10. Senin dan segala kesibukannya

104 27 42
                                    


Salah satu kebahagiaan itu, ketika tanggal merah disetiap hari Senin.

–Harapan semua mahluk pecinta kasur–

———

——




—

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

——

———

Sejak jaman sekolah dulu, Lea sudah sensitif terhadap hari Senin. Tuntutan dari jiwa raga yang hobi rebahan, dipaksa untuk beraktivitas usai hari libur. Alhasil, hari pertama dalam seminggu itu selalu Lea lalui tanpa semangat. Hal itu terus bersambung hingga dirinya memasuki dunia kerja. Selain saat gajian yang kebetulan hari Senin, maka Senin lain dalam setahun menjadi musuh Lea.

Seandainya bisa, Lea bahkan ingin Lea menghapus hari Senin dalam kalender. Atau, paling tidak, Lea ingin mengganti warna tanggal di hari Senin menjadi merah. Sayangnya, sampai dirinya jadi presiden pun hal itu tidak terjadi, alias tidak mungkin. Yah, tidak mungkin, baik itu Lea yang menjadi presiden, atau hari Senin yang menjadi tanggal merah.
  
Secerah apa pun langit di atas kepalanya, wajah Lea yang terhalang dua buah kardus hingga area hidung itu tetap suram. Rasa nyeri di perutnya akibat datang bulan, menambah kadar kemendungan Senin pagi. Rapat yang akan berlangsung jam sembilan nanti, seolah menjadi pelengkap di hari itu. Ibarat menu makanan, sudah empat sehat lima sempurna yang paling komplit. Lebih komplit daripada sarapan yang disiapkan Bagas di rumah.

Langkah kaki Lea melambat ketika hampir mencapai gedung. Lelaki berkaca mata yang seruangan dengannya berdiri tidak jauh dari pintu masuk utama. Senyum tanpa gigi dia perlihatkan saat menyadari kehadiran Lea.

"Lo mau rapat apa pindahan?" tanya Gatra. Dia memang sengaja menunggu kedatangan Lea atas permintaan perempuan itu.

"Enggak usah ngeledek, deh, Mas. Mending bantuin, berat tau."

"Gitu doang berat," cibir Gatra, namun tak urung mengambil alih dua kardus dari tangan Lea. Untuk inilah dia menunggu hampir lima belas menit di depan gedung. Mereka lalu berjalan beriringan memasuki gedung dan masuk ke dalam lift yang kebetulan terbuka.

"Ini mau langsung dibawa ke ruang rapat?"

"Bawa ke ruangan kita dulu, Mas. Ada yang mau gue periksa la–"

Lea berhenti berucap. Guncangan pada lift membuat tubuhnya sedikit oleng. Lampu lift yang tiba-tiba mati membuat matanya kesulitan melihat. Bunyi benda terjatuh yang terdengar setelahnya sukses membuat penghuni lift ricuh. Lea segera meraih ponsel dan menyalakan senter. Beberapa orang yang ada di dalam lift juga melakukan hal yang sama.

Lea langsung menyoroti Gatra karena kedua tangan lelaki itu sedang sibuk. Akan tetapi, Lea terkejut saat mendapati lelak itu sedang berjongkok sambil memeluk dirinya sendiri. Ia lalu ikut berjongkok di samping Gatra, ingin tahu apa yang terjadi dengan lelaki itu. Matanya melirik dua kardus tidak jauh dari kaki Gatra. Kini Lea tahu asal suara benda jatuh yang terdengar tadi.

Ineffable Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang