6. Informasi nona penyelamat

149 41 40
                                    


Kejahatan yang dibenarkan hanya akan melahirkan kejahatan-kejahatan lain untuk muncul.

-Menurut Danu berdasarkan pengalamannya-

---

--

-

-

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

-

--

---

"Kesambet setan pengkolan mana lo sampai mampir kesini?"

Pertanyaan itu dijawab Danu dengan gumaman. Lelaki yang masih mengenakan setelan kerjanya itu bangkit dari posisi tengkurap di sofa panjang. Merenggangkan otot sebentar sebelum duduk dengan menyandarkan punggung sepenuhnya ke sandaran sofa. Ditatapnya sang adik dengan wajah tak bersahabat.

"Orang, mah, kalau kakaknya datang itu ditawarin minum. Lah, ini, dikira kesambet setan pengkolan."

"Halah, lo ke sini kalau ada butuhnya doang." Irene mencibir, ikut mendudukkan dirinya di samping Danu. Punya hubungan darah dengan lelaki itu sejak lahir membuat Irene hapal kelakuan kakaknya. Kalau tidak sedang butuh sesuatu, mustahil Danu nangkring manis di sofa apartemennya.

"Gue mau nanya sesuatu."

Yah, Irene justru terkejut kalau kakaknya akan datang secara sukarela. Meski rasa sayangnya tidak perlu dipertanyakan, Danu bukan kakak perhatian yang akan mengunjunginya untuk bertanya kabar.

"Soal perempuan."

Seketika Irene menegakkan punggung dan meluruskan pandangan. Baiklah, kalau pertanyaan soal perempuan ia agak terkejut. Pasalnya dari semua perempuan yang sudah dikenalkan selama setahun belakangan, tidak ada satu pun yang membuat Danu tertarik.

"Perempuan yang mana? Fely, Andin, Tiana, Mira-"

"Bukan salah satu dari yang lo sebutin," potong Danu ketika Irene mulai mengabsen daftar perempuan yang dikenalkan sebagai calon istrinya. Mendengar nama mereka disebut saja Danu merinding. Kelakuan mereka benar-benar diluar nalar. Begitu terang-terangan, mulai dari yang suka uang sampai yang suka nyosor. Intinya bikin dia tidak henti mengelus dada ketika teringat.

"Terus siapa?" tanya Irene dengan kening berkerut. Selain dari nama-nama yang dia sebutkan, Danu tidak pernah ada inisiatif mendekati perempuan pasca istrinya meninggal.

"Dia kerja di Askata, lantai sepuluh. Ruangan lo juga disana, kan?"

Irene mengangguk sekali meski pertanyaan bagaimana Danu bertemu perempuan itu menari-nari di dalam kepalanya. "Namanya?"

Danu menjentikkan jari. "Itu masalahnya, gue enggak tahu."

"Enggak tahu?" ulang Irene, kerutan di keningnya semakin dalam. "Lo engggak sempat kenalan sama dia?"

Ineffable Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang