[47] Berusaha tidak peduli

54 8 5
                                    

"Yang singgah pasti akan berlalu, begitupun kamu."

-NovaLea-

Valea menutup buku paket Biologinya setelah selesai menghafal.

"Akhirnya selesai juga." gumamnya kemudian menyimpan gundukan buku paket yang sudah ia pakai ke tempat semula.

Besok, lebih tepatnya hari Senin, ujian kenaikan kelas akan dilaksanakan. Gadis dengan piyama biru muda itu mati-matian belajar supaya hasil ujiannya memuaskan.

Tangannya meraih ponsel di atas nakas. Tidak ada yang menarik, pikirnya. Hanya ada notifikasi chat dari grup kelas yang sedang ricuh membahas perihal ujian besok.

Bibirnya melengkung begitu melihat gantungan kunci yang dibelikan oleh Nova saat di Gramedia. Oh iya, ngomong-ngomong soal Nova, hubungan mereka sudah selesai sejak hari itu, lebih tepatnya dua minggu yang lalu.

Keduanya juga tidak lagi berinteraksi, entah itu secara langsung maupun lewat chat. Pembicaraan terakhir keduanya di lorong. Saat Nova mengakhiri hubungan mereka. Hubungan yang baru saja terjalin selama dua bulan.

Jujur saja, Valea masih merasa tidak terima dengan takdir. Kenapa harus sesingkat itu?

Disaat dirinya baru saja dibawa terbang setinggi-tingginya, tiba-tiba saja dijatuhkan sejatuh-jatuhnya.

Tapi dirinya juga bersyukur. Bisa mengenal Nova walaupun hanya sekilas.

Ketukan pintu dari luar kamar membuatnya mengalihkan pandangan. Kakinya melangkah untuk membukakan pintu.

"Apa?" tanyanya malas.

Cowok dengan kaos biru tua itu hanya menampilkan cengiran khasnya kemudian menyelonong masuk ke dalam kamar tanpa izin dari si pemilik.

"Mau ngapain ih? Lagi belajar tau." kata Valea sambil berkacak pinggang.

"Ngambis banget jadi orang. Dibawa santai aja lah, stres tau ngeliatin buku pelajaran terus." cibir Sehan kemudian membaringkan tubuhnya di atas kasur dengan gerakan santai.

"Gimana lo sama Nova? Udah baikan." tanya laki-laki ceria itu dengan mata terpejam.

Valea mendudukkan dirinya di ujung tempat tidur. Menghela nafas pelan kemudian membuka suara. "Putus." katanya.

Saking terkejutnya, Sehan sampai mengubah posisinya menjadi duduk di hadapan adik satu-satunya itu. Ia bergumam pelan. "Masalahnya sebesar itu sampe putus jadi jalan akhirnya?" tanyanya hati-hati.

Oke. Valea menyerah kalau sudah ditodong pertanyaan-pertanyaan semacam itu. Di satu sisi, dia ingin sekali menceritakan penyebab retaknya hubungan antara Nova dan dirinya. Tapi di sisi lain, dia tidak mau orang tua atau kedua Kakaknya berprasangka yang tidak-tidak kepada Nova.

"Kak, gue mohon banget, jangan ganggu sehari ini aja. Gue pengen sendiri."

"Mau nangis?" tanya Sehan dengan tawa mengejek.

"Gak usah sok tau deh. Udah sana, keluar." jawab perempuan itu dengan suara tercekat.

"Kalau mau nangis, ya udah nangis aja, gue temenin. Gue gak akan ngatain kok. Santai."

NovaLeaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang