[15] Warung Atas; Saksi Runtuhnya

1.7K 367 231
                                    

Warn : 1000+ words.
Nggak mungkin dibagi dua jadi gapapa yaa? Happy reading!💜

•••

"Kau tahu apa yang terjadi hari itu? Ada satu hati yang patah dan raga yang lelah di antara sekian banyak berita bahagiamu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Kau tahu apa yang terjadi hari itu? Ada satu hati yang patah dan raga yang lelah di antara sekian banyak berita bahagiamu."

Tertanda, Danuar.

•••

Angin malam menusuk kulit. Rembulan hingga cahaya lampu menjadi penerang di gulita hitam itu. Warung Atas tepatnya; sebuah warung biasa yang menyediakan minum hangat pun dingin berserta makanan khas warung kopi pada umumnya.

"Ngapain lo?"

"Ya beli makan, lah."

Seokjin terkekeh, mendapati jawaban ketus nan datar milik Taehyung membuatnya merasa lucu. Sudah rutinitas rasanya bagi Seokjin untuk menggoda eksistensi si pemuda Danuar dimanapun mereka bertemu. Seperti sekarang. Terlampau sering, sebenarnya. Bertemu di Warung Atas dengan maksud yang sama; membeli es teh dengan sepiring mie instan—bahkan Seokjin hapal betul varian apa yang pemuda itu pesan.

"Ya biasa aja, dong. Gue nanya doang, kali."

Taehyung memutar bola matanya malas, ia kembali pada tujuannya, menatap si pemilik warung, "Bang Huda, gue pesen satu es teh di gelas sama mie rendang. Kayak biasa."

"Oke, siap. Tunggu ya, Tae."

"Hm. Ada korek api nggak, Bang Da?"

Seokjin menoleh. Merekam percakapan antara Huda dan Taehyung.

"Nih."

"Yo. Makasi."

"Idih, nyebat, lo," celetuk Seokjin.

Maniknya mengikuti ke arah setengah figur Taehyung yang kini duduk satu kursi panjang dengannya, tengah menyalakan ujung tembakau. Seokjin menghela napas kala Taehyung benar menyesap rokok hingga hembusan abu kelabu keluar dari belah bibir si empu.

"Stress ditinggal adek gue nggak gini juga, kali, bro."

"Tolol."

"Elo yang tolol. Tenggelem dah tuh, hati lo, sekaligus sayang lo."

Taehyung memutar bola matanya malas, masih sesekali menyesap rokoknya, "Lo kenapa sih akhir-akhir ini makin ngeselin?"

Seokjin mengangkat alisnya, tersenyum miring—mengaduk segelas es teh miliknya main-main selagi membuang wajahnya sekilas, "Sejak gue sadar lo ada rasa lebih sama dia. Ya gue makin ngerasa bego sih, bisa-bisanya maklumin bentuk perhatian lo ke adek gue yang terlalu banyak buat ukuran sahabat, dulu." Menarik napasnya, Seokjin kembali menatap Taehyung yang kini memandangnya tajam.

PANCARONATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang