Shapeshifter

144 5 10
                                    

Jaemin, OC
Fantasy
©fedmydream

°°°

Menjadi seorang shapeshifter itu tidak mudah. Kau tidak akan tahu bagaimana gelombang emosi dapat membawa otak menuju arah yang tidak terduga, menyentak saraf tubuhmu lebih lanjut, spontan membangkitkan sisi diri yang lain. Kemudian dalam sepersekian detik, kau akan berubah. Aku pernah mengalaminya, tetapi aku cukup beruntung karena perubahan yang terjadi bukanlah sesuatu yang besar atau menakutkan sehingga sedikit sekali kemungkinan untuk membuat perhatian; seekor kupu-kupu.

Tentu saja, siapa yang menyangka bahwa kupu-kupu yang terbang di dalam kelas adalah aku, bukan? Orang-orang pasti berpikir, oh, itu hanya hewan bersayap yang tidak sengaja terperangkap, masuk melalui jendela ruangan. Manusia bahkan menuntun sayapku dengan tangan-tangan mereka agar aku keluar dengan selamat. Situasi tersebut mungkin dapat dikatakan sebagai keuntungan bagi seorang shapeshifter. Namun sesungguhnya, perubahan di ruang publik itu sangat jarang terjadi mengingat hampir tidak ada gelombang emosi yang kuat di dalamnya. Kami hanya berinteraksi layaknya manusia biasa.

“Raya.”

Siang itu kelas baru saja berakhir. Sembari mengikat rambut, aku segera berjalan keluar kelas dengan harapan kantin fakultas tidak ramai pengunjung. Namun belum sempat kaki ini berada di luar ruangan, seseorang memanggilku dari deretan bangku atas. Suaranya menggema, cukup bagiku untuk menghentikan langkah dan berbalik menatapnya.

Seorang pria berambut cokelat legam dengan kacamata bulat berkerangka hitam tipis bertengger pada hidungnya yang mancung. Dia Na Jaemin.

Sejujurnya tidak banyak interaksi yang terlibat di antara kami selain diskusi kelas. Jaemin adalah mahasiswa sederhana yang memiliki wawasan luas dan suka terlambat. Figur tinggi dengan luaran kemeja hitam yang selalu dikenakannya, nyaris tidak pernah berubah--itulah mengapa aku menyebutnya sederhana--yang menjadi langganan tegur para dosen.

“Ya, Jaemin?” sahutku.

Jaemin tersenyum kecil lalu turun dan menghampiriku. “Kau pasti ingin ke kantin’kan?” Aku mengangguk.

“Boleh’kah aku ikut bersamamu?”

Ouch, aku tidak berekspetasi pertanyaan itu meluncur dari mulutnya. Namun, apa masalahnya? Seorang Raya Soladova bukanlah gadis minim sosialisasi. Membalas senyum pria itu sebelumnya, aku lantas mengangguk dan kami pun berjalan beriringan menuju kantin fakultas. Baru aku akan membuka dialog sampai Jaemin tiba-tiba mengutarakan kalimat.

“Apa kau pernah mendengar kata shapeshifter?”

Tungkai kaki berhenti di luar kepala.

Jaemin ikut berhenti dan menoleh, sekadar menemukanku yang menatapnya dengan satu alis terangkat heran. Dia tidak mengharapkan ekspresi demikian, itulah mengapa garis wajahnya kini menyiratkan kejut, tetapi Jaemin berusaha menyembunyikannya. Namun, tidak ada satu pun yang lolos dari mataku. Ekspresi heran memang alternatif terbaik, menjadi polos bahkan nilai lebih. Sayangnya, refleks kakiku yang menjadi masalah.

“Ada apa?” Jaemin bertanya.

Kami kembali berjalan seakan tidak terjadi apa pun sebelumnya. Aku lantas terkekeh kecil bersama bumbu canggung yang kental; another point.

“Aku hanya baru mendengarnya pertama kali seumur hidupku, jadi aku bingung. Memangnya itu apa?”

Kedua bahu Jaemin terangkat tak acuh. “Aku juga tidak tahu, makanya aku bertanya padamu. Kau’kan cerdas.”

Matanya mengerling jenaka, sukses mencairkan suasana. Mendengarnya, aku tidak bisa menahan gerutuan di dalam hati. Dasar orang yang merendah untuk meroket, jelas-jelas dialah si cerdas itu, mengingat wawasan yang dimiliki Jaemin bisa diibaratkan dengan luasnya lautan.

“Sepertinya kau bertanya pada orang yang salah.”

“Aku tidak. Kau’kan seorang shapeshifter.”

Sepersekian detik, tawaku meledak. Jaemin kemudian menghentikan langkah dan menatapku lebih lanjut, tatapannya menelisik dari ujung rambut sampai bawah kaki. Aku masih tertawa, beberapa orang mulai menaruh perhatian, tetapi aku tidak peduli. Jaemin menunggu, dan tawaku seketika lenyap saat melihat kilatan dari kedua bola matanya.

Selain dapat berubah, shapeshifter juga memiliki kekuatan untuk mengenal satu sama lain. Dan koneksi itu terbentuk saat kau melihat sesuatu yang bercahaya dalam sorot matanya. Jadi, aku tidak sendirian di sini?

“Sudah lama aku melihat kilat dari matamu, tetapi aku tidak mengerti kenapa kita tidak kunjung terkoneksi,” ujar Jaemin.

“Aku baru saja melihat kilat milikmu.”

Mendengarnya, Jaemin tampak senang. Sekarang situasi di antara kami berubah 180 derajat. Aku berandai-andai apa yang akan ia lakukan sekarang, juga untukku setelah mengetahui bahwa diri ini bukanlah satu-satunya seorang shapeshifter di kampus. Ibuku pernah berkata, bahwa semakin banyak makhluk sihir yang berkumpul di suatu tempat, maka semakin besar pula kemungkinan untuk ditemukannya suatu kedok kejahatan. Itu adalah legenda umum yang diketahui oleh para shapeshifter. Namun, tidak ada yang tahu soal kebenarannya.

“Tidak’kah akan lebih menyenangkan jika kita memulai semuanya dari awal?” usulku kemudian.

“Maksudmu?” Jaemin menatapku bingung.

Aku hanya tersenyum sebelum melangkah maju dan berjinjit, meraih perhatiannya telak. Jaemin tampak gelagapan, bahkan kelewat gugup saat wajah kami kini hanya terpaut beberapa sentimeter. Menyinggung sudut bibir, aku kemudian berbisik di telinganya.

“Aku Raya Soladova dari klan Taman. Shapeshifterku adalah kupu-kupu.”

Bak tidak memberi kesempatan untuk beranjak, Jaemin lantas balas berbisik dengan jarak yang lebih dekat. Kali ini terdengar riuh orang-orang atas tindakan kami di ruang publik. Namun, aku dan Jaemin bahkan tidak memiliki waktu untuk peduli.

“Aku Na Jaemin dari klan Hutan. Shapeshifterku adalah rusa putih.”

°°°

Panen cerita seruu di AO3, yaampun Jaemin jadi rusa putih, pasti breathtaking banget👀✨

#30DWC
#30DWCJilid31
#Day20

SHALLOW - NCT DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang