Number

172 9 12
                                        

Haechan, Mark
Accident
©fedmydream

°°°

Di mana pun Haechan berada, akan ada Mark di sampingnya. Mereka seperti dua anak kembar yang tidak terpisahkan, selalu kedapatan bersama sejak bangku sekolah dasar hingga kini menginjak bangku sekolah menengah. Bahkan, rumah keduanya pun bersampingan. Seluas apa pun lingkar pertemanan Mark atau sebanyak apa pun teman bermain Haechan, selalu ada waktu bagi mereka untuk dihabiskan bersama. Orang - orang bilang, sih, Mark dan Haechan adalah definisi soulmates di kehidupan nyata.

Bleh, itu berlebihan. Telingaku rasanya mau copot kalau mendengarnya,” kata Haechan begitu teman - temannya mengatakan soal belahan jiwa.

“Tapi kalian itu benar - benar menempel seperti prangko. Aku tebak, ni, ya! Pasti sepuluh, tidak, lima menit lagi, Mark akan datang ke kelas untuk menjemputmu.”

Bel pulang sudah berbunyi beberapa saat yang lalu, tetapi beberapa siswa memilih menetap demi membangun relasi bersama obrolan ringan yang tidak sempat terwujud selama kelas berlangsung. Haechan salah satu di antaranya, duduk bersama segenap pria yang mengelilinginya.

“Tiga menit lagi,” sanggah Haechan.

“Tuh, kan, kau bahkan mengetahui waktu kedatangannya dengan tepat.” Mereka pun ramai - ramai bersorak.

Haechan tidak mengindahkannya selain menggaet tas seraya merotasikan kedua bola mata dengan jengah, “Tentu saja, bodoh. Jadwal latihan judonya tepat jam lima sore, itu berarti tiga menit lagi.”

Benar saja. Tepat setelah tiga menit, Mark pun muncul di ambang pintu bersama ceringannya yang khas. Melihat kumpulan anak laki - laki, Mark tanpa ragu menyapa mereka sekadar menanyakan hal - hal dasar seputar sekolah, tidak penting, intinya hanya berbasa - basi sampai Haechan berada di sampingnya.

“Oh, sudah siap?” Mark tampak bersemangat. Haechan pun mencemoohnya dengan mengatakan hal yang sama, tetapi menggunakan lidah pendek sehingga suaranya berubah.

“oH, SuDAh SIaP?” Pria itu menyenggol bahu Mark, “Kau pikir aku berdiri di sini untuk apa? Menunggumu berbasa - basi begitu? Menyebalkan,” gerutu Haechan kemudian berlalu meninggalkan sang teman.

“Yak, Lee Haechan!”

Pria berambut cokelat pekat dengan pipi lebar itu tidak mengindahkannya. Mark sontak pamit pada para penyimak lalu pergi menyusul sang teman. Sepeninggal mereka, segerombolan pria itu kemudian berbeo riuh setelah tersuguhi interaksi keduanya. Tampak sinis padahal akrab, jenis dinamik yang dapat dinikmati setiap insan di sekolah. Hal itu pula yang menjadikan persahabatan Mark dan Haechan terkenal.

“Haechan!” Mark berhasil menggapai Haechan tepat setelah mereka sampai di depan lapangan indoor.

Haechan sendiri langsung menapik tangan pria itu dan bersedekap, “Tidak usah sok akrab, tuan atlet. Kau tahu batasannya.”

“Tapi aku hanya ingin berteman denganmu,” pinta Mark sungguh - sungguh.

Helaan napas pun mengudara, “Mark, kau ingin bertemanku karena sesuatu, dan aku tahu persis apa itu. Toh, kau juga sudah mengetahuinya, bukan? Jadi, untuk apa repot - repot, kau hanya merasa terharu karena aku membantumu selama ini.” Haechan lalu berjinjit dan membisikkan sesuatu pada sang lawan bicara.

“Aku tidak akan berhenti sampai aku melihat kekalahanmu di depan mataku.”

Mata Mark sontak melebar terkejut seraya menatap Haechan yang kini menyeringai kecil, “Kau hanya pria berangka tujuh yang beruntung.”

SHALLOW - NCT DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang