35. Begini seharusnya

253 27 0
                                    

Cinta memang sulit dijelaskan oleh kata-kata dan logika, tetapi cinta bukan sesuatu yang sulit untuk pahami.



-Pesan terakhir-

---

--

-


-

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

-

--

---








Setengah jam sudah berlalu sejak acara tahlilan di rumah Lea berakhir. Para tetangga yang tadi memanjatkan doa-doa untuk Bagas sudah kembali ke rumah masing-masing, menyisakan beberapa orang saja yang masih membereskan ruangan yang baru saja di pakai. Lantunan doa yang tidak lagi terdengar menyisakan rasa sepi dari segelintir orang-orang yang masih hilir mudik. Keheningan itu membuat suasana duka di dalam jadi tampak jelas.

"Gue enggak laper," ucap Danu ketika sepiring makanan disodorkan tepat di wajahnya.

"Bukan buat lo, tapi buat Lea. Dia belum makan apa-apa dari pagi." Irene mengisyaratkan Danu untuk mengambil alih piring di tangannya.

"Kenapa lo kasih ke gue?" tanya Danu usai piring berpindah tangan.

"Dia cuma respon omongan lo."

Sejak Bagas tiba dengan mobil ambulans tadi pagi, tidak ada seorang pun yang bisa membuat Lea bicara. Semua kebingungan dan ketidakpercayaan perempuan itu ditelan sendiri. Bahkan, tidak ada orang-orang yang melihat Lea menangis sampai Bagas dikebumikan. Hanya saat pulang dari makam tadi, Irene dan kawan-kawan baru bisa melihat jejak air mata Lea. Meski masih tidak bicara, setidaknya Lea merespon ucapan Danu dengan gerakan kepala.

"Lea di mana?"

"Di kamarnya."

Dengan sepiring makanan di tangannya, Danu berjalan menuju kamar Lea. Diketuknya pintu kamar Lea beberapa kali, tetapi tidak ada respon dari si pemilik kamar. Begitu juga panggilannya yang tidak disahuti oleh Lea.

"Lea, kamu harus makan walau cuma sedikit." Danu kembali mengetuk pintu, matanya yang sedang melihat sekeliling kebetulan bertemu dengan Leo. Ia menatap kakak perempuan pemilik kamar sebentar sebelum kembali memanggil Lea.

"Lea, kamu bisa sakit kalau enggak makan. Aku masuk, ya?" Danu meminta izin. Tanpa menunggu balasan-karena sepertinya Lea juga tidak berniat menyahut-sebelah tangannya yang bebas memutar knop, membukanya lalu masuk dengan hati-hati ke dalam kamar.

"Lea?"

Orang yang dicari Danu tidak ada di kamar, tetapi sayup-sayup telinganya bisa mendengar suara air. Kayaknya Lea lagi di kamar mandi, pikirnya saat itu sehingga memutuskan untuk menaruh makanan di meja Lea. Selagi menunggu Lea keluar, Danu duduk di kasur Lea dan mengamati kamarnya. Cat kamar ini putih, persis seperti semua bagian rumah.

Ineffable Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang