Jisung, Haechan, Renjun
Friendship
©fedmydream°°°
🔞🔞🔞
Sudah seharusnya Jisung mengikuti saran Renjun di hari pertamanya menjadi orang dewasa; jika melihat Haechan, bersembunyilah. Namun, pria itu menemukannya seperti sesuatu yang berkilauan di malam hari; menarik perhatian. Tidak sempat Jisung mengalihkan pandangan barang satu detik, suara Haechan telah melengking di lorong asrama menyuarakan namanya. Chenle, teman sekamarnya, tertawa keras dari balik pintu. Jisung telah bercerita padanya omong-omong, dan mereka bertaruh apakah saran Renjun sungguhan ampuh. Astaga, uang makan siang Jisung bertambah begitu saja.
“Hari ini tidak ada kelas,’kan?” Sekonyong-konyong Haechan telah muncul di hadapannya. Rambut cokelat sang empu tampak terpisah-pisah, menyiratkan air yang belum sepenuhnya hilang. Haechan selalu seperti itu, tidak mengeringkan rambutnya dengan baik setelah keramas karena pria itu berpikir hal tersebut adalah sesuatu yang keren.
Padahal di mata Jisung, rambut Haechan seperti sarang burung.
“Ada, tuh.” Jisung berusaha terdengar normal. Namun, Haechan telah mengenalnya selama 10 tahun. Tidak ada satu pun yang lolos dari matanya, demikian ia langsung menyeringai kecil dan merangkul pundaknya.
“Aku sudah bertanya pada temanmu, loh.”
Jisung tampak terkhianati. “Chenle!?”
Dahi Haechan berkerut atas reaksi berlebihan sang lawan bicara sebelum menggeleng. “Na Jaeman.”
Ah, bahu Jisung lantas jatuh. Dia tidak tahu apakah itu adalah hal yang baik atau buruk. Jisung mengira bahwa Chenle mengkhianatinya demi makan siang gratis dengan menjual informasi pada Haechan. Namun untuk Jaemin, ah, tentu saja kakak kesayangannya itu tidak mengetahui apa pun. Dia pasti berpikir bahwa Haechan hanya ingin mengetahuinya semata-mata tanpa tujuan apa pun. Padahal, mata Haechan itu sudah berapi-api, loh, kalau telah meniatkan sesuatu.
Seperti yang Jisung lihat sekarang. Api menyulut wajahnya dengan kuat.
“Apa pun itu, aku tidak mau.”
Rengekan Haechan meluncur. “Ah, kau harus mencobanya.”
“Aku tidak ingin minum, hyung.”
“Kau’kan sudah legal sekarang.” Rengkuhan di bahu Jisung mengerat.
Spontan sang empu berusaha melepaskan diri sedang ia tahu bahwa kekuatannya tidak ada apa-apa dibandingkan Haechan. Demikian keduanya seperti membangun reka adegan penculikan; Jisung yang meronta-ronta, sedang Haechan terus menyeretnya. Jisung mencoba untuk menjerit, tetapi Haechan telah di luar kepala menutup mulutnya. Sungguhan penculikan ternyata.
Maka berakhirlah Jisung berada di kamar asrama lantai dua.
~*~*~
Renjun memejamkan mata dengan jari menekan hidung. Tubuhnya tidak berkutik kala tubuh besar milik Jisung kembali menabrak meja kecil di hadapannya sedang Haechan puas tertawa. Terjadi kekacauan besar di kamarnya, dan pria itu tidak bisa melakukan apa pun saat Jisung bahkan mabuk dan memperburuk semuanya. Renjun tidak bisa menyalahkannya, karena ia tahu persis siapa yang patut disalahkan. Hanya saja, ia menyayangkan sang adik yang tidak memegang sarannya dengan baik. Tidak lucu sekali saat Renjun mendengar dari Chenle bahwa Jisung langsung tertangkap oleh Haechan di awal langkahnya keluar kamar.
“Ah, aku mau lagi!” seru Jisung.
Terseok-seok, pria itu bangkit dan mendekati Haechan si terdakwa pemegang minuman. Haechan dengan senang hati melayaninya, sampai Renjun datang dan merebut botol minuman di tangan pria itu. Dua wajah protes menyambut Renjun telak.
Alih-alih takut, Renjun justru berkacak pinggang dan tanpa jeda menendang kaki Haechan. “Kau, aku tidak peduli apa pun alasannya, harus membereskan kamar sekarang juga!”
“Hyuuuung.” Jisung tiba-tiba merengek di bawah kakinya. “Berikan botol itu padaku.”
Belum sempat jari Jisung meraihnya, Renjun telah memindahkan benda tersebut ke tempat yang aman. “Tidak, Jisung. Kau mabuk. Aku harus membawamu ke kamar sekarang.”
“Tapi aku mau minum!” kata Jisung nyaris membentak. Dalam mata prihatin, Renjun memperhatikan rambut adik kesayangannya yang kini berantakan dengan titik-titik keringat di pelipisnya--dia seperti kerasukan sebelumnya. Jangan lupakan tatapan sayu itu, astaga. Jisung seperti akan runtuh beberapa saat lagi.
Dengan lembut, Renjun lantas bersimpuh dan menarik tudung hoodie yang Jisung kenakan sebelum menutup kepalanya. Ia lalu membantu Jisung untuk berbaring di karpet dan memberikannya beberapa usapan di lengan. “Istirahatlah,” ujarnya.
Jisung tidak protes, tampaknya terbuai di bawah sentuhan Renjun meski alkohol menari-nari di kepalanya. Tidak butuh waktu lama, mata Jisung pun terpejam. Dia akhirnya tertidur bersamaan dengan berhentinya gerakan tangan Renjun. Renjun memastikan Jisung tidak terusik dengan suara langkah sebelum beralih menatap Haechan yang justru melamun di atas sofa.
Tidak dapat menahan diri, Renjun lantas mendekati sang teman dan menoyor kepalanya dengan keras. “Goblok.”
Lamunan Haechan spontan buyar bersama tatapan tajam yang melintas. “Aku hanya bersenang-senang?”
“Aku hanya bersenang-senang.” Renjun mencemoohnya lalu berseru kencang, “Rapikan kamar sekarang!”
Meski dibentak seperti itu, Haechan tetap enggan bergerak. Ia hanya menatap inner api di balik punggung Renjun dengan kedua mata berotasi malas. Renjun selalu seperti itu, mencintai 3K; kedamaian, kebersihan, keamanan. Hidupnya lurus mulus seperti jalan tol, berbeda dengan dirinya yang menggunakan jalur biasa menaiki gunung; berkelok-kelok, rusak pula. Namun, sepertinya Haechan lupa amarah Renjun adalah sesuatu yang sungguhan dapat meledak.
Maka jangan tanyakan siapa yang menjerit saat batang ponsel nyaris mengenai kepala di ruangan.
“OKE, SIAP PADUKA!”
°°°
Buat aku adegan minum itu masuk ke ranah dewasa, jadi jangan ditiru, oke?
KAMU SEDANG MEMBACA
SHALLOW - NCT Dream
Fiksi Penggemar[TAMAT] 💌 Kumpulan drabble/ficlet Dream dalam alur yang berbeda - Thursday, 210121 - Wednesday, 220615