19. Katanya kencan

73 17 20
                                    


Katanya sinetron yang muter-muter itu bikin kesel, gereget, sama males. Tapi ditonton dan dibahas tiap hari, dasar ibu-ibu.

-isi hati seorang ibu-ibu juga-


---

--

-

-

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

-

--

---






Seminggu berlalu begitu saja dan Danu masih belum bisa memenuhi permintaan Irene. Lelaki dua puluh delapan tahun itu kini memandang cincin yang melingkar di jari manisnya. Ada beban besar yang membuat Danu kesulitan melepasnya meski sang istri sudah meninggal satu tahun lalu.

Selama satu minggu itu juga, pencarian terus Danu lanjutkan. Sudah ada beberapa tempat yang dia kunjungi bersama Lea selama seminggu belakangan.

Kendati rasa bimbang menyelimuti hatinya karena permintaan Irene yang belum bisa dipenuhi, Danu tetap merasa senang di waktu pulang kerja seperti sekarang. Sebagai orang sibuk yang tidak sadar waktu ketika bekerja, Danu kini menjadi orang yang sering melihat jam di dinding ruangannya. Dia tahu mengapa orang-orang begitu menantikan saat pulang kerja. Bahkan, ketika istrinya masih hidup pun, ia tidak pernah sesenang ini ketika jam kerjanya habis.

"Kamu nunggu lama, ya?"

Suara itu membuat Danu tersentak. Ia segera menyisipkan tangan kanannya ke saku celana, menyembunyikan apa yang seharusnya dari Lea, lantas menoleh ke kanan setelahnya. Senyum tipis Danu berikan bersamaan dengan gelengan kepala.

"Saya juga baru keluar, kok."

Lea menghela napas lega, bersyukur jika dirinya tidak membuat Danu menjadi patung dadakan di depan gedung. "Jadi, mau kemana kita?"

"Gimana kalau kita tanya peta dulu?"

Lea tertawa ringan, merasa terhibur dengan saran Danu barusan. Yah, kecuali saat ini Lea memakai ransel ungu, dan punya peliharaan hewan yang suka makan pisang, ia tidak akan ragu memanggil peta.

"Saya suka lihat kamu tertawa."

Seketika Lea menghentikan tawanya. Perempuan itu berdehem sejenak sebelum mendelik ke arah Danu. "Kamu itu-"

"Enggak bakat menggombal," sambung Danu lalu menganggukan kepala. "Saya udah dengar kamu ngomong begitu sebanyak dua puluh tiga kali dalam seminggu ini. Tolong jangan ditambah lagi."

Wajah di depannya sekarang yang selalu ingin Danu lihat akhir-akhir ini. Rasanya, Danu tidak akan bosan kalau harus memandangi wajah itu setiap hari.

"Ya udah, kita pergi sekarang aja. Nanti keburu malem," ajak Lea. Perempuan itu merapikan rambut panjangnya yang terkena hembusan angin malam.

Ineffable Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang