12. Gara-gara si pasal dan supir

89 26 25
                                    

Lupakan teori susah senang bersama. Kalau sama-sama senang jadinya berkah, tapi kalau sama-sama susah, ya, jadi musibah. Siapa yang akan membantu jika semuanya kesusahan?

–Filosofi Rudi tentang setia kawan–

———

——


—

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

——

———







Ruangan yang semula tentram dan damai berubah mode menjadi heboh. Penyebabnya ialah si perempuan galak yang kembali dengan rambut acak-acakan, persis seperti saat bangun tidur. Lea yang pergi beberapa waktu lalu dari ruangan mereka dengan wajah serius siap tempur, kini tampak mengenaskan seperti anak kecil yang mainannya direbut. Ia bahkan seperti kehabisan tenaga untuk berjalan sehingga hanya mematung di pintu.

Pada akhirnya, Gita berinisiatif bangkit dari kursi, mendekat ke arah Lea, dan memapah perempuan itu ke mejanya. Selang sedetik setelah duduk, Lea memeluk Gita lalu menangis kencang. Gita yang kebingungan hanya bisa melirik yang lain, berusaha meminta penjelasan kepada siapa saja yang mungkin tahu tentang kondisi Lea. Namun, keempat orang yang kini sudah mengelilingi Lea dan Gita, tentu saja tidak tahu.

"Lea, lo kenapa, sih?" Gita benar-benar tidak mengerti dengan apa yang sedang terjadi. Mungkinkah jika rapatnya tidak berjalan lancar. Memikirkan kemungkinan itu, Gita lantas bertanya. "Jangan bilang kalau lo dipecat?"

Tangis Lea kian kencang, ia meraung di dalam pelukan Gita. Semua orang mulai menyangka jika dugaan Gita benar. Padahal, persiapan Lea sebelum memasuki ruang rapat benar-benar matang. Gita sendiri yang menjadi saksi saat Lea menelepon minta ditemani. Yah, meskipun pada akhirnya Gita memilih tidur saat telepon mereka tersambung.

"Mbaak Gitaaa. Hancur hidup gue, Mbak. Hancur. Gue enggak tahu harus hidup kayak apa setelah ini huaaaa ...."

"Maksud lo apa?" Gita melepaskan pelukan Lea secara paksa. Ia mencengkram pundak Lea dengan erat. "Siapa orang yang buat hidup lo hancur, Lea? Siapa? Pak Nino, Pak Handi, Bu Niken atau siapa?"

Lea menggeleng lemah. Justru orang-orang itu yang Lea hancurkan hari ini. Jari telunjuknya perlahan terangkat, menunjuk Rudi lalu Gatra yang langsung melebarkan mata. "Ma-Mas Gatra, Mas Ru-Rudi, tanggung jawab ka-lian!"

Ingatan beberapa orang kecuali Gatra pun serempak melayang, teringat Lea yang muntah di pagi hari. Asumsi yang dipikirkan Gita pagi tadi pun memenuhi benak mereka. Seketika keadaan berubah kacau. Tubuh Irene oleng dan hampir jatuh jika Rudi tidak menahannya. Irene ikut menangis kencang, beradu dengan tangis Lea yang tidak kunjung reda. Suara Selvi yang cempreng memenuhi ruangan, memaki Rudi juga Gatra yang kebingungan.

Ineffable Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang