Seerat apapun digenggam, kalau Tuhan nggak mengizinkan, manusia bisa apa?
***
Satu tahun berlalu.
Seluruh kelas XII baru saja menyelesaikan ujian. Tinggal menghitung hari, mereka sudah resmi menjadi alumni SMA Cempaka.
Tidak banyak yang berubah.
Lingkungan sekolah semakin asri seperti biasanya, kantin sekolah masih menjadi tempat favorit seluruh siswa, dan Pak Bambang masih saja galak.
Hanya saja, ada sesuatu yang hilang.
Pergi.
Tanpa pamit.
Tanpa jejak.
Tanpa kabar.
Menghilang begitu saja seolah ditelan bumi.
Meninggalkan segala janji dan omong kosong belaka yang tidak pernah ditepati.
Meninggalkan dirinya dan juga segala memori yang masih bersarang di dalam otak.
Manusia memang ahlinya dalam berbohong.
Bilangnya mau berjuang, tapi nyatanya malah pergi sebelum mendapat jawaban.
Lucu, ya?
Ingin sekali dia memaki. Tapi dia terlanjur tau diri.
Siapa sih, dia? Apa haknya menghakimi seseorang yang bahkan tidak ada hubungannya sama sekali dengan dia?
Valea menyapukan pandangannya ke sekeliling. Sekumpulan anak manusia sedang berburu spot foto.
Iya, ini hari kelulusan. Hari paling berkesan bagi seluruh pelajar. Ada senangnya, ada juga sedihnya. Senangnya, karena sudah menyelesaikan masa-masa sekolah dan mungkin ada juga yang bahagia karena mendapat nilai sesuai harapan. Dan sedihnya, karena masa putih abu-abu sudah berakhir, saatnya melangkah menuju jalannya masing-masing untuk menggapai segala mimpi yang diinginkan.
Valea tersenyum kecil.
Seharusnya ini menjadi momen paling membahagiakan untuknya. Tapi, semua list yang telah ia susun dari lama harus sirna begitu saja. Dan itu semua karena dia.
Apa kabarnya, ya, dia?
"Semoga gue keterima di fashion design. Amin paling serius, dong!"
Suara nyaring Dhea menyapa gendang telinganya. Membuat Valea kembali tersadar dari lamunannya.
"Amin." Ketiga cewek itu berujar kompak membuat Dhea tersenyum senang.
Cewek yang sangat ingin menjadi designer itu menepuk pelan pundak Valea. "Ini cewek satu pinternya emang kebangetan. Sarapannya buku wangsit kali, ya?" guraunya seraya tertawa kecil.
"Tau, tuh. Waktu pembagian kepintaran dia antri paling depan kali, diborong semuanya." Hana menyahuti.
Cewek yang sedang menjadi buah bibir itu berdecak nyaring. "Gak usah berlebihan, deh." katanya kemudian.
KAMU SEDANG MEMBACA
NovaLea
Teen Fiction[REVISI] Nova Pradipta Bagaskara dan Valea Shabita Maheswari. Berawal dari pertemuan keduanya yang tidak disengaja, saling mengenal satu sama lain, dan tanpa disangka salah satu darinya memiliki perasaan lebih dari seorang teman. Kisah seorang ketua...