. Jangan tidur malam-malam."
"Iya, Bapak."
Setelah itu aku keluar dari mobilnya lalu masuk ke dalam rumahku. Langkahku bergerak ke kamar lalu duduk tepat di pinggir ranjang. Aku melihat botol yang berisi kapsul-kapsul. Aku membuka isinya lalu mengambil satu butir kapsul lalu mengamatinya.
Apa sepenting itu harus terlihat cantik di depan keluarga Pak Kastara? Sampai pria itu sebegininya.
Memerintahkan aku untuk meminum kapsul-kapsul ini.
Apa kecantikan adalah tolak ukur yang paling ditekankan di dalam keluarganya?
Aku menarik napas lalu membuang sebotol herbal pelangsing dengan melemparnya ke dalam tong sampah.
Bersambung
KAMU SEDANG MEMBACA
Mr. Controller and Me
Roman d'amour"Pak Kastara, aku kira Bapak cuma mengontrol urusan kantor doang, tapi ternyata setelah kita memiliki yang hubungan serius. Bapak juga mengontrol kehidupan aku." "Saya seperti ini, demi kebaikan kamu."