It's (not) over

4.6K 622 89
                                    

Mansion miliknya juga mempunyai kondisi sama. Akibat serangan yang terjadi malam itu, semuanya kacau. Ia tidak menyangka hari ulang tahun putrinya menjadi tragedi seperti ini. Ingin menyalahkan pun, dia hanya bisa menyalahkan dirinya sendiri. Setidaknya, kondisinya saat ini baik-baik saja walaupun tubuhnya penuh perban.

Countes juga baik-baik saja, tapi tulang kakinya bergeser, jadi dia harus menaiki kursi roda.

Delapan hari berlalu, tapi tidak ada kejadian baik akhir-akhir ini. Mansion selalu sepi.

Ini adalah kepulangannya setelah lima hari berdoa di kuil.

Dia membuka pintu lebar. Mulutnya terkatup rapat, tapi sepersekian detik kemudian dia tersenyum.

"Sialan kau duke, anakmu sudah sadar sejak dua hari yang lalu, tapi kau baru datang sekarang?" Countes melompat di tempatnya membuat dokter di samping wanita itu memekik tertahan.

Kamar dengan dominan biru di depannya penuh dengan orang yang bercanda. Avien dan Gyren berebut tempat sedangkan countes bertengkar dengan Helios --suaminya karena tidak memperbolehkan wanita itu untuk berjalan dengan bantuan tongkat.

Duke tersenyum lega. Setidaknya dari semua ini, putrinya baik-baik saja. Memang pada hari itu dia sekarat dan hampir mati. Namun, kesadarannya tidak hilang, terus menonton pertarungan gadis kecil itu dari awal sampai akhir.

>>>

"Kita akhiri dengan bahagia, bocah sialan."

Pria itu mencengkeram erat tangannya, sebelum meluncurkan energi sihir, Hofmeister tertawa kencang.

Countes mencoba berjalan, tapi dia kesusahan. Dari tempatnya, dia terus berusaha keras. Setiap detik terlewati dan sihir itu meluncur semakin cepat menuju Ariana.

Sampai...

Ledakan terjadi lagi. Debu bertebaran di sekitar menghalau pandangan siapa saja. Hofmeister terbatuk keras. Gara-gara serangan itu, sihir milik Ariana yang dia serap melonjak bagai deburan ombak di laut. Tubuhnya bergejolak cepat, dia memuntahkan darah dan tersungkur. Mulutnya bergumam pelan sebelum tidak sadarkan diri..

"Ariana~" countes bergumam pelan. Dia menatap kedepan dengan sendu. Pada akhirnya, semua usaha yang mereka lakukan sia-sia.

Ariana telah tiada.

Duke menitikkan air matanya.

Dia memandang debu-debu halus yang berterbangan. Matanya membelalak terkejut saat siluet anak kecil berdiri dengan gagah di depan Ariana dengan memasang sihir pelindung. Di sampingnya ada seorang wanita berparas cantik dengan surai hitam bergelombang.

"Ariana?"

Pria kecil itu membalikkan badannya dan bergumam pelan. Duke merasa bingung begitu juga dengan countes. Surai putih! Bukankah warna itu tidak ada sama sekali di kerajaan ini? Dan bagaimana bisa pria kecil itu mengenal putrinya?

"Ibu, mengapa kau bisa ada di sini?" tanyanya saat menoleh ke samping.

"Dan mengapa kau bisa ada di sini, Asen?" Alih-alih menjawab, wanita bersurai hitam itu bertanya dengan heran. "Untung saja aku memasang sihir pelindung. Jika tidak, Ariana mungkin sudah..." sambungnya.

"Panggil aku Willos, tolong!" Pria kecil itu mencebik kesal sebelum membantu Ariana yang masih terduduk dengan banyak sekali darah yang mengalir.

Zavila menahan emosinya. Laki-laki ini sudah beruntung diberi nama oleh ibunya. Sekarang dia ingin mengganti sesuka hatinya. Sial!

"Jangan diam saja, bodoh! Dia terkena sihir ilusi. Gunakan makhluk kecil milikmu untuk membangunkan Ariana dari dimensi lain." katanya. Willos mengangguk dengan cepat. Dia memejamkan mata sebelum menempelkan tangannya di punggung tangan Ariana untuk mengalirkan sihir.

worthless daughterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang