[10] Kejadian di Cafe

117 11 0
                                    

Sebesar apapun kesalahan perempuan, jangan sampai membuat dia merasa dipermalukan di depan umum karena egomu yang tak bisa dikendalikan.

-NovaLea-

Bel pulang sudah berbunyi sejak tadi. Semua siswa-siswi sudah berhamburan keluar dari kelas masing-masing. Tetapi, berbeda dengan kelas XI IPS-2. Mereka masih menyalin tulisan yang tertera di depan papan tulis.

"BALIK WOY!" seru seseorang sambil mengintip di celah pintu.

"Pak, mending tulisannya lanjut nanti aja" ujar Rio yang buku-nya sudah banyak bekas tipe-x milik Nova.

"Iya pak, yang lain juga udah pada pulang" tutur Samuel.

"Sedikit lagi" jawab pak Tomi. Dari tadi bilangnya sedikit lagi. Tapi terus saja menulis, sampai 2 papan tulis besar pun tidak cukup.

"Heran deh bapak, sama anak zaman sekarang. Pas dikelas pengennya pulang, tapi pas udah dikasih pulang malah nongkrong" lanjut pak Tomi sambil menggelengkan kepala.

"Perasaan zaman saya dulu, gak kaya gitu" ujar pak Tomi sambil membereskan spidolnya.

"Kan kita beda zaman pak, gimana sih" celetuk David yang sudah kesal.

Bagaimana tidak? Jika pak Tomi menulis, ia akan banyak salahnya. Eh yang ini salah ya, harusnya gini. Begitulah ucapnya ketika salah menuliskan rumus. Jadi, banyak siswa-siswi yang bukunya dipenuhi coretan Tipe-X.

Tapi tidak dengan Nova. Cowok bercodet itu selalu menunggu pak Tomi menulis sampai beberapa baris, jadi dipastikan ia tidak akan menggunakan Tipe-X nya.

Walaupun tidak digunakan olehnya, tapi Tipe-X itu selalu cepat habis karena digilir oleh teman-temannya. Jika tidak habis, sudah dipastikan benda berharga itu hilang entah kemana.

"Yang sudah boleh pulang" ujar pak Tomi.

Setelah pak Tomi mengatakan itu, beberapa siswa-siswi maju ke depan sambil membawa bukunya untuk dikumpulkan.

Diantara mereka bertujuh, yang pertama keluar adalah Septa. Disusul oleh Nova dan Samuel. Disusul lagi oleh David dan Fahri. Sedangkan Marcel dan Rio masih mencatat di dalam.

"Nih, Tipe-X lo," ujar Marcel sambil melemparkan benda tersebut.

Mereka berdua pun akhirnya selesai mencatat dan keluar dari kelas.

"Beneran nih, kelas kita doang yang baru pulang?" tanya Rio sembari menyapukan pandangannya.

"Udah biasa kali" sahut Marcel yang berdiri di sebelahnya.

"Belajar bareng lagi, Nov?" tanya Septa sambil menepuk bahu si empunya nama.

"Enggak" jawab Nova sambil membenarkan letak ransel di punggungnya.

"Lah? Emangnya kenapa?" tanya Septa lagi.

"Si Arlan ada perlu katanya," sahutnya.

Septa hanya menganggukkan kepalanya mengerti.

"Widih, lo berdua ngomongin apaan nih?" ujar David tiba-tiba menghampiri.

NovaLeaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang