Tolong jangan bunuh aku dimasa depan

9.4K 1.3K 35
                                    

Ariana menatap sekeliling dengan pandangan cemas. Sudah lama dia bolak-balik dari tempat itu. Tapi tidak ada petunjuk apapun. Hanya ada latar putih bersih tanpa noda. Dia berpikir sejenak sambil duduk lesehan. Apa dia berada di akhirat? Jika memang begitu dia sangat bersyukur, tidak apa-apa. Walaupun proses pencabutan nyawa itu sangat menyakitkan setidaknya dia tidak akan kembali lagi ke dunia itu.

"Memang benar, sangat nyaman." katanya dengan tidur terlentang.

"Jika memang aku mati, apakah Mola menangis untukku?" Matanya menerawang awan putih di atas sana. Walaupun ia bersyukur bisa meninggal lebih awal, tapi dia juga masih merasa tidak rela meninggalkan dunianya begitu saja. Masih banyak yang belum dicapainya selama ia hidup. Apalagi dalam hubungan asmara. Ah ia sadar atas sikapnya yang tidak konsisten.

"Kamu belum mati, Ariana!" Sebuah cahaya datang melesat. Berbicara padanya. Ariana melompat. "Aku minta maaf. Ada beberapa kesalahan sehingga kamu mengalami lingkaran reinkarnasi. Sebagai permohonan maaf akan kuberi kamu hadiah, Ariana!" kata orang yang dipenuhi cahaya itu.

"Apalagi ini?!!"

"A-apa? Aku belum mati?" tanyanya dengan nada tidak percaya. "Hadiah apa yang kau maksud? Hei... aku belum selesai. Ah sial." Gadis itu memekik kesal melihat cahaya itu menghilang perlahan, meninggalkan Ariana tanpa penjelasan lebih lanjut. Tidak peduli dengan apapun, ia berbaring disana. Menikmati lembutnya alas putih itu. Menatap awan yang juga berwarna putih. Ia tidak peduli dengan apapun dan ia tidak mau kembali ke dunia itu.

Sedangkan di sisi lain, Duke, Gyren, dan Avien duduk termenung di dalam kamar Ariana. Seorang gadis terbujur kaku diatas ranjang berukuran besar. Tangan dan kakinya sangat dingin. Wajahnya pucat, kulit seputih porselen itu hampir membiru seperti kedinginan.

"Bagaimana dengannya, dokter? Kenapa belum sadar juga?" Duke berkata dengan cemas menatap gadis kecil itu. Dokter menggeleng.

"Ini diluar kuasa saya, tuan duke. Jika memungkinkan, hanya penyihir yang bisa menyembuhkannya."

Avien pergi menuju asosiasi penyihir. Tak lama berselang, lingkaran teleportasi terbentuk di ujung ruangan. Satu persatu orang dengan pakaian hitam selutut dan jubah yang senada keluar dari sana. Berjumlah enam orang, ditambah Avien keluar sebelum lingkaran itu tertutup sempurna.

Awalnya mereka menolak. Tapi, Avien dengan garis keturunannya sebagai anak duke yang mempunyai energi sihir sangat besar itu mengancam akan mengacaukan bangunan tempat para penyihir beraliansi. Para penyihir di sana memiliki tempramen sombong dan buruk. Ada beberapa yang bukan manusia. Tapi, mereka benar-benar berpikir realistis. Para penyihir itu tunduk kepada yang kuat! Saat mereka membentuk sebuah formasi, seseorang datang dengan lingkaran sihir teleportasi. Mereka yang ada diruangan itu terkejut. Tapi, Avien pikir dia adalah salah satu anggota asosiasi penyihir. Pria muda baru saja datang itu menatap sendu Ariana.

Mereka berenam membaca mantra memberikan sihir penyembuh dengan elemen berbeda. Awalnya semua sihir itu seperti bekerja, tapi tak lama kemudian bersinar terang dan sedikit demi sedikit dilahap oleh sesuatu. Mereka mencoba lagi dan gagal. Mencoba lagi, lagi, lagi, dan lagi pada akhirnya sama, tetap gagal. Sihir itu di serap oleh Ariana.

Pria bertudung tadi semakin mengangkat bibirnya, maju dan memberikan sihirnya. Lagi dan lagi sihir itu di serap.

Daripada itu, Ariana di alam bawah sadarnya masih berbaring. Menikmati makna 'santai seperti di pantai' sebelum sesuatu menabrak hidungnya. Dia bercahaya dan mempunyai sayap. Ariana mengikuti arah terbang makhluk kecil seukuran ibu jari itu karena bosan. Akhirnya ia menabrak sesuatu, seperti pintu transparan dan menariknya untuk masuk.

>>>>>>

Ariana mengalami kejang-kejang. Tubuhnya bergetar hebat, bahkan mulutnya mulai mengeluarkan darah kental. Duke yang melihat itu kelimpungan, menatap tajam para penyihir di depannya. Penyihir dari asosiasi penyihir... benar-benar seperti semut dimata duke. Ia dengan mudah menghancurkannya jika ingin.

