Badas girl

10K 1.4K 17
                                    

Sudah tiga minggu ini, ia tidak pernah bangun pagi untuk menyambut duke dan memberi salam pagi. Sebaliknya dia akan pergi keluar kamar untuk melatih diri. Ingatan tentang kehidupan sebelumnya dan panduan dari buku yang di dapat dari kedai tua bangka itu ia sudah mumpuni untuk melawan beberapa orang. Tenaganya juga tidak selemah dulu, sekarang kekuatan, stamina dan powernya benar-benar lebih dari cukup. Belum lagi, aura yang dilatihnya sedikit demi sedikit mulai meningkat walaupun masih belum stabil.

Keadaan mansion tengah genting karena ada beberapa penyusup datang. Ariana yang letaknya jauh dari ruangan duke dan kedua putranya hanya diam sambil waspada. Barangkali mereka akan datang kepadanya. Salah-salah ia bisa terbunuh. Ia duduk di atas ranjang dengan menggigit kuku, bosan. Ternyata menunggu lebih melelahkan daripada berlarian sejauh lima mil. Dulu tidak ada insiden seperti sekarang. Darimana sebenarnya asal penyusup itu dan siapa yang mengirim mereka, Ariana tidak tahu.

Saat hendak mengangkat selimut, suara selembut angin datang menelisik ke telinga. Sebuah panah melesat dari jendela. Sejak kapan jendela itu terbuka, padahal tadi sudah jelas Ariana menutup jendelanya.

Di atas pohon ada seseorang dengan pakaian hitam mengenakan masker berdiri menatapnya dengan menusuk. Sesaat netra pria itu terkejut melihat Ariana yang berhasil menghindar.

Ariana menggeram marah.

"Sial, hampir saja." Ekspresinya menggelap. Masih dengan pandangan tenang, ia menatap pria yang masuk dengan cepat. Sepertinya hanya dua orang yang datang. Ini memudahkannya.

Layaknya pembunuh profesional, mereka tidak banyak berbicara. Tangannya mengepal, melesat cepat menuju wajah Ariana. Gadis itu refleks menghindar. Tangannya menangkap lengan panjang dan kekar itu lalu menubruk tulung rusuk dengan pukulan datar. Pria itu mengaduh tanpa suara. Mereka bertukar pukulan karena jangkauannya yang pendek membuat Ariana kesulitan apalagi melawan dua orang.

Saat tendangan melaju, gadis itu melakukan blackflip dan mendarat dengan sempurna. Kini langkahnya semakin gesit dan gesit. Dengan memanfaatkan lantai, ia melakukan tendangan tinggi menuju rahang pria itu.

Pria lainnya maju hendak menyerang. Tangan Ariana melesat dengan cepat menuju tenggorokkan pria di depannya. Tanpa bisa menghindar, akhirnya pria itu jatuh memegang lehernya yang sakit sambil terbatuk.

Keadaan seperti ini jelas tidak menguntungkan gadis itu.

Dua lawan satu dengan perbedaan tubuh yang begitu besar tidak membuat Ariana kesulitan. Ia gesit dan lincah seperti belut. Melakukan pukulan bertubi-tubi sebelum pria itu bangun.

Tangannya di cekal oleh pria lain di sebelah kiri. Dengan mudah, pembunuh itu mengangkat tubuh gadis cilik di dekapannya. Ariana memberontak, tenaganya tidak lebih besar membuat kesulitan bertambah. Mereka adalah pembunuh profesional.

Buagh...

Memukul kepala Ariana dengan keras.

Sesaat kepalanya pusing. Nafasnya terengah-engah. Dia diambang batas, tapi tidak mau menyerah. Ditengah itu semua, ia mulai memukul titik vital pria yang membekapnya. Pertahanan runtuh dan sekarang tersisa satu, langkahnya cepat mengambil sesuatu dibalik sprei. Itu sebuah pisau dengan gagang. Pisau miliknya yang sudah dipasang dengan kayu. Itu nyaman untuk digenggam.

Ariana kembali berlari menuju pembunuh lainnya.

Kedua pembunuh itu merasakan aura luar biasa dari tubuh seorang gadis cilik langsung membelalakkan mata. Mereka hanya pembunuh tanpa sihir dan aura. Ini akan susah jika mereka berurusan pengguna aura. Segera mereka berlari menubruk jendela, loncat melalui pohon dan hilang di tengah kekacauan.

Ariana terlalu banyak mengeluarkan energinya. Dengan kondisi seperti ini, dia tidak bisa mengendalikan aura-nya. Apalagi Ariana memaksa untuk menggunakan walaupun tubuhnya sudah kelelahan. Itu adalah sesuatu yang buruk untuk tubuhnya. Sebelum semuanya menggelap dia memegang erat pisau di genggamannya, tidak menurunkan kewaspadaan.

Sementara itu, duke tengah berurusan dengan para penyusup dengan kemampuan sihir yang lumayan. Cukup untuk menghabiskan seperempat kekuatannya. Begitu juga dengan Gyren dan Avien. Sesaat mereka merasakan aliran aura yang sangat kacau, tapi setelahnya tidak peduli karena mereka pikir itu milik salah satu diantara penyusup ini.

Sedangkan para ksatria bertempur di bawah. Mansion duke benar-benar kecolongan. Kekuatan para pembunuh itu tidak sebanding dengan pelatihan ksatria dibawah naungan duke, dengan mudah dan cepat akhirnya mereka bisa mengusir mereka semua. Ada beberapa yang ditangkap untuk diintrogasi. Sedangkan ketiga pria itu melupakan seorang gadis kecil yang merintih kesakitan.

>>>>

Burung berkicau, berduaan dengan pasangannya di atas pohon. Fajar menyingsing membangunkan siapa saja yang terlelap. Ariana bangun dengan memegang kepalanya yang pusing. Dia berada di atas kasur yang empuk dan selimut hangat. Otaknya berputar keras mengingat kejadian semalam. Dia ada di lantai saat pingsan lalu siapa yang memindahkannya ke atas ranjang.

"Apa mereka peduli padaku?" Sesaat hatinya dipenuhi harapan besar. Mereka memindahkannya ke atas kasur. Kedua saudara dan ayahnya khawatir dengannya. Dalam hati, Ariana bersorak gembira.

Pintu diketuk menampilkan seseorang berpakaian putih.

"No-nona?! Anda sudah bangun? Syukurlah..." Mola masuk dengan tergesa-gesa. Memeriksa suhu majikannya dengan telapak tangan. "Semalam ada penyerangan, saya langsung bergegas kesini untuk melihat anda. Saat saya datang anda tidur di lantai dengan meringkuk kesakitan. Suhu tubuh anda sangat tinggi. Sa-saya lancang memasuki kamar anda begitu saja. Ma---"

"Jadi... kau yang memindahkanku?" Ariana berkata dengan kosong. Mola mengangguk masih menangis tersedu-sedu.

Bohong jika dia tidak merasakan sesak. Dia terlalu sakit hati. Bagaimana mereka begitu tidak punya nurani. Duke sendiri yang mengulurkan tangannya ketika dia kelaparan, mereka sendiri yang membawanya ke keluarga ini. Lalu... Ah benar, bagaimana mungkin dia lupa. Ariana hanya wadah pengorbanan dan bukan putri tercinta mereka. Dia tidak lebih dari sekedar anjing yang harus membalas budi. Akan lebih heran jika mereka benar-benar mengkhawatirkannya.

Pandangan Ariana turun. Matanya yang sayu menatap Mola tanpa ekspresi. Pelayan di sampingnya yang membantu Ariana. Dia orang yang khawatir dengan keadaanya, Mola juga rela menumpahkan air matanya demi anak kotor seperti dirinya.

"Mola..." Gadis remaja itu menatap sang nona dengan mengelap air mata.

"Ya? Ada yang sakit, nona?" Mola kelabakan.

"Terimakasih." katanya tersenyum manis. Dia berucap dengan tulus. Setidaknya di kehidupan Ariana yang ke empat ini ada satu orang yang sedih dan menangis jika dia tiada.

Mola tercengang. Kembali terisak. Ia merasakan kesedihan mendalam di mata nonanya. Dia juga bisa merasakan rasa kasih sayang yang sangat tulus. Bagaimana mungkin dia tidak tahu? Mola tidak habis pikir dengan pola pikirnya dahulu. Ia menyiksa gadis kecil dan rapuh ini hanya untuk setitik harta yang tidak ada artinya. Dia mengangguk dengan semangat mengelap air matanya.

Reaksi Mola tidak terduga, ia langsung menubruk tubuh nonanya dan mendekap hangat. Mengelus rambut halus dan panjang milik Ariana, "Anda jangan sedih, nona. Saya akan selalu disisi anda." katanya dengan senyum manis. Ariana menteskan air matanya tanpa sadar. Raut wajahnya masih tanpa ekspresi tapi dia merasakan kebahagiaan. "Terimakasih, Mola."

Mereka berpelukan untuk beberapa saat. Matanya berat, saat kepalanya berputar. Ariana tidur di pelukan Mola, setelah sekian lama akhirnya ia bisa merasakan kebahagiaan dan tidur nyenyak tanpa memikirkan akhir tragis hidupnya.

worthless daughterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang