Only Son

179 15 3
                                    

Renjun, Jisung
Accident
©fedmydream

°°°

Meski musim dingin telah berlalu, Renjun masih merasakan dinginnya sampai ke tulang saat angin musim semi silih berganti datang menyambut hari. Setiap pagi, ibu akan datang ke kamar untuk menyibak tirai dan membuka jendela, tersangka yang membuat waktu tidur Renjun terusik akibat sengat udara luar. Beliau tidak pernah berhenti melakukannya meski remaja itu sudah protes ratusan kali. Udara pagi itu sehat dan Renjun perlu untuk menghirupnya, katanya. Pergantian udara juga, tambah wanita berkacamata tersebut.

Renjun tidak tinggal sendiri di kamar, omong-omong.

Jika hal tersebut terus berlangsung, maka hanya ada satu orang yang menyukainya, siapa lagi jika bukan yang paling tinggi, paling manja, paling boros, sang penghuni lain yang tinggal berseberangan dengan ranjang milik Renjun. Jisung, namanya. Si adik berselisih dua tahun yang tidak ingin kalah dalam hal apa pun darinya. Renjun menyebutnya sebagai tiang listrik berjalan karena tinggi badannya yang tidak kira-kira, ketidakadilan alam bagi sang kakak.

"Hyung, tunggu aku!"

Merupakan seruan penghambat bagi Renjun yang telah selesai mengikat sepatu. Dirinya berada di tingkat akhir, sedang Jisung baru mulai masuk sekolah. Di minggu-minggu awal sekolah, tidak ada yang sang adik lakukan selain merengek ingin berangkat bersamanya. Renjun sendiri sudah protes pada ibu, pasalnya ia seperti dapat menembus mata milik Jisung, melihat tujuan anak itu yang sebenarnya; Jisung memanfaatkan posisinya sebagai mantan ketua OSIS untuk pamer pada teman-teman barunya, mungkin.

"Aku tidak bawa motor," kata Renjun dengan tangan sibuk berkutat dengan setang motor, menyeretnya keluar garasi.

"Aku sudah siap, hehe." Jisung sekonyong-konyong muncul dengan dua helm di tangan.

Renjun menggerutu tanpa suara lalu menerima helm tersebut bersama sosok Jisung yang langsung menaiki jok belakang. Di ambang pintu, ibu sudah terkikik memperhatikan interaksi mereka. Beliau lantas mendekati kedua putranya dan memberikan mereka masing-masing satu kecupan di pipi; sebuah tradisi keluarga. Tidak lupa, segenap pesan keamanan mengendarai yang tidak pernah absen melewati telinga Renjun.

"Dadaaah, ibu!" seru Jisung lalu melambai pada beliau yang punggungnya kian mengecil setelah Renjun menjalankan motornya, melewati perumahan dengan tenang sebelum menyibak topeng pembalap di jalanan utama. Tanpa babibu lagi, Jisung segera mendekap tubuh sang kakak dengan erat.

"Hyung tidak pernah mendengarkan ibu, ya."

Renjun tersenyum kecil, "Kalau kau ingin terlambat dan dihukum."

Jisung pun menjerit tertahan saat Renjun menaikkan intensitas kecepatan kendaraannya. Anak itu berandai-andai apakah tindakan sang kakak sungguhan legal di jalanan pagi yang penuh dengan kendaraan ini, terlebih kepiawaiannya menggerakkan setang hingga bisa menyelip di berbagai bentuk celah. Jisung bisa rasakan jantungnya berdegup sangat kencang, buku kukunya memutih dalam cengkeraman saat menyadari niat Renjun yang ingin mengejar lampu hijau; kecepatan yang tidak manusiawi, sedang sang empu memicingkan mata mengejar target. Jika mereka terjebak lampu merah, maka berakhir sia-sia ajang kebut-kebutan ini, mereka akan terlambat.

"Hyung!"

Lampu merah.

Dan Renjun tidak mengurangi kecepatannya sama sekali.

"Renjun hyung, kau--"

Ucapan Jisung tidak pernah selesai sebab sebuah kendaraan besar muncul dan menabrak motor mereka dari arah kanan tepat setelah Renjun melewati traffic light. Keduanya sontak terlempar, terlepas dari badan motor, berguling-guling di tanah aspal tiada henti hanya untuk mengoleksi bercak darah. Helm milik Jisung terlepas, telak membuat kepala anak itu terbentur keras dan kehilangan kesadaran. Teriakan orang-orang terdengar kala sebuah motor dari arah berlawanan tidak bisa mengendalikan kecepatan dan siap menghantam tubuh Jisung yang telah tidak bergerak di tanah.

Maka takdir menunjukkannya kala Renjun sudah memejamkan mata di ujung jalan, terlentang bersama cipratan darah sang adik, selang menyambut tabrakan keduanya.

Renjun tidak tahu bahwa ia sudah menjadi anak tunggal sekarang.

°°°

Memikirkan banyak hal tentang waktu yang tidak bisa terulang, juga waktu yang akan datang. Apa yang kau sesali? Apa aku sesali?

SHALLOW - NCT DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang