Memento mori

186 12 12
                                    

Jeno, Jisung
Accident
©fedmydream


°°°

Berpetualang di bawah selimut malam adalah makanan sehari - hari Jeno. Mudah baginya untuk menyelinap dari jendela kamar dan meluncur bebas dari lantai dua sebelum nantinya melompat ke taman belakang rumah. Berbekal senter yang ia bawa, pria itu akan kabur melalui hutan kecil di balik pagar pembatas. Jalurnya sudah Jeno hafal di luar kepala, tetapi cahaya membantunya untuk melihat keberadaan ranting - ranting tajam. Akan sulit menghadapi omelan Jisung di kemudian pagi jika adiknya tersebut melihat sisa - sisa tanaman kering di halaman rumah, dia si pengurus halaman yang perfeksionis.

Berjalan lebih jauh, Jeno kini terikat dengan hiruk pikuk kota yang tidak pernah mati meski diterjang malam. Dunia lain bak terbuka, menyingkap para burung hantu yang bekerja keras mencari pundi - pundi uang. Jeno adalah salah satunya. Pria itu lantas mengeratkan mantel lalu berbelok ke arah gang kecil yang minim cahaya. Suara kesibukan kian padam, tergantikan langkah - langkah sunyi di atas tanah yang kotor. Di ujung jalan, pria itu kemudian berbelok kanan di bawah tanda panah menyala yang bertuliskan ‘klub malam’.

Jeno melewati penjaga dengan mudah berbekal identitas palsu yang ia miliki, tentu saja properti tambahan diperlukan, perusahaan menyiapkan semuanya dengan baik. Entah sudah berapa abu kartu identitas yang berakhir di tempat sampah setelah langit berganti warna.

Pra itu kemudian disambut dengan lautan manusia yang asyik menumpahkan euforia di bawah alunan musik berhiaskan gemerlap lampu warna - warni. Jeno dengan pandai memisahkan diri lalu berjalan di sepanjang dinding menuju meja bar. Ia pun duduk dengan tenang bak menjadi sesuatu yang tidak terusik di tengah keramaian tempat. Salah satu bartender mendatanginya, seorang pria yang sudah lama tidak berjumpa dengannya, Na Jaemin.

“Senang bertemu denganmu, Jeno. Kau tampaknya sangat sibuk, ya?” Jaemin menyapanya sembari dengan telaten membuatkan minuman untuk sang teman lama.

Jeno tersenyum kecil, “Kau juga sepertinya sangat sibuk untuk berpindah - pindah tempat kerja.”

“Ah, kau seperti tidak mengenalku saja. Seorang pelayan bar itu harus berkelana, mencari tempat terbaiknya di balik meja bar. Sejauh ini aku belum menemukannya, gelas dan minuman yang tersedia tidak memuaskanku, mereka semua bernilai sama,” ungkapnya setelah menyelesaikan minuman milik Jeno.

“Tentu saja. Apa yang kau harapkan dari benda mati?” Jeno kemudian menyesap minumannya disusul ledakan indra perasa. Tidak ada yang mampu menyaingi rasa Tequila buatan Jaemin.

“Ada sensasi di balik itu semua yang tidak kau mengerti, tuan agen.”

Setelah melempar senyum, Jaemin kemudian berlalu untuk melayani pelanggan lain yang berdatangan. Jeno hanya meliriknya tanpa minat sebelum beralih pada keadaan sekitar, instingnya beradaptasi begitu cepat dan memukul telak sense untuk berpacu. Tubuh Jeno berputar di bawah kursi, menatap setiap kepala di hadapannya sebelum jatuh pada satu yang berwarna merah; targetnya yang mengenakan topi.

Memantaunya dengan seksama, Jeno lalu menekan earpiece di antara rambutnya yang lebat. “Si topi merah yang tengah menari seperti orang bodoh itu, bukan?”

“Kau benar. Buat ini secara cepat, Jeno, aku akan mengeluarkan bom asap tepat setelah kau menembaknya.”

“Bukan masalah.”

Tepat setelah keheningan mendiami telinganya, Jeno lantas bangkit dan meregangkan tubuh dalam diam. Jaemin meliriknya di tengah kegiatannya mengelap gelas - gelas kaca, tersenyum kecil kala sang teman mulai menyatu bersama keramaian. Jaemin kehilangannya, tetapi ia tahu kejutan besar siap menantinya. Sudah lama sekali bagi pria itu untuk melihat keributan, Jaemin akan menjadi penonton yang baik kali ini.

Jeno tidak melakukan apa pun selain mengawasi si pria bertopi merah yang asyik menari bersama gerakan - gerakan yang aneh. Targetnya tidak mabuk, dia hanya seorang penari yang buruk. Tipisnya jarak yang terpaut bak menggoda adrenalin Jeno di antara jari - jarinya yang terselip di belakang celana, menggenggam badan senjata seperti seekor rubah pemangsa.

Dalam satu gerakan cepat, Jeno pun menyibak topi merah tersebut dan menodongkan senjata. Namun, semuanya berlangsung bak kilat cahaya, senjata Jeno terlempar bersama moncong senjata lain muncul di dahinya. Dia tidak pernah gagal, juga tidak pernah lengah, tetapi Jeno kehilangan semuanya kala sinar lampu menyorot dengan jelas dua mata hazel yang selalu ia sayangi.

Jisung-nya yang kini menodongkan senjata padanya.

“J-Jisung?” Jeno bergetar bersama segenap teriakan panik di udara. Orang - orang mulai berlari ketakutan, memberikan ruang lebih bagi keduanya dalam situasi yang tidak terduga.

Jisung sendiri tidak bereaksi apa pun, sama menatap Jeno dengan kekalutan pada semestanya. Genggamannya terhadap senjata tampak solid, tidak goyah meski bibirnya mulai bergerak kaku mengucap nama sang kakak. “J-Jeno hyung..”

Lalu letusan senjata pun terdengar di udara.

°°°

#30DWC
#30DWCJilid31
#Day8

SHALLOW - NCT DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang