2000+ Words!
•••
"Bilamana semesta telah menakdirkanmu menjadi salah satu cantiknya, bolehkah aku yang asing bagi kesempurnaan menaruh rasa cinta?"
Tertanda, Danuar.
•••
"Abang, udah!"
"UDAH APANYA, HAH!?"
Tak pernah.
Tak pernah dirinya temukan sang kakak sebegini marah. Emosi menyelimuti paras rupawan itu dengan jelas. Situasi yang memburuk, di detik pertama frasa pengakuan si gadis ucapkan.
Jennie telah menebaknya, sejak awal. Kakaknya itu; memang bukan orang yang mudah marah, ia lebih suka guyonan—tertawa dengan banyak candaan receh, dibanding ikuti angkaranya. Seokjin lebih suka mengukir senyum cerah, dibanding suram paras tak mengenakan.
"Lo liat Bunda sampe belum keluar kamar dari subuh ke pagi gini karena takut hilang kendali datengin rumah Jeongguk. Lo larang Bunda, Jennie. Lo larang Bunda dari hak yang dia punya buat bela lo. OTAKLO DI MANA!?"
Namun kini, semuanya seolah direnggut paksa. Hanya ada Seokjin dengan manik menajam dengan urat leher menonjol—layaknya manusia yang dilanda kecewa begitu besar, Seokjin menatap Jennie dengan manik yang gamang, tak percaya, "Dan, lo anggep gue apa sih, Jen? Cuma saudara tolol yang nggak punya hak apapun soal keselamatan lo, iya?"
Jennie menggeleng keras.
Tepat di hadapannya, ia tahu jika Seokjin terluka begitu besar. Hidup lebih dari dua puluh tahun bersama, tumbuh bersama, Jennie mampu menangkap segalanya.
Demi Tuhan, Jennie menyayangi Bunda dan Seokjin begitu besar seperti semesta yang membutuhkan galaksinya.
"Bang. Abang tahu kan alesan aku kayak gini? Aku nggak suka lihat Abang yang begini. Aku nggak mau Abang ujungnya kelahi sama Jeongguk."
"Peduli setan. Jen, Sialan—lo paham apa yang Jeongguk lakuin, kan?" Seokjin berujar serak. Tenggorokannya tercekat akan aksara.
Mati-matian, jauh sekali—Seokjin menahan segalanya sementara. Jika bisa, jika Jennie tidak menahannya sekarang, pemuda itu tentu akan langsung temui Jeongguk tuk sampaikan pukulan keras membalas segala kelakuan berengsek pemuda itu. Tak rela. Sungguh, Seokjin tak akan rela adiknya diperlakukan demikian—apapun. Apapun akan ia lakukan.
Jennie mengais napasnya, "Abang tahu alesan Jeongguk begini. Aku udah ceritain semuanya. Bahkan pengakuan Lalisa yang kemarin baru aku terima udah aku kasih tahu juga, kan?"
"Dek, dengerin Abang!" Seokjin berseru kencang, meraih pundak gadis itu dengan dua jemarinya. Menumpunya, menatap Jennie dengan lekat, "Jadi orang, jangan keterlaluan baiknya! Bahkan kalo kita nuntut secara hukum, Jeongguk, sampah itu—"
KAMU SEDANG MEMBACA
PANCARONA
Fanfiction[ Completed ] Hanya sepenggal cerita tentang bagaimana si berandal Danuar memuja sahabatnya sendiri, sosok Jennie yang begitu berharga baginya. Cintanya. Gadisnya. Pancaronanya. Hingga semakin hari semakin bersinar bersama pemuda, yang bukan dirinya...