[19] Sisi Lain

1.2K 264 69
                                        

Notes : Disini visual 'Jungkook' sama kayak yang aku kasih di chapter sebelumnya, ya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Notes : Disini visual 'Jungkook' sama kayak yang aku kasih di chapter sebelumnya, ya. He has a lot of tattoos.

•••

Sebab yang terlihat baik belum tentu baik, dan yang terlihat buruk belum tentu buruk

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sebab yang terlihat baik belum tentu baik, dan yang terlihat buruk belum tentu buruk.

;Pancarona.

•••

Ada banyak hal yang berkeliaran di kepalanya saat ini. Tentang bagaimana emosinya yang cukup dipancing halus juga rasa penasaran yang muncul ke permukaan kala maniknya dengan jelas merekam presensi duplikatnya sekarang.

Bukannya Jeongguk miliki rasa takut akan kehadiran Kakaknya yang satu ini. Hanya saja, heran masih menguasai benaknya. Pun semakin berdecak kesal kala Jungkook—sang Kakak mengganti radio di dalam mobilnya yang awalnya tak bersuara apapun menjadi lagu berat dengan tempo cepat juga keras; rock.

"Yuhuuu!"

"Ganti."

Jungkook menoleh, tersenyum main-main menatap Jeongguk yang menahan kesal di balik kemudi; di sampingnya, "Kaku banget mobil lo. Ini lagi gue ajarin hidup dikit, Dek Jeongguk."

"Halah, tai," hardik Jeongguk, memencet asal radio dengan jemarinya—agar temui nada yang ramah, bukan kencang seperti sebelumnya.

"Ck. Nggak seru banget, lo, Gguk."

"Mobil gue, aturan gue."

Jungkook memutar bola mata malas di sana. Pun dengan begitu lancang ia naikkan kaki ke atas dashboard mobil di hadapannya tepat saat Jeongguk menjalankan mesin kuda itu.

"Kaki lo, Bajingan. Turunin." Jeongguk mendesis tak suka. Ayolah, Jeongguk tahu kembarannya itu jauh dari tata krama yang baik. Tapi mobilnya bukan tampungan dari sifat Jungkook yang demikian.

"Mulut lo." Jungkook memberi jeda. Ia lantas bersandar pada kursi, dengan kedua lengan sebagai bantalan, "Lagian, Dek. Lo udah ngelarang gue buat nyalain lagu, malah diganti sama tipe lo. Masa gue ngangkat kaki aja nggak boleh."

PANCARONATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang