Sepotong puding

3.8K 679 12
                                    

Setengah hari penuh, kemarin Duke mondar-mandir dari satu toko ke toko lain untuk memberi hadiah kepada putrinya. Ia tidak pandai dalam hal itu jadi pada akhirnya dia menyerah dan menyuruh salah satu ajudannya merekomendasikan hal bagus untuk diberikan kepada Ariana.

Pagi ini, meja makan penuh dengan makanan. Ada tiga orang yang sedang duduk di kursinya. Ariana merasa ada yang salah dengan perutnya dan itu karena tatapan countes Blion. Gadis itu terus-terusan menundukkan kepala dan memikirkan perkataan wanita itu kemarin.

"Siang ini, apakah kamu ingin pergi jalan-jalan, Ariana?" Duke mencairkan suasana tegang dan memilih untuk bertanya kepada gadis itu. Countes mengangkat alis, sejak kapan kakaknya menjadi ramah begini padahal dulu saat mereka masih satu rumah, tampang bengis Blair menjadi hal yang lumrah.

"..."

Ariana masih menunduk seperti tidak mendengarkan, memakan makanannya sedikit demi sedikit. "Ariana," Panggil duke mengulangi perkataannya. Namun, tetap. Gadis itu tidak menjawab.

Countes menekan sendok dengan piring membuat dentingan cukup keras. Perhatian Ariana teralihkan. Wanita itu menatap sebentar pada gadis kecil di depannya yang terhalang meja. Tangan Ariana gemetar.

"Ariana apa kamu sakit?"

"Ng--" Dia menatap wajah duke. Perkataan tak mengenakkan dari wanita itu melintas di fikirannya. "Sa-Aku tak apa, Ayah." Hampir saja dia berbicara formal.

"Makanan itu sesuai dengan seleramu, bukan?"

"Ya. Tentu saja." Gadis itu mengangguk-angguk lalu tersenyum tipis. "Bagaimana denganmu, Bibi?" Alih-alih menjawab, tatapan dingin dan merendahkan terlintas dimata countes.

Ariana mendorong kursi lalu lompat dari sana dan menuju meja countes membuat pipi gembul itu terayun naik turun. "Puding manis kesukaanku sangat berguna untuk memperbaiki suasana hati." pungkasnya.

"Kalau begitu, Ariana sudah selesai makan dan ingin pergi bersiap-siap. Hari ini ada pelajaran sastra dengan sir Zeon. Salam ayah, bibi! Selamat tinggal."

Countes melirik puding yang diberikan oleh Ariana. Apa yang anak itu pikirkan? Puding, makanan lembek dan berair. Dari bentuknya saja sudah menjijikan, beruang berwarna merah muda. Avien dan Gyren tidak pernah memberikan hal semacam ini kepadanya. Mereka hanya bertukar sapa dengan formal kemudian mengurusi urusan masing-masing tanpa pernah berbincang ringan.

Kehidupan keluarga duke benar-benar suram. Orang-orang di keluarga itu hanya tahu bagaimana membunuh orang dan melenyapkan musuh. Tidak ada kasih sayang dan tidak ada tatapan cinta dari setiap generasi, turun temurun.

Setelah lama menatap, tangan countes tergerak berat dan menyendok kecil potongan puding. Duke menatap sebentar sebelum pergi meninggalkan adiknya tanpa sepatah katapun.

Dia memasukkan dengan ragu, matanya terpejam ketika tumpukan rasa manis dan legit menyatu dalam mulut. Karamel manis gurih dan sangat pas, sesuai dengan seleranya. Dia tidak suka manis, tapi puding ini tidak terlalu manis walaupun seluruh tampilannya tertutup oleh saus bening.

"...enak."

Countes berdehem sebentar karena terpana dengan perpaduan rasa makanan itu sebelum melirik kepala pelayan dengan bengis, membuat pria tua itu menengok kearah lain dengan keringat menetes.

>>>

"Lina, ambilkan aku obat pencernaan."

"Ya?... Apa? Mengapa?" Terkait dengan jawaban yang diberikan oleh pelayan itu, Ariana mengernyit tidak suka. Namun, mulutnya masih terkatup rapat dan tidur terlentang di ranjang empuk miliknya. "Apa semuanya berjalan lancar, nona?"

worthless daughterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang