3. Musibah kuadrat

300 81 84
                                    

Hidup itu seimbang, ada senang dan ada susah. Cuma kalau disusahin mulu ya lelah juga badan ini.

Perempuan yang kesusahan sejak pagi–

——–

—–


—

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

—–

——–

Lea salah total ketika berpikir tidak akan ada drama lari-lari pagi mengejar waktu untuk tiba di kantor. Buktinya, saat ini kakinya berlari cepat menyusuri jalan yang entah kenapa terasa jauh. Entah sudah berapa orang yang dia salip dengan kecepatan super. Yah, meskipun kecepatannya sama sekali tidak bisa dibandingkan dengan kendaraan beroda. Tetapi, paling tidak, dia mirip atlet lari dadakan pagi itu.

Tidur Lea sejak semalam benar-benar tidak bisa diusik. Pamannya sampai kewalahan membangunkannya. Begitu bangun, Lea langsung bersiap secara kilat.

Sedikit lagi.

Hanya tinggal beberapa meter untuk memasuki gedung pencakar langit tempat kantor sementaranya berada. Dengan percaya diri, Lea mempercepat juga melebarkan langkah kaki. Namun, belum sempat masuk, tubuhnya terpental ke samping. Seolah belum cukup menyakitkan, tubuhnya menabrak tempat sampah hingga isinya berhamburan.

Sambil meringis menahan sakit, Lea bangkit, membereskan kekacauan yang tidak sengaja dibuatnya sambil mendumel. Seseorang–yang kemungkinan besar menjadi penyebab dirinya terpental turut membantu. Ini masih pagi namun sampah sudah banyak. Petugas kebersihan kemarin lupa buang sampah, atau penghuni gedungnya memang suka nyampah berlebih?

"Kamu baik-baik aja?"

Badan gue sakit!

Sebenarnya itu yang Lea rasakan. Tetapi dia tidak punya waktu mengeluh dan meratapi nasib di saat seperti ini. Lea yakin si penabrak juga sama sepertinya, sama-sama telat. Hal yang Lea sayangkan itu, kenapa harus sampai adegan tabrak-tabrakan sih. Tidak romantis pula. Kalau di film kan, si A dan B tabrakan terus mereka saling tatap sambil diiringi lagu. Bukannya seperti Lea yang terpental ke tempat sampah.

Lea memukul kepalanya sendiri. Bisa-bisanya dia memikirkan adegan klise di dalam film. Dia kan, bukan tokoh di film.

"Enggak papa, kok." Akhirnya Lea menajwab juga sembari melangkah masuk ke dalam gedung dan berhenti di depan lift.

"Serius? Kayaknya tadi kamu jatuhnya keras, deh?"

Kenapa penasaran sekali sih? Kalau sudah tahu tidak usah bertanya. Diam saja dan pura-pura tahu agar Lea tidak terlalu malu. Namun, Lea merasa tidak asing dengan suaranya. Penasaran, Lea pun menolehkan kepala ke kanan. Matanya kontan melebar sebelum berseru keras.

"Masih idup!"

Ya, lelaki yang ditemui Lea semalam masih hidup. Rupanya dia benar-benar tidak jadi melompat. Baguslah, setidaknya Lea benar-benar tidak akan digentayangi. Ia sungguh tidak menyangka akan bertemu lagi dengan lelaki yang hendak bunuh diri semalam. Sungguh kebetulan yang aneh.

"Berkat kamu." Lelaki itu bersuara lantas mengulurkan tangan. Senyumannya tidak hilang sejak pertama kali mata mereka bersitatap. "Perkenalkan, nama saya Kamandanu Prayuda."

Untuk sesaat Lea terpana sehingga hanya bisa melirik uluran tangan Danu juga wajah lelaki itu. Dari semalam Lea sudah tahu jika Danu tampan. Penglihatannya tetap tajam walau hanya dibantu penerangan lampu jalan yang remang-remang. Namun, bukan ketampanan lelaki itu yang membuatnya bergeming. Senyum Danu yang membuat Lea ragu untuk menyambut uluran tangannya. Senyum itu terasa ... janggal.

Ditengah pergulatan pikirannya, antara menerima uluran tangan Danu atau tidak, pintu lift tiba-tiba terbuka. Maka, Lea memilih melenggang ke dalam kotak silver. Mengabaikan Danu yang masih terpana di depan lift.

Dia, baru saja diabaikan?

Saat tersadar, pintu lift di depannya sudah tertutup separuh. Untungnya, Danu berhasil masuk dan berdiri tidak jauh dari perempuan yang barusan mengabaikan dirinya. Mau dipikirkan bagaimanapun, rasanya tidak mungkin dia baru saja diabaikan.

Mencoba peruntungannya, Danu berdehem sebelum kembali mengulurkan tangan. "Kita belum sempat kenalan. Nama saya Kamandanu Prayuda, kalau kamu?"

Tepat saat Danu selesai ponsel Lea berdering, seakan memberikan jalan kepada Lea untuk menghindar. Matanya melirik sekilas uluran tangan Danu sebelum merogoh ponsel di kantung celana jeans-nya. Lagi, mengabaikan Danu yang kemudian menarik kembali tangannya ke sisi tubuh.

"Ha-"

"LO DIMANA LEA?!"

"Enggak usah teriak, Ren."

"Ya lagian lo jam segini belum dateng. Bu Niken dari tadi bolak-balik kayak setrikaan nyariin lo."

"Nenek sihir itu mau ngapain, sih?"

"Katanya ada input data dari lo yang enggak balance gitu."

"Serius?" Jemari kirinya saling meremas, ia juga menggigit bibir bagian bawah, pertanda jika sedang cemas. Lea melirik angka di pintu lift. Masih tersisa beberapa angka untuk mencapai lantai sepuluh. Lift beberapa kali berhenti, sehingga kotak berjalan yang tadinya terisi oleh dua itu mulai sesak.  

"Input data apaan sih?" tanya Lea semakin cemas. Jika ada masalah dan berhubungan dengan Niken, habis dirinya. Kepala divisi pemasaran itu punya hobi menindas bawahan. Dia sudah sering kena semprot karena masalah sepele.

"Enggak tahu. Yang jelas dia ngamuk gitu soalnya bagian produksi lepas tangan."

"Lah, mereka mau nyalahin gue?"

"Ya makanya lo buruan dateng, Lea. Ruangan kita udah luluh lantak kena lavanya Bu Niken."

"Iya, bentar lagi gue nyampe."

Lea keluar dengan langkah lebar saat pintu lift terbuka. Meninggalkan Danu yang mengamati perempuan itu hingga pintu lift kembali tertutup. Matanya melirik angka yang menunjukkan letak keberadaannya sebelum lift bergerak.

Lantai sepuluh.

Seingat Danu lantai sembilan dan sepuluh disewa oleh perusahaan manufaktur. Belum lama, mungkin hampir satu bulan. Danu tahu karena adiknya bekerja di perusahaan itu hampir tiga tahun. Nanti malam ia akan pulang untuk bertanya tentang penolongnya kepada Irene.

Danu juga akan kembali menemui penolongnya itu. Dia harus ... berterima kasih dan memastikan kalau tadi dirinya tidak sengaja diabaikan.

Sementara itu Lea terus melangkahkan kaki menuju ruangan sambil membatin. Sudah telat, ditabrak orang, nyusruk di tempat sampah, lalu sekarang on the way disemprot atasan. Ini sih, namanya musibah kuadrat.

Kenapa sih, penulis terlalu jahat pada Lea hari ini?

***

Ada yang nunggu enggak???

Seperti biasa, setelah baca jangan lupa vote, komen dan share cerita ini ok 👌👌

Baru hari ketiga nih man-teman, tetap semangat buat kita semua ya 💪💪 jaga kesehatan dan jangan lupa istirahat.

Oke deh segini dulu ya. Sampai jumpa di part selanjutnya ya bye bye 👋👋👋😘😘

Ineffable Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang