Jisung, OC
Romansa
©fedmydream°°°
"Apakah kau pernah melihat bintang?"
Suatu hari, Jisung mengajukan pertanyaan padaku sepulang sekolah. Rumah kami yang sempat searah membuat agenda pulang bersama terasa biasa, meski kami sendiri tidak berada di kelas yang sama. Satu lambang sekolah sudah cukup sebagai alasan menjalin relasi. Namun, di luar itu, kami pernah menjadi partner untuk perwakilan olimpiade.
Aku ingat saat itu aku tidak mengatakan apa pun melainkan menatap Jisung dengan heran. Jisung sendiri tampak tidak ambil pusing. Ia justru balas menatapku dengan sorot teduh berhias semu. Bak mendramatisasi, silir angin sore menggelitik rambut sang empu seakan aku bisa menangkap momen tersebut dalam waktu yang lambat.
Meh. Aku hanya merasakannya seorang diri, sebab semuanya terasa amat normal. Angin berembus, rambut berantakan, ya ... sudah. Pria itu juga tidak menuntut lebih, ia membiarkan pertanyaannya mengapung begitu saja di ambang jarak langkah kami yang semakin besar.
Jisung melambaikan tangan dengan senyuman di perempatan jalan sebelum kami benar-benar berpisah. Demikian tanganku terjatuh setelah tidak memiliki alasan untuk terangkat, diam-diam merayap di ujung rok dalam upaya meremasnya akan sensasi janggal. Akan tetapi, sekali lagi, semuanya terasa normal. Kami mengulang fenomena yang sama setiap harinya; pulang bersama-lambaian tangan.
Aku baru akan kembali merajut langkah jika saja suara seseorang tidak menahanku diam di tempat.
"Mau melihat bintang bersamaku?"
Jika gelombang adalah warna, maka aku melihat ribuan warna meletup di udara dalam sepersekian detik, telak membuat kedipan mata seperti selamanya. Sekonyong-konyong, Jisung telah berada di hadapanku. Rambut cokelat tua pria itu terlihat lebih berantakan dari sebelumnya, napasnya pun berderu cepat--oh, dia baru saja berlari?
"Jisung--"
"Kau bercerita padaku kemarin jika hari ini kau sendirian di rumah karena kedua orang tuamu harus pergi ke luar kota."
Terlalu cepat untuk kuproses sehingga hanya otak yang tahu bagaimana ekspresiku sekarang. "... Ya?"
"Jadi, aku ingin mengajakmu melihat bintang."
Trotoar jalan tempat kami berpijak tidak terasa begitu nyata saat memori melambung di atas langit-langit untuk menunjukkan perjalanan hidupku bersama Park Jisung. Aku ingat saat pertama kali melihatnya di depan laboratorium, dan berujung pada pemasanganku dengannya untuk olimpiade. Sejak saat itulah kami sering menghabiskan waktu bersama--untuk belajar tentunya. Sederhana, teliti, dan pintar, merupakan sosok Jisung di mataku selama mengenalnya. Setelah proyek selesai, kami tidak lebih sekadar teman pulang bersama.
Lalu melihatnya bertingkah demikian, bukan tanpa alasan perasaanku berterus terang.
"Oke."
Akan tetapi, aku percaya padanya.
Lokasinya berada tidak jauh dari gedung sekolah itu sendiri. Kami memang tinggal di daerah perbatasan kota dan desa, sehingga keasrian lingkungan masih kental terasa, perihal bukit-bukit yang melingkupi sebagian besar wilayah, salah satunya yang menjadi pemandangan para siswa kala berolahraga di lapangan outdoor sekolah.
Jisung tampaknya telah sering berkunjung sebab langkah pria itu sangat ringan sekaligus kokoh di atas medan bebatuan. Aku yang beberapa kali nyaris terpleset harus meminta bantuan uluran tangan setelah memberikan beban tasku pada Jisung. Lebatnya tanaman liar, padatnya lalu lintas serangga, sungguh perjalanan yang tidak mudah. Terlebih ketika matahari telah pamit, kegelapan mutlak menyertai kami.
KAMU SEDANG MEMBACA
SHALLOW - NCT Dream
Fanfiction[TAMAT] 💌 Kumpulan drabble/ficlet Dream dalam alur yang berbeda - Thursday, 210121 - Wednesday, 220615