13. Aksi amnesia berencana

87 26 34
                                    

Untuk kalian yang punya hati, jangan lupa dipakein helm. Biar kalau baper sendirian, jatuhnya enggak sakit-sakit amat.

-Pesan dari orang yang gagal amnesia-

---

--

-

-

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

-

--

---




Entah sejak kapan tepatnya dimulai, yang jelas, menunggu itu bukan sesuatu yang menyenangkan. Rasanya sangat tidak nyaman saat rasa gelisah meliputi seluruh tubuh. Lupakan quote indah penuh kata-kata manis tentang menunggu. Bagi kebanyakan orang, sabar menunggu mungkin akan membuahkan hasil bahagia. Sementara Lea, bukannya bahagia, dia mungkin akan makin dipermalukan oleh orang yang ditunggunya saat ini.

Kabur. Yah, itu solusi yang paling ingin Lea lakukan sekarang sebelum Danu turun dari lantai tempatnya bekerja. Akan tetapi, kakinya yang sejak tadi berjalan mondar-mandir, tidak bisa melangkah melebihi lima meter dari tempatnya berdiri sekarang. Kepalanya beberapa kali melongok ke dalam gedung guna mencari tahu kembaran jin Iprit itu sudah keluar atau belum.

Lea tidak peduli tatapan aneh yang dilayangkan orang-orang karena melihat tingkahnya. Harus Lea akui, selain wajah cantiknya, sikapnya yang seperti ikan kehabisan air itu cukup mencuri perhatian. Otaknya terlalu buntu untuk menjaga image di depan umum. Pikirannya penuh, mencari ide untuk bagaimana cara bisa bersikap normal di depan Danu nanti. Terbesit ide untuk memakai masker atau helm untuk menyembunyikan wajahnya. Sayangnya, Lea tidak memiliki satu pun dari kedua benda itu.

"Gue harus gimana, nih?" tanyanya pada diri sendiri.

Seandainya saja amnesia bisa diatur dengan menekan tombol on off, Lea pasti sudah melakukannya sejak tadi. Satu-satunya cara untuk bersikap normal, yaitu ketika dia tidak mengingat insiden tangga darurat. Langkah Lea yang seperti setrikaan tiba-tiba berhenti, ia termenung di tempat. "Amnesia, ya? Biasanya harus kebentur sama sesuatu."

Mata Lea menatap sekeliling, mencari benda yang akan ia benturkan ke kepala. Benda tumpul yang tidak akan membuatnya merasa sakit. Saat sebuah pohon besar tertangkap indra penglihatannya, kepala Lea langsung menggeleng cepat. Bukannya amnesia, kepalanya malah akan benjol besar esok pagi. Matanya melihat ke arah lain, kali ini dinding gedung. Lea sontak meneguk ludah yang tiba-tiba terasa seret. Jika bangunan kokoh dari semen dan batu bata itu ditabrak oleh kepalanya, mungkin tidak hanya ingatan, tetapi mungkin jiwanya juga akan amnesia. Terlalu berbahaya.

"Yang lain, deh," gumamnya seraya terus mencari keberadaan benda lain. Matanya kini menatap ke bawah, ke tempat yang menjadi kakinya berpijak. Kalau membenturkan kepalanya ke sana, selain sakit, nanti dia bisa dikira sebagai orang gila. Yah, kecuali kalau dirinya terjatuh. Mereka yang melihat akan menghampiri untuk menolong.

Ineffable Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang