[50] Bukan akhir

34 1 0
                                    

Seerat apapun digenggam, kalau Tuhan gak mengizinkan, manusia bisa apa?

***

Satu tahun berlalu.

Kelas XII baru saja menyelesaikan ujiannya hari ini. Tinggal menunggu hari, mereka sudah resmi menjadi alumni SMA Cempaka. Status pun akan berubah, dari siswa menjadi mahasiswa.

Tidak banyak yang berubah.

Lingkungan sekolah semakin asri seperti biasanya, kantin sekolah masih menjadi tempat favorit semua murid, dan Pak Bambang masih saja galak.

Hanya saja, ada sesuatu yang hilang.

Pergi.

Tanpa pamit.

Tanpa jejak.

Tanpa kabar.

Seolah ditelan bumi.

Meninggalkan segala janji dan omong kosong belaka yang tidak pernah ditepati.

Meninggalkan dirinya dan juga segala kenangan yang masih saja tersimpan di dalam otak.

Manusia memang ahlinya dalam berbohong.

Bilangnya mau berjuang, tapi nyatanya malah pergi sebelum mendapat jawaban.

Lucu, ya?

Ingin sekali dia memaki. Tapi dia terlanjur tau diri.

Siapa sih, dia? Apa haknya menghakimi seseorang yang bahkan tidak ada hubungannya sama sekali dengan dia?

"Semoga gue keterima di fashion design. Amin paling serius dong!" Suara Dhea membuatnya kembali ke dunia nyata.

"Amin." Valea, Hana, dan Alana langsung mengaminkan.

Dhea menepuk pundak Valea. "Ini cewek satu pinternya emang kebangetan. Sarapannya buku wangsit kali, ya?" ujarnya membuat Valea memutar bola matanya.

"Tau, tuh. Waktu pembagian kepintaran dia antri paling depan kali." Hana menyahuti.

Cewek yang sedang menjadi buah bibir itu berdecak. "Gak usah berlebihan." ujarnya.

Alana tertawa. "Merendah mulu nih, calon ibu dokter." katanya.

Valea meliriknya sekilas. "Masih lama. Kelulusan juga belum."

"Ntar kalau ketemu mas-mas ganteng di Jogja, jangan lupa kenalin ke gue, ya." Dhea yang katanya sudah move on dari Septa berujar dengan alis yang dinaikturunkan.

"Apa banget mas-mas ganteng." Hana mencibir.

"Ngaca woy. Lo juga lagi ngincer mas-mas ganteng yang lagi kerja di perusahaan properti." Dhea berucap dengan nada meledek.

"Waktu berlalu cepet banget, ya. Gak kerasa kita udah mau jadi anak kuliahan aja." kata Alana membuat semuanya tersenyum.

"Gue sayang kalian."

🍁🍁🍁

Hari kelulusan tiba.

Semua murid laki-laki memakai jas, dan murid perempuan memakai kebaya.

Kedua sudut bibir Valea terangkat. Sebahagia ini ya rasanya.

"Ini make-up gue gak kayak banci perempatan, kan?"

Suara cempreng Dhea menyita perhatiannya.

"Udah sih, Dhe. Nanya mulu dari tadi." Alana menjawab dengan kesal. Sedangkan Dhea hanya meringis.

NovaLeaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang