Part 5

2.6K 226 6
                                    

"Serius lo!" ujar Beby tidak yakin saat melihat Venus yang sudah berdiri di kursi hendak memanjat tembok.

Venus melirik Beby, "Ya seriuslah Be! Lo yakin gak mau ikut gue?"

"Ajakan sesat," gumam Beby pelan.

Venus malah terkekeh, "Cuma sekali doang."

Beby memicingkan matanya sinis, "Sekali muke lo! Hari rabu kemarin lo ajakin gue bolos juga."

"Iya gue lupa." Katanya lalu tertawa.

"Jadi, lo mau ikut kaga? Gue mau makan ramen! Entar pulang sekolah gue sibuk."

Beby nampak menimang-nimang, "Yaudah gue ikut."

Tangan Venus meraih pinggiran tembok, lantas dengan sigap ia menghentakkan tubuhnya dan meloncat ke atas. Sempurna bukan? Ia sudah duduk di atas tembok dan saatnya untuk turun.

'Brakk'

"Mamaaaa..." lirih Venus sambil mengusap bokongnya.

"Tepos dah tepos," rutuknya.

Selanjutnya giliran Beby yang meloncat dari tembok.

'Brakk'

"Aaaaaaaaaakkkkkh! Sakit!" Teriak Beby sambil mengusap bokongnya.

Venus membekap mulut Beby, "Jangan berisik!"

Sebenarnya Venus tidak ingin mengajak Beby untuk membolos, tapi mau bagaimana lagi teman dekatnya hanya Beby. Tidak apa-apa punya teman hanya satu yang penting setia, pikirnya. Makanya ia jarang bergaul dengan yang lain, karena merasa sudah sangat cocok berteman dengan Beby.

"Cepet!" Venus langsung menarik lengan Beby dan berlari meninggalkan area sekolah.

Dengan napas ngos-ngosan Venus dan Beby langsung duduk saat sampai di kafe Mirror.

"Bentar, bentar." Ujar Beby saat teringat sesuatu.

Venus menaikan sebelah alisnya, menunggu ucapan Beby selanjutnya.

"Tas mana? Lo ngajakin gue bolos tapi gak bawa tas?" Beby menatap Venus dengan kesal.

Venus menyengir hingga deretan giginya terlihat semua, "Lupa."

"Yaudah chatt Mae aja. Nitip tas gitu. Entar pulang sekolah di ambil di rumahnya." Usul Venus.

Beby mengangguk lantas ia segera membuka Handphone nya.
Sedangkan Venus sudah memesan makanan untuk dirinya dan Beby.



•••


Setelah mengambil tas dirumah temannya, Venus langsung bergegas ke suatu tempat.

Sudah sampai di tempat tujuan, ia masih berdiri sambil menatap sedih. Lalu ia berjongkok.

"Cia kangen Mama, Mama apa kabar? Kangen banget, kenapa sih Mama gak pernah mampir di mimpinya Cia?" ujar Venus menatap sedih gundukan tanah di depannya.

"Mama gak mau liat Cia karena Cia anaknya Mama Megan?" ujarnya sedih.

"Cia gak nakal lagi deh, Cia gak bolos lagi! Cia bakal lebih giat lagi berdo'a buat Mama. Tapi Mama tengok Cia ya walaupun cuma sekali."

Bibirnya bergetar kemudian ia kembali berucap, "Apa Mama udah bahagia sama anak Mama sampai Mama gak mau ketemu Cia?"

Venus meneteskan air matanya, ia mengusap pelan batu nisan yang bertuliskan nama Claudia.

"Seiring bertambahnya usia Cia, Cia ngerti Ma... Cia gak marah sama Mama, Mama Megan juga gak marah Papa juga gak marah." Venus tersenyum tipis.

Tidak lama bibirnya melengkung kebawah, "Cia suka liatin foto Mama. Kangen Cia ke Mama semakin nambah."

"Cia janji bakalan jagain Yaya sama Kakek. Mama gak usah khawatir."

Venus menghela napas berat, "Cia benci Ayah!"

"Tapi kata Mama Megan, disini..." Venus memegang dadanya, "Gak boleh ada dendam. Biar hati Cia bersih Cia harus memaafkan. Lagipula membenci sesuatu yang udah terjadi itu gak ada gunanya, itu cuma nambah beban di hati."

"Ayah Riko jahat. Tapi Cia gak boleh benci," ujarnya sedih.

Ia masih mengusap batu nisan di depannya.

"Mama yang tenang ya... Cia bakal kunjungin Mama terus kok," Venus tersenyum hangat.

Segera Venus mengusap air matanya dengan punggung tangan.
Venus yang tadinya berjongkok kini menopang lututnya di tanah dan menundukkan kepalanya lalu mencium nama Claudia.

"Cia pulang dulu ya... Sayang Mama."

Venus berdiri lantas memutar langkahnya untuk pulang. Ia mengambil Hp-nya di saku rok.

"YAYAAAAA!" lengkingan suara Venus membuat seseorang di sebrang sana menjauhkan Hp-nya sejenak dari telinga.

"Pelan- pelan. Kamu kira Yaya mu ini udah torek kayak Kakek kamu!"

Venus malah terkekeh, "Cia mau kesitu."

"Kamu abis dari makam Mama kamu?" tebak Mamanya Claudia.

"Iya. Cia kangen! Mama gak pernah tengokin Cia." Ujar Venus lalu menghela napas pelan.

Sinta, Mamanya Claudia sekaligus nenek yang di panggil Yaya oleh Venus itu sedang terdiam dan mengusap air matanya yang jatuh.

"Cia naik taksi dulu. Yaya tungguin Cia dirumah, Oke!" ujarnya lalu menutup panggilan telponnya.

Setelah duduk nyaman di kursi penumpang, Venus menolehkan pandangan ke arah jendela.

Ia bergumam pelan, "Dari kecil aku diajari tentang caranya menyayangi. Semakin aku tumbuh besar rasa sayang aku juga semakin besar. Sampai rasanya aku gak tau harus ngapain buat lepasin rindu ini pada Mama Claudia yang bahkan memegang tangannya pun aku gak pernah."

"Tapi, dari Mama Claudia aku jadi belajar. Hidup gak selalu sesuai keinginan kita. Walaupun udah berusaha sekeras mungkin, merasa gak ada yang bisa halangin keinginan kita. Tapi kita lupa, ada kematian yang gak tau kapan akan datang."


💅

Jangan benci Claudia ya gais (

Venus Dipelukan Neptunus [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang