Hug

8.4K 1.1K 24
                                    

Mata Ariana berkedut, ia tidak bisa tidur semalam. Ini karena ketiga pria itu. Hah...
Sekarang, bahkan mereka belum bangun. Sepertinya mereka tidur sangat nyenyak.

Ariana menatap wajah duke, yang sudah tiga tahun ini menjadi ayahnya. Wajah kuning langsat pria itu terlihat sejuk dipandang saat tidur. Garis rahang tegas memperjelas bahwa dia adalah ayah yang keras. Tulang hidung mencuat membuat seluncuran disana. Dahi sedikit lebar dan rambut berwarna merah khas keluarga duke, menambah kesan galak. Tapi, saat mata itu terpejam hanya ada keindahan yang terpampang. Tidak ada tatapan dingin dan datar. Tidak terlihat tatapan tajam menusuk.

Benar-benar damai...

Bulu mata duke bergerak-gerak bertanda dia akan bangun. Ariana mengalihkan pandangannya berpura-pura tidur.

Duke sudah sepenuhnya bangun. Ia menatap wajah mungil Ariana, membelai dahinya dan membuang helai rambut yang menutupi pipi gembul gadis itu. Ariana berpura-pura baru bangun tidur, melenguh dengan suara serak sambil membuka mata perlahan.

"A-yah?" katanya. Gerakan duke berhenti. Ia tidak lagi berbaring, tapi sedang duduk.

"Sudah bangun, hm?" tanyanya mengambil tangan Ariana yang sedang menggosok mata dengan kasar. Ariana bangun, menyingkirkan tangan berat milik Avien.

"Ariana... aku sungguh minta maaf! Aku bukan ayah yang baik." Gadis itu diam. Sudah biasa dengan kejutan seperti ini. Awalnya Avien meminta maaf kepadanya, lalu Gyren, dan sekarang duke.

Ariana lebih memilih untuk memanfaatkan mereka. Setidaknya, ia pernah merasakan disayang walaupun hanya kepura-puraan. Ia akan menikmati itu semua sebelum dia mempunyai kekuatan untuk pergi dari rumah itu. Ia akan menggunakan mereka untuk kepentingannya. Ariana akan mengikuti benang takdir yang dijalaninya untuk sementara.

Walaupun ia tidak bisa sepenuhnya memaafkan mereka, Ariana mengangguk saja.

"Ayah!" Duke menengok, memandang dengan tatapan tanya. Ariana menarik tangan pria itu saat akan turun dari ranjang. "Peluk...." Gadis itu melebarkan tangan. Duke menyambutnya dengan sumringah. Tangan besar itu mendekap erat tubuh mungil Ariana.

"Hei!! Kami juga ikut." Gyren memekik, berjalan cepat diatas kasur sambil menyeret Avien yang masih setengah sadar. Gadis kecil itu bertanya-tanya sejak kapan mereka bangun?

Avien dan Gyren memeluk punggung Ariana. Pria itu tersenyum. Sudah lama mereka tidak pernah sedekat ini. Sudah lama dia tidak berhubungan 'ayah dan anak' dengan Avien dan Gyren. Selama ini mereka berinteraksi hanya sekedar membahas masalah pendidikan dan pekerjaan. Duke rindu mendiang istrinya. Pasangan duke yang meninggal karena sakit parah.

Duke dilema. Ia bingung antara melepas Ariana atau menjaga dan membuatnya bahagia.

>>>>

Sekarang tubuh Ariana sudah sepenuhnya pulih. Ia masih mencoba belajar sihir, diselingi dengan belajar pedang dan bela diri. Untuk memanah dan menggunakan aura ia masih belum bisa melakukannya karena beberapa alasan.

Saat ini, ia akan pergi ke tempat Willos. Toko buku usang di dekat rumah pandai besi menjadi tujuannya. Ariana akan berkonsultasi tentang beberapa sihir dan aura kepada pria itu. Karena saat dia belajar mengumpulkan energi sihir ke 'pohon' sihirnya berakhir ia sendiri yang terpental jauh. Atau perihal mengapa sampai sekarang dia tidak bisa menyalurkan auranya.

Alasan Ariana untuk bertanya kepada Willos... Ah ia sendiri juga tidak tahu. Hanya saja, sepertinya Willos adalah orang yang tepat. Dia dapat dipercaya dan Ariana tahu bahwa orang itu sangat kuat dalam bidang sihir. Mungkin dia bisa memenuhi keingintahuannya dalam masalah yang ada pada dirinya.

worthless daughterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang