Hati-hati itu hal wajib dalam segala hal. Salah-salah, keapesan tidak sungkan mampir saat kamu lengah.
–Penghuni bumi yang ingin migrasi ke planet lain–
———
——
—
—
——
———
Kesan percaya diri dan elegan yang berusaha Lea bangun sebelum memasuki ruang rapat, sirna hanya dalam waktu sepersekian detik sejak dirinya membuka pintu. Di ambang pintu, mata perempuan itu melebar hingga nyaris keluar. Kehadiran sosok lelaki jangkung yang berdiri di sudut ruangan, adalah hal yang mustahil sekaligus aneh.
Entah karena menyadari tatapan terkejut Lea atau tidak, Danu berinisiatif melirik ke arah meja oval yang ada di tengah ruangan. Lewat itu, Danu berharap bisa menjelaskan situasinya saat ini. Gara-gara lift yang mati dan sedang dalam perbaikan, Danu memilih alternatif lewat tangga darurat. Kalau bukan karena berkas yang akan dibawa ke pengadilan tertinggal, Danu enggan berjalan menaiki tangga hingga lantai dua puluh delapan tempat firma hukumnya berada.
Beberapa waktu lalu, Danu yang sedang mengikat tali sepatu di lantai sepuluh disuguhkan dua buah kardus. Si perempuan yang Danu kenali lewat suaranya, memberikan perintah dan berlalu sebelum ia sempat menyela. Berhubung waktu persidangan masih tiga jam lagi, Danu tidak keberatan untuk membantu Lea hingga terdampar di sini.
Namun, yang dibantu kini masih mematung di ambang pintu. Tatapannya kian horor begitu menyadari alasan keberadaan Danu di sana. Takut-takut, tatapan perempuan itu beralih ke arah sepatu Danu. Ringisan pelan keluar dari bibirnya begitu menyadari itu sepatu yang dilihatnya saat di tangga darurat. Lea merutuk sembari memukul kepalanya sekali, mengapa ia tidak menyadari hal sesederhana itu. Rudi yang dikenalnya terbiasa memakai sneakers alih-alih sepatu kulit.
"Ngapain kamu di sana? Mau jadi patung?"
Seketika Lea tersadar. Kakinya melangkah kaku ke arah meja yang kini sudah dikelilingi delapan orang.
Map yang tadi ada di dalam pelukannya, kini diletakan di samping kardus yang sudah lebih dulu dibawa Rudi–ralat, dibawa oleh Danu. Mata Lea lalu menyisir peserta rapat yang sudah duduk di kursi masing-masing. Ruang rapat utama di sini memang tidak sebesar saat di gedung Askata, tetapi di antara tiga ruang rapat lainnya, ini yang paling besar."Siapa dia, Lea?" tanya Arda–lelaki setengah abad yang menjabat sebagai wakil direktur produksi. "Kamu enggak bisa bawa orang luar untuk meeting perusahaan."
Lea menggigit bibir bawahnya, matanya melirik Danu dan peserta rapat beberapa kali. Lea bisa saja menyebut Danu sebagai kurir paket atau apa pun, tetapi nantinya pasti akan timbul pertanyaan lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ineffable
RomanceDari dulu Lea teramat tahu jika dirinya punya kebiasaan buruk dalam mencampuri urusan orang lain. Yang Lea tidak tahu, keputusannya untuk ikut campur dalam insiden rencana bunuh diri seorang Kamandanu Prayuda, akan memberikan efek besar dalam hidupn...