Sementara pria bertudung itu mulai mengusap pelipisnya yang berkeringat. Cukup sulit untuk membangunkan gadis ini. Ia sudah memakai setengah dari kekuatannya dan hanya bisa membantu sampai disitu. Avien dan Gyren memegang tangan Ariana. Mereka berjengit kaget. Itu sangat panas. Bahkan panas sihir api mereka kalah dengan suhu tubuh Ariana.

Mola menangis dipojokkan.

Raut wajah mereka sangat gelap. Mereka bertiga maju menatap para penyihir itu. Bersiap untuk memberantas mereka. Tangan duke terulur, mencengkram jubah yang dikenakan salah satu penyihir paling tengah. Ia mengeluarkan sihir apinya. Membentuk pisau api. Dia mulai menggores pisau buatan itu di leher sang penyihir. Panas! Penyihir itu memekik tertahan. Tepat setelah api mencapai tenggorokkannya, tubuh penyihir itu berubah menjadi abu. Sedangkan disisi lain, Avien dan Gyren memegang pedang dan mulai menebas leher penyihir di depannya.

Disaat yang sama Mola berlari mendekat. Membersihkan darah dari mulut nonanya yang tidak berhenti mengalir. Walaupun tubuhnya sangat panas, Mola tidak berhenti menyeka dahi Ariana yang berkeringat. Tangannya hampir melepuh saking panasnya. Tubuh Ariana mulai berhenti gemetar, tapi darah yang keluar semakin banyak.

"Nona tolong bangun! Jika tidak, kamar ini akan penuh dengan darah penyihir." Mola membisikkan sesuatu ke telinga Ariana. Alam bawah sadar Ariana mendengar sesuatu. Tapi ia tidak tahu bagaimana caranya untuk keluar. Sekarang dia ingin keluar, ingin melihat wajah Mola, wajah yang ia rindukan.

"Nona... nona... tolong cepat bangun!" Lagi-lagi Mola berbisik di telinga Ariana sambil menyeka darah sang nona.

Ariana memfokuskan keyakinannya, jika ia belum mati sekarang, ia ingin pulang ke dunianya untuk melihat seseorang yang menangisi dirinya. Untuk melihat wajah seseorang yang khawatir dengan keadaannya.

Setelah itu sesuatu masuk ke dahi Ariana, sebuah cahaya silau menutupi wajahnya dan seketika Ariana di dunia nyata, berhenti memuntahkan darah dan suhu tubuhnya berangsur-angsur normal.

Mola terkejut, "Nona Ariana!" Ia memanggil nama Ariana dengan keras. Membuat atensi semua orang beralih padanya. Duke dan kedua anaknya bergegas pergi, naik ke ranjang besar gadis itu. Satu orang penyihir yang masih selamat menghela nafas lega. Penyihir itu bingung, antara senang atau berduka melihat teman-temannya tinggal nama dan hanya dirinya yang selamat.

"A-riana!" Duke berkata dengan lembut menatap gadis kecil yang matanya masih terpejam. Ia menggenggam tangan dan menciumnya. Gyren menatap Ariana dengan mata berharap. Sedangkan Avien menangisi adiknya. Walaupun tubuh Ariana sudah lebih baik, demamnya masih tinggi. Setidaknya, Ariana berhenti memuntahkan darah. Mola menepi membiarkan ruang untuk kedua pria yang masih berdiri membawa serta pedangnya. Mereka melempar pedang secara asal. Mulai mengumpul di samping kiri gadis kecilnya.

Para penyihir itu sudah dibersihkan, duke juga sudah kembali ke kamarnya. Sedangkan pria misterius bertudung menggunakan sihir tak terlihat dan menyembunyikan energi sihirnya, masih menatap Ariana.

Duke dan Avien pergi untuk membersihkan diri. Hari sudah malam hanya ada Gyren di sampingnya. Ia memeras kain tebal dan meletakkannya diatas dahi Ariana. Demamnya belum turun membuat Gyren menatap cemas. Pria itu menyuruh Mola pergi dan beristirahat.

Tubuh Ariana bergerak. Ia membuka sedikit matanya. Menatap Gyren walaupun pandangannya sedikit kabur. Ariana mengira itu adalah mimpi, jadi dia akan melakukan apapun sesuka hatinya.

"Kak Gyren?" Ariana bergumam. Pria itu terkejut mendengar panggilan dari adiknya. Sesaat ia tersenyum, mengelus kepala Ariana yang lepek.

"Ini nyaman," katanya pelan saat Gyren menepuk kepalanya. "Aku tidak pernah berharap untuk lahir di dunia ini lagi." Mata pria itu melotot, masih setengah paham dengan apa yang dikatakan oleh adiknya.

"Aku mohon untuk jangan bunuh aku dimasa depan." Ariana menyentuh pipi pria di depannya sebelum kembali tidak sadarkan diri.

worthless daughterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang