[ Completed ]
Hanya sepenggal cerita tentang bagaimana si berandal Danuar memuja sahabatnya sendiri, sosok Jennie yang begitu berharga baginya.
Cintanya.
Gadisnya.
Pancaronanya.
Hingga semakin hari semakin bersinar bersama pemuda, yang bukan dirinya...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Bahkan cinta mampu membuat manusia menjadi sedemikian egois."
Pancarona ;Kth.
•••
Tiga hari, sejak di mana pesan singkat tersebut ada.
Penawaran tanpa celah milik pemuda Danuar yang dibuahi persetujuan milik si sulung Bagaskara. Tempat pertemuan mereka dipilih langsung oleh Jungkook; yang mana kafe tersebut tidak jauh dari kediamannya.
Di antara tarikan napas yang ia keluarkan kala mematikan mesin mobil, Jungkook melirik ke arah parkiran. Sudah ada satu motor yang agaknya ia yakini milik pemuda yang akan berbicara dengannya nanti.
Sepenting itu ternyata. Bahkan ini masih sepuluh menit sebelum perjanjian.
Jungkook pun mengambil senyum tipis, lantas keluar dari si kuda mesin. Kini, lelaki itu mengenakan kaus hitam dengan kemeja kotak-kotak yang digulung sebatas siku. Celananya koyak di bagian lutut—hasilkan benang-benang putih menjuntai di sana.
Ia melangkah, dan kala jemarinya mencapai gagang pintu—ia dapat langsung menangkap; di mana si pemuda Danuar duduk. Sebab pada kenyataanya, dari sekian manusia yang ada di dalam—hanya satu titik yang mengunus Jungkook.
"Well, lo pasti Taehyung." Jungkook berucap, selagi langkahnya mencapai kursi di hadapan pemuda dengan manik kelam itu.
Si empunya mengangguk singkat, alisnya terangkat, "Identik. Kalian kembar identik, ternyata," sahut Taehyung. Maniknya mengikuti pergerakan Jungkook.
Ucapan itu, hanya dibalas anggukan santai. Pun Jungkook menoleh sekilas ke arah samping pemuda itu. Taehyung tidak sendirian. "Temen lo? Kirain mau ngomong empat mata doang."
"Gue ngehubungin lo juga ada campur tangan dia," Taehyung menoleh pada Jimin.
Jimin mengangguk, mengangkat tangan guna melakukan jabatan—Jungkook menyambutnya, "Jimin."
"Jungkook."
"Persis sama. Cuma lo agak—" Jimin mengantung ucapannya, maniknya menyisir figur seorang Jungkook yang agaknya memang lebih tinggi dan besar dibanding Jeongguk. Khas seorang Kakak.
"Serem? Serem karena gue tatoan, tindikan? Gue bukan Jeongguk yang rapih, bersih, kalo kemana-mana."
"Percuma bersih kalo dalemnya nggak sebersih itu." Dan itu Taehyung, menandas dengan tatapan datar seperti biasa—namun, sekali lagi, dapat menghunus tepat pada jelaga milik Jungkook.