Tidak ada kata puas dalam sebuah pembalasan.
–Danu yang baru tersadar–
———
——
—
—
——
——-—
"Sial!"
Umpatan itu disusul dengan suara benda-benda jatuh. Dalam sekejap meja kerja Danu di apartemennya bersih karena isinya sudah berhamburan ke lantai. Si pemilik ruangan tampak ambruk terduduk di lantai ketika tidak ada lagi benda yang bisa dia jadikan pelampiasan. Bukan, pelampiasan itu bukan Danu lakukan karena perasaan marah, lebih kepada kekesalan terhadap dirinya sendiri. Kekesalan karena tidak tahu rencana yang sudah ia susun justru menghancurkan Lea.
"Seharusnya kamu jangan pakai kebakaran itu sebagai alasan."
Danu mengacak kasar rambutnya. Kini ia baru mengerti ucapan Bagas hari itu. Belum lagi soal Lea yang mengetahui tentang pernikahannya. Masih segar diingatannya bagaimana ekspresi Lea juga ucapannya beberapa jam lalu. Usai meminta mereka berhenti sebelum terlambat, Lea mengambil langkah dua langkah mundur. Jarak yang tidak mencapai satu meter itu entah mengapa terasa seperti ribuan kilometer bagi Danu.
"Apa kabar? Gimana keadaan kamu? Kamu sehat? Kamu ngapain aja selama kita enggak ketemu?" tanya Lea beruntun sebelum mendengus pelan. Kedua tangannya yang berada di sisi tubuh terkepal erat. "Aku berharap dengar itu setelah dua Minggu kamu enggak ada kabar. Tapi, kamu justru datang dengan kabar kalau kakakku udah meninggal."
"Lea–"
"Kamu enggak tahu gimana khawatirnya aku pas kamu ngilang tiba-tiba." Lea nyaris pergi ke kantor polisi untuk membuat laporan kehilangan, tetapi dia segera tersadar jika dirinya dan Danu bahkan tidak punya hubungan apa pun. Konyol sekali jika Lea melapor kepolisi padahal keluarganya saja tidak mencarinya. Sebenarnya itu yang jadi poin penting, Danu hanya hilang dari kehidupannya.
"Kamu enggak tahu gimana bingungnya aku karena kamu enggak bisa dihubungi." Tersadar dengan kalimatnya barusan, Lea menggeleng. Dia teringat dengan semua pesan dan panggilan yang tidak diladeni oleh Danu. "Oh ... bukan enggak bisa, tapi kamu emang enggak mau aku hubungi, kan? Kamu pasti sibuk sama keluarga kamu."
"Lea, aku bisa jelasin." Danu maju dua langkah, hendak meraih lengan Lea yang sudah lebih dulu menghindar. Perempuan itu kembali membuat jarak lebih banyak dengan mundur tiga langkah.
"Harusnya kamu lakuin itu sebelum aku tahu, Nu," ujar Lea tajam. "Kalau sekarang, kamu cuma buat aku jadi perempuan bodoh karena suka sama suami orang. Atau mungkin, menurut kamu aku emang perempuan serendah itu?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Ineffable
RomanceDari dulu Lea teramat tahu jika dirinya punya kebiasaan buruk dalam mencampuri urusan orang lain. Yang Lea tidak tahu, keputusannya untuk ikut campur dalam insiden rencana bunuh diri seorang Kamandanu Prayuda, akan memberikan efek besar dalam hidupn...